NovelToon NovelToon

Jadi Ayahku Ya Om!

JAYO 01: Ayah Aga Mana?

" Ibu, tok Aga ndak pelnah dijemput sama diantel Ayah sih talau setolah. Temen-temen Aga tuh temuanya ada ayahnya. Tok Aga ndak?"

Bukan hanya sekali bocah lelaki kecil itu berkata hal demikian perihal pria yang membuatnya ada di dunia ini. Dan bukan hanya sekali ini juga Dara menahan air matanya setiap sang putra menanyakan keberadaan mantan suaminya.

Dara Neana Pramesti, wanita berusia 30 tahun tersebut harus selalu menahan rasa sakit hatinya setiap Agastya Virendra atau Aga mencari ayahnya. Pria yang dulu pernah ada dalam hatinya dan ia cintai itu kini ia sangat membencinya karena meninggalkan dirinya dan anaknya yang bahkan usia Aga belum genap setahun.

Menyesalkan ia menikah dengan pria itu? Ya, mungkin saat itu Dara menyesal, tapi setiap dia melihat putranya, rasa sesal itu berubah menjadi syukur. Dia amat sangat bersyukur karena Aga merupakan malaikat kecil yang sudah dikirim oleh Tuhan untuknya.

" Ayah Aga pergi ke tempat yang jauh, dan Ibu juga ndak tahu dimana. Ya udah bobok yuk, besok kan harus sekolah."

Hanya itu yang Dara bisa katakan kepada Aga. Dia tentu tidak bisa mengatakan hal yang sebenarnya bahwa ayah dari anaknya pergi meninggalkan mereka dengan wanita lain. Cukup dirinya saja yang sakit hati, dan jangan dengan putranya.

Hanya butuh waktu beberapa menit Aga sudah terlelap. Sebuah ciuman selamat malam Dara labuhkan di kening sang putra. Dengan hati-hati, Dara merangsek turun dari ranjang dan keluar dari kamar.

" Pak," ucap Dara terkejut saat mendapati sang ayah yang berdiri di depan pintu. Rupanya lagi-lagi ayahnya mendengarkan kelurahan sang cucu. Sakit hati yang dirasakan Dara ternyata juga dialami oleh Pramono. Ayah mana yang tidak sakit hatinya dan marah melihat putrinya disia-siakan seperti itu. Namun Pram tidak berdaya, mengingat dirinya hanyalah orang biasa tanpa punya kuasa dan kedudukan.

" Maafin Bapak ya nduk, Bapak ndak bisa belain kamu. Bapak ndak bisa berbuat apapun. Dan kini kalian berdua harus hidup seperti ini."

Air mata Pram luruh, dia sungguh tidak kuasa setiap mengingat betapa menderitanya sang putri satu-satunya. Ditambah lagi cucunya semakin besar semakin pintar. Pertanyaan perihal ayah tidak hanya Aga tujukan kepada Dara tapi kepada Pram juga.

" Pak, ini bukan salah Bapak. Ini adalah salahku karena salah mencari suami, ini adalah salahku karena terlalu cepet percaya dengan pria bajingan seperti itu. Jadi Bapak nggak usah menyalahkan diri sendiri. Mungkin memang takdirku begini Pak. Lagi pula aku sudah bahagia dengan cukup hidup bersama Bapak dan Aga."

Tidak, tidak seperti itu yang ada dalam pikiran Pram. Semua itu ada salah dirinya yang andil di dalamnya. Perasaanya yang tidak nyaman dulu saat pria itu mendekati Dara hingga mereka menikah, ia abaikan karena Dara terlihat begitu bahagia. Namun semuanya terbukti ketika Dara melahirkan dan puncaknya setelah usai Aga lebih dari 6 bulan.

Percekcokan hingga tangan yang membekas di pipi Dara menjadi bukti bahwa pria itu benar-benar bajingan bangsat. " Kembalikan putriku, aku nggak butuh pria sepeti bajingan menjadi pendamping dari putriku!"

