RENCANA POLIGAMI

Dia antara pernikahan Kami, mungkin yang bisa di bilang hidup bahagia adalah adik bungsu Kami, Dia mendapatkan lelaki yang begitu lembut, menyayangi Adik Kami dengan sepenuh hati, dan suami adik bungsu Kami, sangat agamis dan mengerti tentang agama.

Namun suatu ketika adik bungsu Kami bernama Irna merasa suaminya kini menyembunyikan sesuatu darinya, Irna pun membicarakan soal perasaannya kepada Arif Suami Irna.

"Mungkin itu hanya perasaan Kamu"

"Abi, Aku pernah bermimpi, Kamu tak pulang ke rumah selama beberapa hari, Aku sangat sedih dan bertanya kemana Kamu pergi...."

Belum selesai Irna bercerita Arif langsung memotong ucapan Irna dengan berkata,

"Ami.. Kalau seandainya Aku di sarankan Abi ku untuk menikah lagi, apa Kamu menyetujui?"

Irna terkejut mendengar ucapan suaminya, Ia pun beranjak bangun dari tempat duduknya.

"Apa...? Menikah lagi, maksudnya... Kamu ingin berpoligami?"

Arif terlihat gugup saat mengatakan soal poligami kepada Irna dan Ia menjawab,

"Aku kan hanya bertanya, Kamu tahu kan Abi pernah berkata apa waktu itu sama Kamu saat Abi meminang Kamu di hadapan Ibu kamu"

Irna mulai mengingat perkataan bapak mertuanya jika dalam Islam poligami tak di larang, dan bapak mertuanya bertanya apakah Irna keberatan jika Arif nantinya akan menikah lagi.

"Iya Aku mengingatnya, namun Aku menjawab jika memenuhi syarat syar'i dan yang Kamu nikahi adalah orang yang membutuhkan pertolongan, maka Aku ikhlas Bi..."

"Sudah iya, Aku hanya bertanya sedikit saja kok, tidak perlu di bahas hingga panjang"

Irna merasa pertanyaan suaminya ini adalah pertanyaan yang serius, Irna jadi berpikir apakah suaminya memiliki calon lagi untuk di nikahi.

"Tunggu Abi..."

Irna menarik tangan Arif lalu Ia berkata,

"Apakah Abi Ilham menyuruhmu untuk menikah lagi?"

Arif terdiam yang mungkin saja artinya Arif memang akan menikah lagi, Arif membalikkan badannya dan menjawab ucapan Irna.

"Aku harus menuruti Abi Ilham, karena Dia lah yang membesarkan Aku hingga sampai saat ini, dan mendapatkan begitu banyak ilmu di pesantren"

"Aku mengerti Bi, tapi jawab dulu pertanyaan Aku, apakah benar Abi Ilham ingin menikahkan Kamu lagi dengan wanita lain"

Arif terdiam sejenak tak lama Ia menganggukkan kepalanya dan menjawab,

"Iya, Abi sudah mempertemukan Kami, dan ta'aruf, maafkan Aku Ami, tapi Aku harus mengikuti perintah Abi"

Irna merasa syok mendengar pernyataan itu, Ia melemah dan duduk di kursi kini matanya berlinang airmata dan membasahi cadarnya.

"Tapi apa alasan Abi Ilham ingin menikahkan Abi lagi"

Arif mendekati sang istri dan mulai menjelaskan.

"Kita sudah menikah hampir satu tahun lebih, tapi Kamu belum juga hamil, Abi dan Ami ku ingin cepat menimang cucu, jadi pernikahan kedua adalah solusinya"

Irna semakin bersedih mendengar alasan itu, Ia tak tahu jika kedua orang tua suaminya ingin sekali memiliki cucu dengan cepat, lalu Irna menjawab,

"Tapi Aku bukan tuhan, yang bisa menghadirkan janin dalam rahim ku"

"Aku mengerti Ami, tapi Aku bisa apa"

Irna mengerutkan kedua alisnya saat Arif berkata seperti itu.

"Bisa apa..? Abi Kamu bisa menolak hal itu, pernikahan Kita hanya baru satu tahun, Aku masih ada kesempatan untuk hamil Aku masih muda, masih subur dan Aku sehat Abi"

"Tapi ini permintaan Abi Ilham, poligami tak dilarang dalam Islam dari pada Aku berzina, maka lebih baik solusinya adalah menikah lagi"

"Tapi bagaimana dengan perasaan Aku, Abi dan Ami Mu apa tidak memikirkan hal itu"

"Ami Irna, tapi Ami Anisa juga di madu, Aku tak mengerti, sepertinya memang semua dari keluarga ku, itu pasti memiliki dua istri, istri yang sama-sama sah secara agama dan hukum"

"Cukup Abi, hati ku sakit Bi, saat Kamu dan keluarga Kamu merencanakan pernikahan di belakang Aku, Kalian tidak memikirkan perasaan Ku, dengan diam-diam merencanakan ini semua, lalu kalian anggap Aku apa?!!!"

Kini tangis Irna semakin pecah, merasa tak di hargai dalam keputusan poligami, Irna merasa terluka hatinya, Arif pun tak dapat bisa berontak, Arif selalu menuruti apa kata kedua orangtuanya, padahal Irna tak kurang-kurang banyak berubah demi sang suami, dari yang tidak berhijab kini memakai hijab hingga kini bercadar karena permintaan kedua orangtuanya, dan Irna melakukan itu semua sebagai bentuk baktinya pada sang suami.

Ketika kembali entah dari mana perginya Fery, Ia pulang dengan membawa satu bungkus rokok, Asri pun bertanya dari manakah Ia mendapatkan rokok ini.

"Ya pinjam uang lah sama teman"

Asri tak mengerti jika Ia bisa meminjam uang pada temannya mengapa Ia harus menyuruh dirinya untuk mencari pinjaman, Asri pun mengatakan apa yang ada dalam benaknya.

"Aku kan cuma butuh rokok, supaya inspirasi di otakku bisa terlihat luas, Aku kan sudah bilang jika pekerjaan Aku ini membutuhkan konsentrasi yang serius, nanti Aku bayar hutang kakak ipar Mu, jangan khawatir"

Setelah berkata seperti itu, Fery melanjutkan pekerjaannya sebagai tukang ukir.

Tiba-tiba Rina datang dan meminta uang jajan pada Asri.

"Sayang, jajannya besok lagi ya, Bunda lagi gda uang lebih, Bunda janji besok"

"Jajan Bun.. pengen beli coklat"

Walau sudah di nasehati Rina tetap saja rewel dan terus meminta uang pada ibunya, hingga suaranya tangisnya kini terasa mengganggu pekerjaan Fery.

"Bisa diam gak sih, Bunda tolong dong buat Rina berhenti menangis, Ayah jadi tidak fokus"

"Iya ayah, Sebentar... Namanya juga anak-anak ya susah kalau biasa di kasih jajan, dan saat ini minta malah tidak ada uang"

Merasa kesal Fery kini membentak sang istri dan memukulkan palu kayunya ke pintu dapur.

"Ya makanya tugas Kamu berusaha hentikan tangisnya Rina, ga becus banget jadi ibu, coba dong Kamu cari kegiatan biar Rina jangan terus menangis dan menganggu Aku bekerja"

Asri merasa Fery begitu egois, Asri seperti mengurus anaknya sendirian, support dari suaminya begitu kurang, hingga Asri kadang-kadang menangis sendirian di kamar saat ingin tidur, dan di setiap tangisnya Ia hanya berharap supaya suaminya bisa berubah menjadi ayah yang lebih bertanggung jawab, dan ikut berperan dalam merawat anak-anak, Asri mengajak Rina untuk masuk ke kamar, lalu Ia menasihati Rina dengan begitu pelan dengan berkata,

"Rina sayang anak Bunda, hari ini jajannya libur dulu yah, besok Kita jajan lagi"

Asri berharap malam ini suaminya mendapatkan transferan dari customernya, agar lusa nnti sudah punya uang dan bisa membayar hutang pada Kakak Iparnya.

