Sesampainya di rumah, Aga berubah menjadi lebih ceria. Anak itu tidak lagi murung seperti tadi pagi ataupun saat dijemput dari sekolah.
Aga langung menghampiri kakeknya yang berada di dapur dan bercerita bahwa tadi dia bertemu om ganteng. Tidak hanya itu, Aga dengan antusiasnya berkata bahwa pm itu mau jadi ayahnya.
Tentu saja Pramono langung mengerutkan alisnya sambil melihat ke arah putrinya. Meminta penjelasan dari cerita panjang nan penuh semangat dari Aga.
" Sayang, ayok ganti baju dulu abis itu makan ya. Ughh belepotan sekali anak ibu habis makan ice cream."
" Tapi Aga belum selesai celitanya sama Tatek."
Dara tersenyum, tampaknya Aga memang berantusias akan hal yang baru ia temui. Dara berpikir itu hanya sementara saja, tapi siapa sangka kalau kejadian itu akan terus teringat di kepala Aga nantinya.
" Nanti lagi ya, sekarang cucu kakek bau keringet nih. Jad ceritanya dilanjutin nanti kalau udah bersih dan wangi ya."
Aga mengangguk dengan antusias, ia lalu pergi ke kamar dengan patuh untuk mengganti pakaiannya. Bayangan wajah pria tadi terus menempel pada mata Aga. Dan lagi-lagi dia menanyakan tentang siapa pria itu kepada Dara.
Dara sungguh tidak ingin Aga tahu lebih banyak perihal Kaivan, sehingga dia hanya mengatakan bahwa Kaivan itu adalah teman lamanya. Teman semasa SMA nya dulu.
" Ooo jadi Om ganteng tadi temen Ibu?"
" Iya dan om itu rumahnya jauuuh, jadi tadi Aga hanya kebetulan saja bertemu." Dara mencoba menjelaskan kepada Aga tentang keberadaan Kaivan.
" Yaah, nda bisa jadi ayah Aga dong." Aga berucap dengan nada lesu. Padahal ia tadi sangat bersemangat, tapi Dara tidak ingin membiarkan hal itu. Ia jelas tidak mau jika Aga berharap.
Dengan ini Dara mencoba memikirkan kembali untuk menghubungi Davka. Bagaimanapun pria itu adalah ayah biologisnya Aga, meskipun hingga saat ini Davka sama sekali tidak pernah berperan sebagai ayah barang seujung kuku pun.
Sebagai suami, dia mengabaikan istrinya sejak mengandung, DNA puncaknya membiarkan istrinya melahirkan sendirian tanpa pendampingan. Dan sebagai seorang ayah, dia mengabaikan Aga selama dalam kandungan hingga dilahirkan ke dunia ini. Bahkan yang mengadzani Aga adalah Pram dan bukannya Davka.
Hancur lebur hati Dara saat mengetahui bahwa selama ini dia dan Aga diabaikan itu karena Devka memiliki wanita lain. Semua cerita itu terbuka ketika teman-teman Dara yang bekerja di tempat yang sama membukanya.
" Huuhft."
Dara mengusap wajahnya kasar. Rasanya sungguh enggan untuk kembali berhubungan dengan pria itu, tapi melihat Aga yang begitu menginginkan sosok ayah membuat membuatnya harus berpikir ulang. Tapi, sebuah pertanyaan muncul dalam kepala Dara, akankah pria itu mau menemui Aga. Atau sementok-mentoknya menelpon dan berkata " Hay Aga, ini ayah!", sepertinya itu pun akan sulit.
" Ibu, ibu tenapa?"
" Eeh, Ndak kok. Ndak kenapa-kenapa, ya udah yuk keluar, kakek pasti udah nunggu Aga buat makan siang."
Aga berlari lebih dulu menuju ke luar kamar. Pra, sudah menyambut Aga lalu menaikkan cucunya itu di atas kursi. Mereka makan siang bertiga dengan pemikiran masing-masing. Terlebih Pram, dia masih membutuhkan penjelasan dari apa yang cucunya katakan tadi.
" Apa kamu ketemu mantan suamimu?" Pram langung bertanya saat Dara membereskan piring-piring yang sudah selesai digunakan. Ia juga segera mencucinya agar sang ayah tidak lagi mengerjakan sesuatu setelah makan.
" Nggak Pak, aku nggak ketemu dia."
" Lalu yang diceritakan Aga tadi siapa?"
" Kaivan, Kaivan Sandy Abinawa. Kami ketemu nggak sengaja di mini market. Tadi Aga sedikit murung, gurunya cerita kalau dia nggak mau main dan selalu sendirian. Jadi aku izin pulang cepet dan jemput dia. Kami mampir di mini market untuk membeli es, tapi siapa sangka malah ketemu Kaivan. Dan Aga tiba-tiba bilang ke Kaivan untuk jadi ayahnya. Haaah, pusing aku Pak."
Pram tidak bisa berkata-kata, ia terlalu terkejut dengan cerita yang disampaikan oleh putrinya. Ditambah ucapan cucunya tadi yang berkata om ganteng mau jadi ayahku, itu langung membuat kepalanya berdenyut.
Ia tentu tahu mengapa Dara menjauhkan diri dari keluarga Abinawa. Bahkan Pram rela menjual rumahnya yang ada di Jakarta dan pindah ke Malang. Semua alasan yang Dara ucapkan sangat masuk akal sehingga ia juga setuju akan ide Dara untuk meninggalkan kota dimana ia dilahirkan dan dibesarkan itu.
" Udah Pak jangan dibahas dan kalau Aga cerita nggak usah ditanggapi, nanti pasti lupa sendiri."
Agaknya Dara benar-benar tidak tahu bahwa putranya itu memiliki daya ingat yang bagus. Aga tidak akan lupa hanya karena tidak pernah membahas suatu peristiwa. Anak itu bahkan akan mengingat jauh lebih baik dari pada anak-anak lainnya. Maka dari itu perihal pertemuannya dengan Kaivan pasti akan terus terngiang di benaknya.
" Tatek, talau Om ganteng tadi temen Ibu, belalti Tatek tenal dong?"
Nah baru saja tadi dibicarakan, sekarang Aga sudah menanyakan kembali perihal Kaivan. Ini sungguh akan jadi hal yang tidak mudah dilewatkan begitu saja oleh Aga.
" Eh, ehmm kenal sih. Tapi Kakek udah lupa Ga, soalnya udah lama anggap ketemu," jawab Pram penuh dengan pengalihan.
" Ooh begitu, om itu ganteng lho Tek, pasti talau jadi ayah Aga coco. Ibu kan tantik jadi pas talau sama om ganteng itu. Tasihan tan nggak punya temen. Semua temen Aga, ibunya pasti ada temennya. Temalin pas piknik juga semua ada ayahnya, aga doang yang ndak ada ayahnya. Dan cuma Ibu yang ndak punya temen."
Mendengar semua ucapan Aga membuat Pram trenyuh juga. Yang dimaksud teman ibu itu adalah suami. Tidak ada sosok ayah di dalam rumah, Aga menyebut pria yang ia lihat bersama ibu-ibu dari rekan sekelasnya itu 'teman', rasanya Pram ingin menangis.
Aga, cucunya yang baru berusia 4 tahun itu jelas masih sangat membutuhkan sosok ayah. Aga hanyalah sepeti anak kecil lainnya yang ingin bermain dengan ayahnya.
Terkadang Pram mengeluh dan mempertanyakan, mengapa putrinya harus mengalami nasib pernikahan yang sama seperti dirinya. Dara yang sejak remaja kehilangan kasih sayang ibunya karena ibunya memilih pergi disaat Pram terpuruk, kini ia harus ditinggal suaminya saat Aga bahkan masih sangat kecil.
" Ya Allah, kesalahan apa yang sudah hamba perbuat sehingga putri hamba harus mengalami kegagalan dalam berumah tangga. Sudah dari muda dia berusaha keras, mengapa hingga saat ini dia juga masih terus bekerja keras bahkan dengan hati dan mental yang jatuh. Apa mungkin jika dulu kami tidak meninggalkan Jakarta ... nggak, nggak boleh begitu. Nggak boleh berandai-andai. Semua memang sudah terjadi. Nasi telah jadi bubur, yang perlu dilakukan adalah membuat bubur itu menjadi enak untuk dimakan."
Pram hanya mengusap kepala cucunya karena dia tidak bisa menanggapi ucapan Aga. Biarlah semuanya bejalan seperti ini saja. Mungkin benar kata Dara, nanti Aga akan lupa sendiri semua yang dikatakan.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Nanik Kusno
Haaahhhhh.... kasian banget hidup Dara....😥😥😥😥😥
2024-12-26
0
Sandisalbiah
kalau udah menyangkut perasaan anak apa lgi yg model kritis kek si Aga ini emang sedikit ribet.. kudu ektra sabar dan kecerdasan buat menanggapinya.. krn setiap jawaban utk oertanyaanya pasti akan muncul oertanyaan lain sebelum dia mendapatkan apa yg dia mau dan terpuaskan...
2024-09-25
1
Erna Masliana
ngapain...gak usah..
2024-09-13
0