Dengan keadaan murka, Pram mengacungkan tongkatnya ke arah wajah dari Davka Hirawan. Nama pria itu pun enggan sekali ia sebutkan. Dan belum genap usia Aga satu tahun, Dara dan Davka resmi berpisah tanpa pernah sekalipun Davka memberikan nafkahnya untuk Aga hingga usia Aga kini 4 tahun.

Tapi Dara sama sekali tidak pernah menuntut, adanya Aga bersama dirinya saja sudah cukup. Hak asuh sepenuhnya didapat olehnya, dan itu sudah lebih dari apa yang ia inginkan. Dara tidak peduli perihal Davka yang tidak memberi nafkah barang serupiah pun bagi putranya karena meskipun tidak banyak, dia masih bisa memberikannya.

Malam berlalu berganti pagi. Sambil bersiap sendiri, Dara juga menyiapkan putranya. Hari ini KB ( kelompok bermain) dan TK ( taman kanak-kanak) dimana Aga sekolah akan mengadakan darma wisata. Usia Aga 4 tahun, dia akan pindah dari KB ke TK dan darma wisata ini merupakan kegiatan yang dilakukan setahun sekali. Awalnya Dara tidak ingin ikut, tapi melihat Aga yang antusias akhirnya Dara pun mengalah izin dari tempat kerjanya.

" Apa ini Pak?"

" Itu bekal buat Aga sama kamu buat nanti di jalan."

Dara tersenyum, Pram mengambil alih pekerjaan ibu rumah tangga selama ini. Sudah sejak dari Dara SMA, Pram yang berhenti kerja karena mengalami kecelakaan kerja saat di pabrik dulu harus banting stir. Dia akhirnya menjadi pembuat nasi box atau apa saja makanan yang biasa dipesan, bisa dikatakan Pram mempunyai usaha catering kecil-kecilan.

" Ini nanti kemana aja nduk?"

" Jatim Park sama Museum Angkot pak."

" Tatek ... Tatek ... Aga mau lihat hewan-hewan nanti. Aga mau lihat halimau."

Aga sungguh terlihat antusias membuat Dara dan Pram tersenyum lebar. Bagi keduanya, saat ini kebahagiaan Aga adalah prioritas utama.

Semuanya sudah siap, Dara menyalakan motornya menuju ke sekolah. Ia sungguh berharap hari ini akan menjadi hari yang paling menyenangkan untuk Aga. Sudah lama juga ia tidak membawa Aga keluar berjalan-jalan. Semua itu karena kesibukannya bekerja di sebuah perusahaan swasta sebagai seorang asisten manager bagian pemasaran. Terkadang hari Minggu saja dia harus masuk untuk bekerja.

" Waah Bu, busnya banyaaa ... Aga suta naik bus."

" Iya nanti kita naik bus kok. Nah itu Bu Guru, ayo sapa dulu,"

Dengan langkah riang, Aga menghampiri gurunya. Dara juga menjabat tangan Bu guru yang selama setahun ini mengajar Aga. Tampak wajah-wajah bahagia dari semua anak. Tapi tiba-tiba Aga terlihat murung. Dara sampai mengerutkan alisnya karena perubahan wajah Aga.

" Aga kenapa sayang, apa badannya nggak enak?"

Aga menggeleng, bocah laki-laki itu menunduk dalam melihat ujung sepatunya.

" Sayang, anak Ibu tadi kan udah happy mau piknik, kok sekarang jadi murung gini. Kenapa hmm?" Dara mengulang lagi pertanyaannya. Terkadang ia juga masih sulit menebak apa yang dirasakan oleh putranya itu.

" Aga mau taya temen-temen. Piknik sama ibu dan ayah. Aga sedih, talena Aga ndak punya Ayah yang itut pitnik."

Degh!

Shaaaah

Dada Dara langung sesak. Anaknya meskipun masih belum jelas cara bicaranya namun memiliki pemikiran yang jauh. Diusianya yang menginjak 4 tahun kemarin, dia selalu sibuk menanyakan keberadaan ayahnya. Penjelasan Dara perihal Devja rupanya masih belum diterima oleh Aga.

" Tok ayah pelgi sih Bu? Ayah ndak suta ya sama Aga? Aga natal ya, jadi Ayah pelgi."

Rasanya Dara ingin menangis sekarang ini, matanya bahkan sudah berembun. Tapi sebisa mungkin dia menahan hatinya itu. Hal yang saat ini bisa dilakukan hanyalah meraih tubuh putra kecilnya kedalam pelukannya dan menenangkannya.

" Aga anak ibu yang paling pinter dan sholih, Aga juga nggak nakal. Aga anak baik. Ayah yang nggak tahu betapa baiknya Aga. Sudah di sini ada Ibu kan, jadi Aga nggak perlu lagi sedih. Ibu selalu ada untuk Aga dan nggak akan pernah ninggalin Aga."

" Ote, janji ya."

Dara lega, rupanya Aga sudah tidak merengek perihal mengapa ayahnya tidak ada. Sungguh ia tidak menyangka bahwa pada situasi ini Aga akan seperti itu. Ini adalah hal yang normal mungkin mengingat beberapa murid lainnya datang bersama orang tua yang lengkap.

" Maafkan Ibu sayang."

TBC

JAYO 02: Pasangan Lucknut

" Kapan kamu mau nikahin aku Mas? Ini udah tahun keberapa kita sama-sama, tapi kamu cuma ngegantung aku kayak gini!"

Pekikan suara wanita menggema di sebuah rumah. Dia baru saja bangun dari tempat tidurnya namun sudah terlihat sangat marah. Bukan tanpa alasan wanita itu marah besar. Selama ini hubungannya hanya ditangguhkan dan tidak ada kejelasan.

Erika Ikhsana, wanita berusia 28 tahun sudah lama jadi kekasih dari pria yang ia cintai. Namun hingga saat ini pria itu belum juga memberi kepastian akan hubungan mereka.

" Erika, please jangan kayak gini apa. Aku pusing pagi-pagi kamu udah teriak-teriak. Emang mending Dara, dia nggak pernah teriak ke aku."

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di pipi Davka. Erika selalu kesal setiap pria itu membawa nama mantan istrinya. Bahkan tidak jarang Davka akan membandingkan Erika dengan wanita yang sudah lama diceraikannya itu.

Erika jelas tidak terima, dia merasa dirinya jauh lebih baik dari wanita yang bernama Dara. Jika bukan begitu Davka tidak akan meninggalkan wanita itu demi dirinya. Itulah hal yang ia yakini hingga saat ini.

" Jangan keterlaluan kamu Erika!" pekik Davka sambil mengusap pipinya yang terasa panas.

" Kamu yang keterlaluan Mas, kamu! Kamu beneran brengsek Mas!"

Erika terus memukuli dada Davka sambil menangis tersedu-sedu. Rasa marah dan kecewa semuanya bercampur jadi satu dan akhirnya meluap seperti sekarang. Sudah berkali-kali seperti ini, tapi Davka sama sekali tidak segera meningkatkan hubungan mereka dari berpacaran menjadi pernikahan.

Greeb

Tubuh Erika dipeluk yang oleh Davka masih bisa meronta namun tidak sekuat tadi. Tertinggal tangis yang terisak-isak. Davka juga mengusap dan mencium rambut Erika dengan lembut sehingga membuat wanita itu kembali tenang.

Namun tatapan mata Davka hanya datar, ia merasa bingung juga tidak tahu harus bagaimana dalam menghadapi Erika. Wanita itu bukannya baru sehari, seminggu, sebulan ataupun setahun bersamanya, namun sudah bertahun-tahun. Tidak dipungkiri bahwa waktu itu Davka memang menjanjikan pernikahan, namun entah mengapa setiap Erika membahas pernikahan, Davka selalu menghindar. Bahkan rasanya ia enggan untuk itu. Akan tetapi kali ini sepertinya Davka tidak bisa lagi menghindar.

