Bunga Dari Surga II
Semenjak kepulangakan kami ke ponpes saat itu, hidup ini aku susun agar berjalan normal seperti biasanya.
Aku menyibukan diriku dengan kembali mengajar, yang berbeda adalah, kini dalam gendonganku ada seorang anak laki-laki yang Allah titipkan untuk ku besarkan dan kini selalu ku bawa kemanapun kaki ku melangkah.
Aku harus bangkit, membangun kehidupan ku dengan kesendirianku, aku harus kuat demi anak kami, anak aku dan Almarhum Mas Alfath suamiku tercinta. Aku menguatkan hatiku, demi buah cinta kami, demi membesarkan dirinya.
Aku bekerja dari jauh juga untuk perusahaan yang Mas Alfath titipkan. Yaaa, perusahaan yang menjadi warisan untuk anak sematawayang kami. Aku menjalankan dan menggantikan posisi Mas Alfath untuk perusahaan itu, sampai ku menunggu anak kami besar dan sanggup untuk mengelolanya sendiri, nanti.
Arkana kini semakin besar, ia selalu mencoba hal baru dalam dunianya. Repot? Tentu sangat repot. Bukan tak ingin aku titipkan Arkana pada Umma, atau pengasuh.
Tapi ku nikmati segalanya, karena aku ingin anakku merasakan belaian lembut tangan ibunya sendiri.
Tak jarang beberapa kajian tak jadi mengundangku untuk mengisi tausiyahnya, karena aku selalu membawa putra sematawayang ku.
Aku hidup menjanda, dan membesarkan Arkana seorang diri. Aku relaaa, karena aku hanya ingin berkumpul dalam cinta yang sama bersama suamiku, di surganya Allah.
Aku dibantu Umma dan Aba untuk mendidik putra sematawayang ku.
Umma dan Aba tidak pernah menyuruhku untuk menikah lagi dengan pria yang akan menggantikan Almarhum suamiku, karena mereka begitu mengerti dengan perasaanku.
Sementara keluarga mertua ku, Umi dan Papa mereka ikhlas dan mengizinkan Nisa untuk menikah lagi dengan siapapun pilihan Nisa bila mana Allah berikan jodoh lagi. Tapi hati ini rasanya mati untuk pria lain selain kepada almarhum suami tercinta.
Umi dan Papa, mertua yang amat menyayangiku dan juga cucunya, mereka selalu mengunjungi kami, dalam sebulan beberapa kali mereka datang berkunjung ke Indonesia untuk kami.
Hatiku begitu senang rasanya, karena Umi dan Papa tetap menganggap aku adalah menantunya sama seperti dulu saat masih ada Almarhum suamiku. Mereka juga masih memperlakukan ku sama seperti dulu, tak ada bedanya.
Arkana pun tidak pernah kekurangan kasih sayang dan perhatian dari semua keluarga kami. Semua begitu memperhatikan kehidupan kami, bahkan sampai pendidikan Arkana, Umi dan Papa juga begitu memperhatikan.
Aku selalu ingat pesan dari Papa mertua ku
"Jangan kamu ikut campur tentang keinginannya dalam masa depannya, cukup dukung kearah yang baik dan doakan, biarkan saja kemana langkah kakinya ia mau, asal tetap dalam jalan Allah"
Papa selalu ingin cucu laki-lakinya ini bisa menjadi orang sholih seperti Almarhum ayahnya.
Yaaa aku sangat mengerti. Sama seperti inginku, aku ingin sekali Arkana putraku, bisa menjadi penerus ayahnya, dan mewarisi sifat dermawan Almarhum ayahnya itu.
******
Hari ini Nisa di undang dalam sebuah kajian di Universitas yang dulu ia pernah bertemu dengan kakak tingkatnya sewaktu kuliah, Azam. Nisa mau mengisi kajian disana karena ia berfikir tidak akan bertemu lagi dengan Azam karena mereka pernah bertemu di Surabaya waktu itu.
Kajian ini bertemakan "Sehidup sesurga", Nisa begitu semangat karena ia ingin membagikan kisahnya bersama dengan suaminya sendiri. Ia ingin kisah cinta yang ia alami dalam hidupnya menjadi inspirasi pasangan muda untuk berfikir cinta sampai mati.
Nisa yang sedang memulai acara tersebut dalam sebuah gedung aula kampus, dengan pengeras suara, membuat suaranya terdengar jelas dibeberapa sudut kampus itu.
