HARAPAN DALAM AIR MATA
Kami di lahir kan oleh seorang ibu yang hebat, biarpun bapak kami menginginkan anak laki-laki, tapi ibu menyayangi Kami dengan sepenuh hatinya, Ibu sangat mencintai Kami, tak pernah Ia membeda-bedakan kasih sayangnya kepada Kami, tiba waktunya Kami menjadi seorang gadis yang tumbuh dengan baik di tangan ibu Kami.
Hingga kami semua mendapatkan pasangan hidup masing-masing, realita kehidupan pernikahan tak seindah yang Kami bayangkan, ini lah drama pernikahan Kami empat bersaudara di mulai. Menjadi seorang istri yang baik dan menuruti perintah suami adalah prinsip kakak pertama ku Mai Sari jika melihat dari luar cover pernikahan Mereka, tentulah semua orang mengidam-idamkan memiliki suami sebaik Hasan Nurrahman.
Dia lelaki baik, sangat menyayangi kakakku, namun entah mengapa kakakku setelah menikah jarang sekali pulang menengok ibu Kami, setiap kali di keluarga Kami sedang ada acara hanya beberapa kali saja Mereka mengunjungi keluarga di sini, setiap bulannya kak Mai selalu memberi uang bulanan kepada Ibu Kami tak pernah lupa dan tak pernah telat melewati tanggal, namun Ibu sering sedih dan rindu, karena kak Mai jarang menemui Ibu.
Sedangkan Aku, Aku adalah putri kedua atau adik dari kak Mai namaku Asri Wijaya hidupku bisa di bilang bahagia bisa juga sengsara, menurut ibu Kami, akulah anak yang paling kuat dari saudaraku yang lain, hingga suatu hari Aku di hadapkan dengan keadaan tak memiliki uang sepeserpun.
"Ayah bagaimana ini, besok kita beli lauk apa, bunda hanya punya uang segini"
Asri memperlihatkan uang dua lembar dua puluh ribu rupiah dan lima ribu rupiah.
"Ya mau bagaimana, Ayah belum dapat uang masih nunggu orderan, pinjam dulu saja sama Mamah Kamu"
Suami Ku selalu saja disaat tak punya uang menyuruhku mencari pinjaman kemana-mana, Aku bukan tak mau meminjam, namun jika soal hutang suami ku selalu menyepelekan, kadang-kadang hutang tak di bayar berbulan-bulan, Aku malu.... Sungguh malu jika meminjam uang tak bisa memberi kepastian pada si peminjam.
Aku hanya diam, berfikir bagaimana besok harus punya uang, lalu Aku berusaha meminjam uang pada Adikku anak ketiga Ibu yang bernama Novi Yanti.
"Dek.. Kaka boleh pinjam uang lima puluh saja, untuk besok beli sayur dan uang jajan sekolah anak"
Pinta Asri kepada sang Adik melalui telepon, lalu Novi menjawab,
"Aku tidak ada pegangan kak, jika Aku meminjamkan uang ke kakak, ini sudah tanggal tua, maaf Aku tidak bisa bantu"
Asri terdiam, merasa menyerah harus meminjam ke siapa lagi.
"Habis benar uang Kamu, pasti adalah Dek.. Lima puluh saja"
"Aku bilang tidak ada ya tidak ada Kak, sudah ya... Aku masih banyak pekerjaan"
Panggilan pun di akhiri oleh Novi, padahal saat ini Novi tengah bersedih, karena Suaminya kini mengambil uang simpanan di lemari untuk membeli obat penenang jiwa.
Novi berjalan menuju dapur melihat sang suami sedang menghisap -hisap jari telunjuknya.
"A... Mau sampai kapan Kamu seperti ini, tolong dong A... Berubah dan berhenti mengkonsumsi obat ini"
Novi memperlihatkan obat itu dengan jelas di depan mata suaminya sambil berbicara dengan nada yang sedikit marah.
"Iya Aku sedang berusaha kok"
Novi merasa bosan mendengar jawaban suaminya yang seperti ini terus, selalu bilang mencoba dan mencoba, namun tak pernah ada usaha untuk berhenti mengkonsumsi obat penenang itu.
"Kamu selalu saja bilang seperti ini, tapi mana A.. Kamu gak pernah mau usaha untuk berhenti, kalau begini terus lama-lama uang kita habis hanya untuk membeli obat Kamu"
Erwin Suami Novi merasa marah karena di nasehati oleh istrinya, Dia pun membentak Novi.
"Kamu tuh ya bawel banget, nanti juga Aku akan berhenti dengan sendirinya!!"
"Tapi tidak akan pernah berhenti jika Kamu gak mau berusaha untuk berhenti"
Erwin pun murka mendengar ucapan Novi, lalu Ia mendorong Novi hingga Novi jatuh dan tubuhnya terbentur meja.
"Aduh.."
"Dasar istri kurang ajar, sudah berani Kamu menasihati Aku"
Setelah berkata seperti itu, Erwin pun mendekati wajah Novi kemudian berkata,
"Heh.. Aku yang kerja dan cari uang, jadi terserah Aku uang ini ku gunakan untuk apa"
Novi hanya bisa menangis menatap wajah suaminya, setalah itu Erwin pergi entah kemana, meninggalkan Novi sendirian di rumah.
"A... A Erwin.... Mau kemana?"
Erwin tak menghiraukan panggilan istrinya, Ia terus berjalan seperti tak punya dosa akan perlakuan kekerasannya terhadap Novi.
Novi menangis untuk kesekian kalinya, dan ternyata Erwin memang dari dulu selalu mengkonsumsi obat penenang itu, Novi mengetahui hal itu ketika memasuki pernikahannya ke tiga bulan, Erwin mengantungi obat penenang dan lupa menaruh obat itu di tempat biasa Ia simpan.
Novi pun menanyakan prihal obat yang Ia lihat, namun dengan entengnya Erwin beralasan jika Dia tak mengkonsumsi obat itu, maka Ia tak akan fokus dalam bekerja, dan merasa mentalnya down ketika atasan memarahinya, bukan hanya itu Erwin sering juga meminum jamu yang katanya punya khasiat untuk menyegarkan badan, namun semua barang yang Ia konsumsi terlalu berlebih-lebihan dan membuatnya menjadi ketagihan, bisa di bilang Ia pecandu obat-obatan dan jamu.
Sementara Asri masih bingung bagaimana memikirkan makan untuk besok.
"Ya Allah Aku harus pinjam siapa?"
Lalu Ia terpikirkan akan meminjam uang kepada kakak pertama Kami Mai Sari, dengan segera Asri menelpon sang kakak dan mengatakan permintaannya.
"Nanti ya Dek, Kakak bilang dulu sama Mas Hasan"
"Iya kak, tapi tolong cepat kabari ya, karena Aku benar-benar butuh uangnya"
Panggilan pun di akhiri, dan saat suaminya telah pulang, Kak Mai seperti biasa menyuguhkan kopi panas dan menyiapkan makan untuk suaminya, ketika telah selesai makan, dan Mas Hasan mulai duduk santai barulah kak Mai mengatakan soal pinjaman dari adiknya.
"Pinjam uang lagi, kan yang kemarin belum di bayar"
Kak Mai agak bingung untuk menjawab, namun Ia berusaha memberikan alasan yang cukup masuk akal supaya adiknya bisa mendapatkan uang pinjaman dari suaminya.
"Lain kali, bilang ke adik Mu bayar dulu hutang yang kemarin, baru pinjam lagi"
"Ya Mas, nanti aku akan sampaikan, lagi pula, adikku benar-benar tidak ada uang, kalau ada pasti sudah di bayar"
"Alah, gak punya uang terus, suaminya ngapain sih, kerja terus tapi uang gak punya terus, sungguh aneh pernikahan adik Mu itu"
Mai hanya bisa terdiam mendengar gerutu suaminya tentang adiknya, biarpun memang Kak Mai tak pernah suka pada suamiku, namun Kak Mai tak ingin Adiknya sengsara tak punya uang, apalagi sampai keponakannya kelaparan.
