Di jalan Irna mengirim pesan pada Kak Mai, jika Ibunya kini sedang sakit, dan Irna mengatakan bahwa Ibunya sudah berobat, namun ingin bertemu dengan putri-putrinya.
"Tolong ya Kak, jika ada waktu tengok Ibu sebentar saja, Ibu selalu berharap Kak Mai, bisa datang kesini walau hanya sebentar"
Itulah pesan singkat Irna kepada Kak Mai.
Mai sedang mencuci baju tiba-tiba saja Al anak bungsu Mai menangis ingin menyusui.
"Ya ampun, selalu saja, sedang sibuk seperti ini, Al pasti nangis"
Pekerjaannya pun tertunda, lalu Ia memasuki kamarnya dan mulai menyusui Al, saat sedang menyusui Mai membuka handphonenya dan Ia sungguh khawatir mendengar sang ibu yang tengah sakit.
"Ya Allah... Ibu sakit apa ya?"
Mai sebenarnya sangat khawatir, namun Ia tak berani meminta untuk pulang setelah kejadian waktu itu yang masih teringat dalam memorinya.
"Ya Allah Aku harus bagaimana?"
Tanya Mai kepada dirinya sendiri, tak lama Mas Hasan pulang dari tempat kerja.
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikum salam"
Mai menjawab dari dalam kamar, setelah Al tak rewel dan bisa di tinggal, Mai segera menemui suaminya.
"Sudah pulang Mas?"
"Ya.. Aku capek sekali tadi habis promosi rokok ke toko-toko, Aku pikir naik jabatan menjadi supervisor pekerjaan Ku tak begitu berat, ternyata malah semakin berat dan membuat kepala Aku pusing"
"Sabar Mas, namanya juga kerja, Aku buatkan makan ya"
"Kamu sedang apa?"
"Sedang mencuci pakaian"
"Mencuci sore-sore begini, memangnya Kamu ngapain sih dari pagi, lihat ini rumah juga berantakan sekali, Kamu gak beres-beres ya"
"Ini kerjaan anak-anak, Aku sudah bereskan beberapa kali, tidak sampai sepuluh menit, anak-anak mengacak-acak lagi mainannya"
"Haduh.. Sudah pusing di toko saat pulang tambah pusing kepalaku lihat rumah yang berantakan ini"
"Maaf Mas, nanti Aku bereskan"
"Ya sudah lah cepat bawa makan untuk Aku, Aku sudah lapar"
Mai segera menyiapkan makanan untuk Suaminya, Ia membawakan makanan itu ke meja makan, lalu Mai mengatakan soal ibunya yang sedang sakit.
"Lalu, butuh uang berapa Ibu Kamu?"
"Tidak perlu uang Mas, bolehkah Aku pulang menengok Ibu?"
Hasan baru saja ingin menyantap makanannya, saat mendengar Mai berkata seperti itu, Hasan langsung menatap mata Mai dengan tajam dan menjawab,
"Tidak, Kamu harus tetap di rumah urus Rumah dan anak-anak"
"Tapi Mas, sudah hampir 1 tahun Aku tak menengok Ibu, apalagi saat ini Ibu sakit, tolong lah Mas, sekali saja"
Hasan merasa terganggu dengan pembicaraan ini, Hasan pun marah dengan berkata,
"Bisa tidak sih Kamu nurut saja dengan Aku, Aku bilang tidak ya tidak!! Aku sedang ingin makan, Kamu bisa-bisanya mengajak Aku bicara hal tidak penting"
Mai kaget mendengar kata-kata itu dari suaminya, seakan-akan ibunya adalah hal yang tidak penting baginya, padahal Ia selalu menganggap ibu Hasan adalah ibunya juga, dan Mai selalu bersikap sopan terhadap keluarga Hasan.
Merasa tak mendapatkan izin dari sang suami, Mai Kembali ke kamarnya dan seketika air mata berlinang membasahi pipinya.
"Ya Allah Ibu, maafkan Mai ya, lagi dan lagi Mai tidak bisa pulang menjenguk Ibu, doa Mai dari jauh untuk Ibu, semoga Ibu lekas sembuh"
Setelah mengelap air matanya Mai kembali ke dapur melanjutkan mencuci pakaian.
Selesai sudah pekerjaan Fery mengukir dari pagi hingga sore, Setelah itu Fery menyuruh Asri untuk mengambilkan sebotol minum air putih untuk dirinya.
"Ini ayah"
Fery hanya menganggukkan kepalanya.
Karena sebelumnya Irna sudah memberitahu Asri soal ibunya yang sakit, kini Asri pun meminta izin untuk menjenguk sang ibu.
"Terserah jika Kamu mau kesana, tapi ingat kalo untuk menyumbang atau membiayai, Aku tidak punya uang"
"Tidak kok Ayah, Aku hanya meminta izin untuk pergi menemui Ibu"
Lalu Fery bertanya apakah di sana ada kakaknya atau tidak.
"Kalau soal itu Aku tidak tahu"
"Jangan-jangan nanti kakak Iparmu juga ikut datang menjenguk Ibu, lalu menagih hutang sama Kamu"
Asri terdiam kalau soal hutang, karena apa yang harus Ia jawab, dan memang hari ini harusnya Mereka berdua membayar hutang ke kakak iparnya.
"Jadi sebaiknya Kamu kesana dan minta maaf jika Kamu sedang tidak punya uang"
"Iya Mas kalau soal itu, Aku pasti bilang sama Ibu"
"Pasti Ibumu langsung berpikiran bahwa Aku laki-laki yang tidak bertanggung jawab"
"Tapi ibu gak mungkin bicara seperti itu kok"
"Jadi Kamu mau ku ingatkan lagi soal perkataan Abah Joni kepada Kita seperti apa?"