Nisa juga menjelaskan tentang suaminya yang kini sudah berpulang kembali kepada sang maha pencipta dan keadaan Nisa yang kini tetap mempertahankan cintanya untuk almarhum suaminya dan menjanda, semua para pendengar yang kebanyakan dari mereka adalah mahasiswi dan mahasiswa ikut larut dalam kesedihan saat mendengar kisah dari Nisa.
Acarapun selesai, semua pendengar sudah berhamburan keluar meninggalkan gedung aula tersebut. Nisa masih duduk terdiam, menunggu suasana menjadi aga sepi untuk kembali pulang.
Dalam gendongannya, ada bayi laki-laki yang sedang tertidur pulas. Beberapa panitia yang mengadakan acara itu pun mendekat kepada Nisa.
"Ibu wanita hebat.." ucap Sifa, panitia acara itu
Nisa hanya tersenyum yang terlihat dari matanya.
"Insya Allah.. doakan yaaa" jawab Nisa sembari menepuk pundak sifa, gadis cantik dengan jilbab merah itu
Sifa hanya membalas dengan senyum ramahnya.
Gedung Aula mulai terlihat sepi, hanya tinggal beberapa orang yang tersisa.
Nisa memutuskan untuk segera melangkahkan kakinya keluar meninggalkan Aula dan hendak pulang. Nisa berjalan menyusuri koridor kampus, hendak ke parkiran untuk ke mobil kesayangannya sedari dulu. Tiba-tiba langkah kaki itu terhenti, oleh suara yang memanggil namanya dari belakang.
"Annisa..." panggilnya, suara yang Nisa rasa tak asing lagi, suara yang ia rasa mengenalinya
Nisa tak berani menolehnya
"Iya.." jawab Nisa sembari menghentikan langkah kakinya
Terdengar suara sepatu dari langkah kaki, mulai mendekat dimana Nisa berada.
"Apa kabaaar..?" tanyanya langsung dengan memposisikan dirinya disamping Nisa
Nisa menoleh dengan perlahan, melirik kearah suara itu berasal, tanpa menjawabnya terlebih dahulu.
"Kak Azam?" ucap Nisa dengan ekspresi wajah tak menyangka
"Iya, ini saya.." jawab Azam dengan senyum terlukis diwajahnya
"Apa Kabar? Sekarang mengisi lagi kajian yaaa?" tanya Azam langsung
"Alhamdulillah baik.. I-iyaaa" jawab Nisa dengan kakunya
Azam mengangguk-anggukan kepalanya.
"Ini anak kamu?" lagi-lagi tanya Azam penasaran
"Iya, Kaaa.." jawab Nisa dengan cepat
"Apa betul suami kamu sudah meninggal?" tanya Azam terlihat sangat hati-hati
"eeeuuhhh itu tadi saya dengar dari pengeras suara.." lanjut Azam sembari salah tingkah
"Iya Kaa.." jawab Nisa dengan lesu
"Inna lillahi waa inna illaihi raaji'un.." ucap Azam dengan pelan
"Meninggalnya kenapa, Nis?" lanjut Azam masih penasaran
"Mungkin sudah patokan umurnya saja, Kak Azam.." jawab Nisa tak ingin banyak cerita lagi
"Ya Allah.. kasihan anak kalian.." ucap Azam sembari menoleh kearah bayi yang ada dalam dekapan Nisa
Nisa hanya membalas dengan tersenyum. Rasanya tak ingin ia bertemu lagi dengan Azam.
"Kapan suami mu meninggalnya?" tanya Azam lagi-lagi
"sudah hampir setahun kak.." jawab Nisa
"Oh iya, Kak Azam, Nisa pamit pulang yaaa.. Kasihan Arkana sudah pegal digendong, ingin rebahan.. Permisi yaaa, Assalamu'alaikum.." lanjut ucap Nisa berpamitan demi mempersingkat percakapan dengan Azam.
Belum sempat Azam menjawab, Nisa sudah berlari kecil terburu-buru untuk masuk kedalam mobilnya itu, dan berlalu dari Azam.
Nisa menidurkan Arkana di bangku tengah, tubuh Arkana yang semakin besar, jadi bisa ditidurkan di sofa mobil dengan bantal-bantal yang Nisa susun sedemikian rupa agar tetap merasa nyaman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Fatma Ningsih
aku suka thor kata katanya mudah dipahami dan menyentuh hati. goodluck dan tetap semangat 👍👍
2021-06-07
0
Happyy
💖💖💖
2021-03-11
0
Adel
mampir di karyaku juga yah yang berjudul RINDUKU DI UJUNG SURGA....
Trims...
2020-12-31
0