"Terimakasih ya Mas, sudah mau meminjamkan uang kepada adik ku"
"Bilang pada adik mu, atau bilang pada suaminya, uang ini harus kembali dalam satu Minggu"
"Iya Mas, nanti Aku sampaikan"
"Sekalian sama hutang yang kemarin"
"Iya Mas"
Mai merasa sedih kehidupan masalah ekonomi Asri dari dulu tak pernah ada kemajuan, lalu Ia menelpon adiknya dan menyampaikan pesan suaminya, serta Mai sedikit menasihati adiknya agar suaminya mau mencari pekerjaan lain.
"Kak Aku sudah sering kali bicara soal pekerjaan pada Fery, namun Fery tetap tidak mau berkerja pada orang, entahlah Kak, Dia seperti tak ingin di atur oleh orang dalam bekerja"
"Ya tapi harusnya Suami Kamu memikirkan anak-anaknya, Rina anak pertama Kamu sekarang sudah kelas satu SD, sebentar lagi Rian anak kedua Kamu juga mau masuk TK, pikirkan dong, jangan hanya memikirkan badan Dia saja"
Asri hanya terdiam ketika Kakaknya menasihati soal pekerjaan, karena bukan hanya sekali atau dua kali, Asri selalu meminta pada suaminya untuk mencari pekerjaan yang menjamin hidup anak-anaknya, pekerjaan selain memahat dan membuat kerajinan tangan.
"Sudah ya Kak, terimakasih atas pinjamannya Insyaallah secepatnya Kami akan ganti"
Panggilan pun di akhiri oleh Asri, Asri selalu sedih jika mengingat saat sewaktu masih gadis, kadang-kadang ada rasa menyesal dalam hati Asri karena telah memilih pria yang salah.
Tak ada yang salah dalam pekerjaan suaminya, namun penghasilan yang tak tetap dan entah kapan mendapatkan uang, rasanya membuat Asri merasa capek jika sudah berada di posisi saat menunggu lama mendapatkan uang dari pekerjaan suaminya.
"Ya Allah Aku capek berada di posisi seperti ini terus, Apakah Aku salah mengeluh padamu ya Allah"
Asri terdiam bersedih air matanya kini menetes, pikirannya kemana-mana, dan tiba-tiba Fery datang mendekati Asri.
"Kenapa Kamu?"
"Eh Ayah, Bunda gak apa-apa kok"
"Sudah dapat uang pinjamannya?"
"Sudah Yah, Lima puluh ribu, lumayan untuk jajan sekolah Rina dan untuk beli beras sekilo sama beberapa butir telur"
Fery memberikan reaksi yang tak enak dan mengatakan,
"Kenapa cuma lima puluh, Aku mau merokok harusnya Kamu pinjam 100"
"Ayah, masih untung Mas Hasan ingin meminjamkan uang lagi kepada Kita, hutang Ayah yang kemarin 150 saja belum Ayah bayar, Mas Hasan tadi bilang jika hutang yang kemarin belum di bayar, dan hutang saat ini harus di kembalikan dalam waktu seminggu"
"Akh.. Dasar Kakak ipar Kamu itu pelit banget, hutang sama saudara saja hitung-hitungan"
"Astagfirullah Ayah, Mas Hasan sudah baik mau meminjam uang pada Kita, kenapa Kamu malah bicara seperti itu"
"Sudah lah, kecut nih mulut... Gak ngerokok"
Setelah berkata seperti itu, Fery pergi keluar entah kemana, mungkin saja Ia mencari pinjaman lagi untuk membeli rokok.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Ejaa 💤
Hadir Thor 👋🏻 like+subcribe , semangattt
2025-04-25
0
🔵꧁ঔৣ⃝𝐊ꪶꪖ𝘳ꪖ❦꧂
aku mampir 😉
2025-04-07
0