"Jadi Rina ga boleh jajan"

"Bagaimana kalau makan saja, bunda punya telur Kita makan telur dadar kesukaan Rina, bagaimana?"

Rina tersenyum dan mengerti membuat hati Asri sedikit lega, sedangkan Rian kini masih tertidur dan belum bangun, jika sudah bangun pastilah anak kedua Asri juga akan meminta jajan seperti kakaknya Rina, jarak Rina dan Rian tak begitu jauh hanya beda dua tahun.

Saat Rina berumur 2 tahun lebih Asri hamil kembali, menjadi ibu yang mempunyai dua balita sungguh sangat membuatnya hampir mengalami baby blues, tapi untungnya Asri begitu kuat mentalnya dan pikirannya selalu berkata bahwa ini adalah ujian rumah tangganya.

Novi merasa kesakitan akan tubuhnya tadi yang terbentur lemari.

"Aww.. Sakit sekali"

Baru saja mengeluh, Erwin datang pulang entah dari mana tadi Ia pergi.

"Kamu sedang apa?"

"A... Sudah pulang, A, tolong lihat badan bagian ini, sakit sekali"

"Aduh, manja banget sih Kamu, itu tidak apa-apa, tidak usah berlebihan, Aku sebentar lagi berangkat kerja, Kamu sudah siapkan bekal Aku"

"Baru mau Aku siapkan"

"Dasar tolol, kenapa belum disiapkan 30 menit lagi Aku berangkat"

"Iya A, maka itu Aku akan siapkan sekarang"

"Ya sudah sana"

Erwin mendorong Novi lagi, Novi bersedih lagi saat di dapur, rasanya jika bisa teriak, Dia ingin teriak, merasa akhir-akhir ini, Erwin telah banyak berubah, Ia bersikap manis dan romantis hanya beberapa bulan saja, sejak Ketahuan soal obat itu, sikapnya semakin kesini semakin kasar, bahkan Ia tak segan memukul Novi hanya karena kesalahan kecil saja, dalam hati Novi selalu bertanya apakah ini sudah tindakan kekerasan dalam rumah tangga.

Tapi jika untuk melepas Erwin, rasanya Novi belum sanggup hidup menjanda, dalam hatinya masih ada rasa takut akan kehidupan menjanda, Ia selalu berharap suatu saat suaminya bisa kembali seperti dulu lagi saat masih pengantin baru, harapan itu masih selalu ada dalam hatinya, meskipun air mata menemani kesehariannya.

Ketika selesai menyiapkan bekal untuk Erwin, Novi memasukkan ke dalam tas kerjanya, dan saat Erwin telah siap untuk berangkat, Erwin mengecek bekal yang di siapkan istrinya, namun saat tahu lauk yang di masaknya hanya telur dadar dan nasi saja, Erwin pun marah dengan berkata,

"Kenapa Kamu kasih Aku hanya telur, Kamu tidak masak ya?"

"Aku masak kok A, tapi Aku hanya bisa membeli telur, supaya bisa menyambung sampai A Erwin gajian"

"Alah.. Bilang saja Kamu ingin menyalahi Aku karena uang belanja itu Aku pakai"

Novi terdiam tak menjawab, walau sebenarnya iya ucapan Erwin benar adanya, tapi Ia berusaha untuk meredam Erwin supaya tak marah dan memukulinya lagi, setelah perdebatan tadi, Erwin pun pergi bekerja.

Terpopuler

Comments

🔵꧁ঔৣ⃝𝐊ꪶꪖ𝘳ꪖ❦꧂

🔵꧁ঔৣ⃝𝐊ꪶꪖ𝘳ꪖ❦꧂

dasar si Abi /Hammer//Hammer/ gak puas hanya 1 istri

2025-04-07

0

🔵꧁ঔৣ⃝𝐊ꪶꪖ𝘳ꪖ❦꧂

🔵꧁ঔৣ⃝𝐊ꪶꪖ𝘳ꪖ❦꧂

pertanyaannya ada undang dibalik bakwan 🤔

2025-04-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!