" Maafkan aku Erika, ayo kita bicarain ini dengan kepala dingin. Setelah tugas luar kota ku, kita bicarakan itu oke?"

Shaah

Erika menatap wajah Davka dengan dalam. Ia mencari kebenaran pada mata pria itu, pria yang sudah jadi kekasihnya selama ini, pria yang sudah ia berikan segalanya dalam hidupnya, pria yang sangat ia cintai. Ia melihat kedalam, menyelami hati pria itu melalui tatapan matanya, meskipun belum sepenuhnya tapi sebuah kejujuran dan kebenaran bisa Erika rasakan.

" Janji? Jangan bohong lagi ya? Kapan kamu berangkat keluar kota nya?"

" Lusa sayang, paling 3 hari aku pergi. Setelah itu ayo kita bicarain pernikahan kita."

Senyum terukir di bibir Erika, ini adalah penantian lama. Penantian bertahun-tahun yang sangat ia impikan dan sebentar lagi akan jadi kenyataan. Tapi seketika senyuman itu redup ketika ia mengingat kata-kata dari Davka tadi. Perihal mantan istri yang kembali disebut setiap mereka adu mulut.

" Mas, boleh aku minta sesuatu. Please, jangan sebut wanita itu saat kita bersama. Bukankah kamu udah ninggalin dia, lalu buat apa kamu nyebut-nyebut nama dia lagi?"

" Ya ya, oke."

Lain di mulut lain pula di hati dan pikiran. Davka memang berkata seperti itu, menyetujui permintaan Erika untuk tidak menyebut nama Dara. Namun yang terjadi, selama beberapa minggu ini dia malah teringat akan mantan istri yang lama ia tinggalkan itu. Otaknya selalu membayangkan senyum dari si mantan istri.

" Hari ini kamu pulanglah dulu Erika, aku mau istirahat. Hari ini banyak banget kerjaan jadi aku lumayan capek."

" Oke Mas kalau gitu, besok pagi aku akan datang buat bawain kamu sarapan."

Cup

Erika mengecup singkat bibir Davka dan segera meninggalkan rumah pria itu. Dia memang terkadang menginap di sana, namun jika Davka memintanya untuk tidak tinggal maka ia pun akan pulang. Lagi pula memang seperti itu lah Davka, ia sudah tidak asing lagi. Bahkan dulu ketika pria itu masih menjadi suami orang, Davka juga lebih suka berada di luar dari pada di rumah bersama istrinya.

Selama perjalanan pulang, Erika terus berpikir mengenai perubahan Davka. Meskipun dari luar dia tidak menunjukkan kecurigaannya tapi dibelakang wanita 28 tahun itu jelas merasa khawatir.

Davka biasanya tidak pernah menyebut nama mantan istrinya. Namun memang akhir-akhir ini dia selalu mengingat wanita itu, Dara Neana Pramesti wanita yang pernah ada di hidup Davka. Meskipun hanya dua tahun namun mereka pernah menjadi pasangan suami istri.

Rasanya Erika masih tidak terima perihal ini. Wanita itu pernah memiliki Davka, namun dirinya belum hingga saat ini. Status kekasih tentu bukanlah klaim sebuah kepemilikan kecuali mereka sudah menikah.

Erika kembali mengingat masa lalu, dirinya, Devka dan Dara berasal dari lingkup pekerjaan yang sama. Ia yang sudah menyukai Davka dari lama harus menelan kekecewaan dan sakit hati yang mendalam saat Davka dekat dengan Dara dan akhirnya memutuskan untuk menikah. Harapannya menjadi pupus, namun tak lama kemudian Dara resign dari pekerjaan karena hamil. Mulai dari itu Erika mulai menjadi dekat dengan Devka. Terlebih mereka menjadi satu bagian yakni di bagian pemasaran.

Devka adalah direktur pemasaran dan Erika dari staf menjadi sekertaris si direktur. Keseringan mereka bersama membuat Erika mengembangkan kembali perasaanya. Gayung pun bersambut, Davka selalu mengeluh bahwa Dara tidak lagi perhatian dan sibuk dengan dirinya sendiri. Dia juga merasa tidak puas akan pelayanan Dara yang memang sedang hamil.

Dan pada akhirnya saat keduanya bertugas di luar kota satu hal pun terjadi. Mereka menghabiskan malam panas, berbagai peluh dan kehangatan.

" Kamu cantik Erika, sangat cantik. Lebih cantik dari pada Dara. Ughhh, dan ini rasanya sungguh enak. Arghhh!"

" Hah .. haah, Mas a-aku suka kamu Mas. Eughh."

Tidak ada rasa takut dan tanpa rasa bersalah mereka saling berguling di kamar hotel. Padahal Dara saat itu tengah mengandung darah daging Davka, tapi pria itu sama sekali tidak ingat akan keduanya dan asik sendiri bersama wanita lain.

Awalnya Erika pikir malam itu akan berlalu begitu saja, tapi ternyata tidak. Hubungan mereka berlanjut, dan setiap bertemu mereka pasti akan melakukan hubungan sekssual.

" Haah, nggak bisa. Aku nggak bisa ngelepasin Davka. Aku nggak bakalan bisa hidup tanpa dia. Bagaimanapun aku harus jadi istrinya Davka. Lagi pula Dara, wanita itu sudah sepenuhnya menghilang dari kehidupan Davka. Aku yakin mereka tidak pernah bertemu, dan Davka juga nggak ada niatan buat nyari anaknya. Jadi nggak mungkin Davka kembali lagi pada Dara."

Erika menggenggam setir kemudi mobilnya dengan erat. Sebuah tekad ia buat. Dan sebuah rencana sudah ia siapkan jika Davka tak kunjung menikahinya.

TBC

JAYO 03: Aga Pengen Punya Ayah

Aga masih sibuk bercerita kepada kakeknya perihal darma wisata yang dilakukannya beberapa waktu yang lalu. Antusias anak itu belum usai dalam menceritakan tempat yang dikunjungi. Terlebih hewan-hewan yang ia lihat itu diceritakan satu per satu kepada kakeknya.

" Bagus lho Tek, bulungnya tantik, warna warni, ada yang ketil ada yang besaaal. Ughh Aga pengen kesana lagi, ada halimau juga."

Pram tersenyum sambil berkata iya, oh, waah setiap cucunya bercerita. Tapi sungguh ia merasa senang karena Aga terlihat bahagia setelah darma wisata kemarin.

" Ayoo udah ceritanya, sekarang saling sama Kekek, kita harus let's go ke sekolah." Setelah libur sudah dua hari Aga kembali ke sekolah. Dara sudah menyiapkan keperluan Aga.

" Iya Ibu, ini juga udah siap tok," ucap Aga sambil menenteng tas sekolahnya.

Setiap hari jika tidak ada keperluan Dara akan mengantar putranya. Dan ketika pulang dia Aga akan dijemput ojek langganannya yang memang Dara pinta untuk khusus menjemput Aga. Ayahnya yang memiliki keterbatasan pada kaki membuat Dara tidak tega jika harus meminta tolong untuk menjemput Aga.

Dengan mengendarai mobil sederhana, Dara berjalan lebih pagi agar tidak terkena keramaian jalanan. Ia juga membekali putranya dengan car seat agar lebih aman dan nyaman dalam berkendara.

Tidak butuh waktu lama untu Dara sampai di sekolah. Ia juga selalu mengantarkan Aga tepat di depan kelas dan menitipkan Aga pada gurunya.

Wajah putranya tidak lagi mendung dan juga tidak bertanya lagi jika ada temannya yang diantar oleh ayahnya.

" Maaf ya Bu Dara, saat kemarin pengambilan rapot saya lupa menyampaikan. Di sekolah beberapa waktu ini kok Mas Aga nya suka sendirian, dan murung."

Degh!

Dara pikir Aga sudah baik-baik saja, tapi ternyata tidak. Nyatanya di sekolah Aga masih suka menyendiri dan murung, padahal jika di rumah anak itu tidak bersikap demikian. Atau mungkin saja Dara yang tidak tahu. Tapi sejauh ini sepengetahuannya semua berjalan dengan baik.

" Apakah sampai sekarang Aga masih sering begitu Bu Guru?"

" Mohon maaf Bu Dara, sayangnya iya."

" Baik Bu, terimakasih untuk informasinya. Saya akan memberikan afirmasi positif kepada Aga saat di rumah. Saya mohon untuk membantu Aga di sekolah ya Bu."

Dara pamit undur diri, ia sedikit kepikiran dengan putranya. Tapi dara kali ini harus fokus ke pekerjaannya dulu baru nanti jika sudah di rumah ia akan berbicara kepada Aga.

Di sekolah, Aga benar-benar tidak mau bergabung dnegan temannya saat bermain. Dia memilih bermain sendiri di pojokan. Jika ada temannya yang datang, dia menyingkir ke tempat lain yang tidak ada siapapun.

Bu Guru Aga yang bernama Bu Vira yang merupakan wali kelas Aga pun datang mendekat. Ia mengambil tempat duduk di sebelah Aga, dan memeluk anak itu dengan lembut.

" Mas Aga kenapa kok ndak mau main, apa sedang tidak enak badan?" Bu Vira memulai percakapan. Mengambil hati anak-anak itu susah susah gampang. Dan kasus Aga ini memang terkadang sulit tapi bukan berati tidak bisa sama sekali.

" Nda apa-apa Bu Vila, Aga lagi ngga pengen aja." ucap Aga datar tanpa senyum. Namun Bu Vira tidak menyerah. Ia berusaha mengajak salah satu muridnya untuk berbicara. Anak seusia itu butuh untuk di dekati dan terus diajak berbicara agar isi hatinya keluar.

" Aah alhamdulillah kalau Aga nggak sakit. Sebenarnya Aga lagi pengen apa sih, coba bilang ke Bu Vira biar Bu VIra nanti bilang sama ibunya Aga."

Diam, anak itu malah semakin diam dan menutup rapat mulutnya. Dan tidak lama kemudian anak itu meneteskan air mata tanpa bersuara. Bu VIra sedikit terkejut, ia lalu memeluk Aga dan menggendongnya dan dibawa keluar untuk ditenangkan.

Bu Vira tidak bicara lagi dia hanya memeluk Aga dan mengusap punggung anak itu dengan lembut. Bu Vira menunggu hingga Aga selesai dengan tangisnya.

" Hiks, Aga pengen punya ayah sepelti teman-teman Bu vila, Aga ndak punya ayah, Aga juga pengen punya ayah yang bisa antel Aga setolah. Huwaaa!"

Akhirnya tangis yang sebenarnya pun pecah. Sebagai guru, Bu Vira jelas tidak tahu perihal kehidupan pribadi keluarga murid-muridnya. Tapi yang Bu Vira tahu mengenai penjelasan singkat ibunya Aga,bahwa mereka sudah berpisah seja lama.

Bisa guru tersebut simpulkan bahwa Aga sama sekali tidak pernah melihat dan tahu keberadaan ayah kandungnya.

Mendengar hal tersebut dari mulut anak sekecil itu membuat Bu Vitra terenyuh. Ia tidak kuasa menahan air matanya yang sudah hampir jatuh. Namun tentu saja dia harus lebih tegar agar Aga tidak berlarut dalam kesedihan.

" Aga sayang, Nanti Aga pasti akan bertemu dengan ayahnya Aga. Sekarang Aga mainan dulu aja ya. Tuh teman-teman semua nunggu bermain sama Aga. Teman-teman pasti sedih kalau lihat Aga nangis."

Tidak ada sahutan dari anak itu, tapi Bu Vira tetap kembai membawa Aga untuk masuk ke kelas. Alhasil seharian dikelas mood Aga tetap tidak pulih sama sekali.

Teeeeeet

Jam pulang sekolah pun tiba, Bu Vira terkejut saat melihat Dara menjemput Aga, karena biasanya Aga dijemput saa tukang ojek langganan. Mungkin mengetahui mood putranya yang masih buruk, Dara memutuskan untuk izin lebih awa dari tempatnya berkerja.

" Maaf ya Bu Vira kalau hari ini Aga sedikit moody," sesal Dara.

" tidak apa-apa Bu Dara, namanya juga anak-anak. Mungkin saat ini Aga memang sedang butuh perhatian lebih dari Ibu."

Dara mengucapkan terimakasih, ia lalu menggendong Aga untuk pulang. Bisa ia lihat bahwa mata putranya itu sembab, dan Dara tahu kalau Aga baru saja menangis. Tapi Dara tidak ingin menanyakan hal tersebut, terlebih Aga masih terlihat diam saja.

Melihat sebuah mini market di samping jalan, Dara memutuskan untuk menghentikan mobilnya. Ia lalu mengajak Aga untuk turun. Sudah lama dia tidak memberikan ice cream untuk Aga karena memang dirinya membatasi sang putra mengonsumsi makanan manis termasuk ice cream. Tapi kali ini dia akan memberikan toleransi.

" Aga boleh ambil ice cream, bebas mau yang mana aja. Tapi cuma boleh satu."

Mata bocah 4 tahun itu berbinar, tanpa berkata apapun lagi ia langung memilih ice cream yang ia inginkan. Setelah itu ia berjalan menyusuri setiap sisi yang ada dalam mini market tersebut. Dan Dara juga sekalian untuk membeli barang keperluan di rumah yang sudah habis. Tapi sebelumnya ia sudah mengatakan kepada Aga untuk mencarinya jika selesai memilih ice cream yang ia inginkan.

Aga terus berjalan sambil bernyanyi, tanpa sadar tubuhnya menabrak seseorang. Aga melihat dari bawah ke atas, dan ia takjub melihat pria itu. Pria tampan dan juga keren bagi mata Aga.

" Eeh maap ya Om, Aga nda sengaja."

" Nggak apa-apa Nak, Om juga nggak kenapa-kenapa kok. Mana orang tuamu?"

Pria itu berjongkok dan membantu Aga mengambil Ice cream yang terjatuh. Dengan senyuman manis dari pria itu membuat Aga juga ikut tersenyum.

" Om ganteng, mau jadi ayah Aga nda. Aga nda punya ayah. Oh iya Ibu Aga tantik lho Om."

" Hahaha, anak ini lucu."

Tap tap tap

Suara langkah kaki mendekat kepada dua pria berbeda usia itu. Sebuah kata maaf terucap dari bibir orang itu perihal putranya yang sedikit sembarangan dalam berjalan. Namun ketika sang pria mendongak, dan mata mereka bertemu, kedua orang dewasa tersebut sama-sama terkejut.

" Kamu, ini anak kamu?"

" Ma-maaf, maafkan saya. Permisi!"

Sraak

Drap drap drap

Dara berjalan cepat bahkan menaruh semua barang yang ia beli. Awalnya ia juga ingin mengembalikan ice cream yang sudah dipegang oleh Aga, tapi tidak ia lakukan. Dara mengambil selembar uang dua puluh ribuan dan berlalu dengan cepat.

" Dara, akhirnya aku menemukanmu."

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!