Asri terdiam tak menjawab, ternyata Asri dan Fery dahulu pernah mendapat kata-kata dari Abah Joni suami ibu yang tak nyaman baginya.
"Kalau begitu Aku siap-siap dulu"
Fery melanjutkan makannya, dan tiba-tiba saja Ia mendapatkan transfer dari customer yang di nanti-nanti dari kemarin, Ia membuka handphonenya saat mendengar notifikasi.
"Alhamdulillah akhirnya"
Fery tersenyum senang, Asri pun datang dengan pakaian yang sudah siap untuk pergi, menggendong Rian, dengan menggandeng Rina.
"Tunggu bunda, Aku dapat transfer barusan, ini ATM nya, sekalian nanti di jalan Kamu ambil uang itu"
"Tapi Ayah, sepertinya ribet sekali kalau Aku harus mengambil uang, turun lagi dari angkot dan membawa anak-anak, apa tidak sebaiknya Kamu mengantar Kami, sekalian mengambil uang"
Fery mencerna ucapan Asri, dipikirannya ada benarnya Ia pun takut terjadi sesuatu nantinya di tempat ATM.
"Baiklah, tunggu Aku selesai makan"
Asri tersenyum senang, dalam hatinya berkata,
"Alhamdulillah Ayah mau mengantar Kami, Alhamdulillah ya Allah transfer itu membuat suamiku jadi mau mengantar Kami"
Setelah selesai dengan makannya, Fery mengambil jaket dan mulai menyalakan mesin motor, Asri segera naik ke motor begitu juga dengan Rina yang berdiri di bagian depan.
"Rina, mau jajan apa?, Ayah belikan nih"
"Rina mau jajan es krim Ayah"
Asri merasa bahagia mendengar suaminya ingin membelikan jajan untuk anaknya, sebenarnya jika Fery punya uang fery bersikap baik kepada anak dan istrinya, tapi jika sedang dalam posisi yang melilit tak ada uang, entah kenapa sikapnya suka cuek dan marah-marah terus.
Memang uang mengubah segalanya, tapi yang Asri inginkan sebenarnya bukan uangnya melainkan perlakuan suami kepadanya jika suami bersikap baik, saat ada uang atau tidak ada uang, istri mana yang tak begitu membanggakan suaminya.
Kami pun sampai di ATM, Fery masuk ke dalam dan mengambil semua isi ATMnya, tak lama Ia keluar dan mulai membuka dompetnya.
"Ini Beri pada kakak iparmu hutang yang waktu itu dan kemarin lusa"
Fery memberikan tiga lembar uang lima puluh ribu kepada Asri.
"Tapi Ayah, hutang ayah kan dua ratus lima puluh"
"Iya Aku tahu, Aku bayar segini dulu bilang pada kakak Iparmu, hanya punya uang segini sisanya nanti jika sudah ada uang lebih"
Asri pun penasaran berapa uang yang diberikan oleh customernya itu, lalu Asri bertanya pada suaminya.
"Untuk apa Kamu tanya-tanya soal itu, berapapun uang yang Aku dapat, lalu Aku berikan pada Mu, ya Kamu terima saja, ini... Uang untuk pegangan Kamu"
"Ini untuk berapa hari?"
Tanya Asri.
"Tidak tahu, pakai saja irit-irit kalau bisa ya satu Minggu"
Asri tercengang diam, Fery memberikan sejumlah uang hanya dua ratus lima puluh ribu di pergunakan dalam satu Minggu plus dengan uang jajan anak sekolah dan beras.
"Tapi ayah, ini pasti kurang"
"Asri.. Sudahlah uang lebih nya Aku pegang, Aku tidak akan meminta rokok sama Kamu kok, uang ini untuk modal Aku lagi"
"Bunda tahu, tapi sebenarnya Ayah itu dapat berapa, kenapa tidak ayah biarkan Aku yang mengelola keuangan"
"Enak saja, Aku capek kerja, masa uang ini Aku berikan pada Kamu semua"
Asri sungguh tak mengerti jalan pikiran suaminya, dimana-mana biasanya seorang suami akan memberikan seluruh uang gajinya untuk Istri, agar Istrinya yang mengelola keuangan dalam rumah tangga, tapi tidak untuk Fery, Dia selalu ingin memegang uang dan tak pernah terbuka akan berapa pendapatannya kepada sang istri.
Asri hanya terdiam tak menjawab lagi, Asri terdiam dengan muka memelas, Fery pun berkata,
"Harusnya Kamu bersyukur masih di kasih uang sama suami"
Asri langsung menatap suaminya dengan wajah yang tak begitu percaya suaminya berkata seperti itu.
"Apa...Kamu mau berontak, apa mau Aku ambil lagi uangnya"
"Tidak... Baik akan ku gunakan sebisa Aku"
"Gitu lah dari tadi harusnya Kamu mangut saja, ini malah protes"
Lalu Fery memberikan uang lima ribu rupiah kepada Rina.
"Ini untuk Rina beli es krim"
Rina tersenyum biarpun hanya di berikan uang lima ribu rupiah saja, namanya anak kecil pasti senang dan bahagia.
"Makasih Ayah, Rina sayang ayah"
"Sama Ayah juga sayang Rina"
Rina memeluk sang Ayah, Asri merasa terharu melihat putrinya sudah pintar dalam bicara, namun di balik rasa bangga pada anaknya, ada rasa kecewa terhadap Suaminya yang tak begitu perduli akan kebutuhan sang anak, Fery hanya memberikan setitik uang saja, tapi untuk perhatian dan kepeduliannya Rina jarang mendapatkannya dari sang Ayah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments