" Mas Wira! Pokoknya Mega kalau besar nanti mau menikah dengan mas Wira?!" gadis kelas tiga SD itu menarik lengan Wira yang masih mengenakan seragam biru putih itu.
Wira baru saja pulang dari sekolah, ia bahkan belum ganti baju, tapi sudah di tarik oleh Mega menuju rumah Kakung.
" Iya mas Wira?! Berjanjilah?!" Mega merengek, di hadapan Kakung uti dan buk Parni.
Wira sempat bingung,
Namun akhirnya ia menjawab,
" iya.. Janji.." jawab Wira sembari memegang kepala Mega dengan sabar.
" Yang sabar ya le.. Mega selalu manja padamu.." kata Kakung dengan suara tenang,
" nggih Kakung.." jawab Wira mengangguk patuh,
" Awas ya Mbak Mega, kalau nanti sudah besar.. terus mbak Mega menikah dengan orang lain, getok saja kepalanya mbak Mega..?!" goda buk Parni.
" Iya, kecil kecil kok sudah minta menikah.." imbuh utinya tertawa,
" kan nanti kalau Mega sudah besar?" protes Mega,
" ya betul.. Kalau Mega sudah besar, dan kalau mas Wira juga selesai sekolah..
selain itu mas Wira juga harus bekerja Mega.." sahut Kakung bijak,
" iya, mas Wira harus punya uang yang banyak ya?!" senyum Mega lebar,
Wira ikut tersenyum dan mengangguk,
" iya, mas Wira akan mencari uang yang banyak untuk Mega.." jawab Wira yang masih duduk di bangku SMP itu.
Waktu berlalu, keduanya sudah tumbuh menjadi remaja,
Wira sudah lulus dari SMA,
sementara Mega baru saja masuk ke SMA.
Setiap pulang sekolah Wira tidak pernah terlambat menjemput Mega, meski hanya dengan sepeda bebek butut peninggalan almarhum bapak Wira.
Mega yang hidupnya jauh lebih tercukupi dari Wira itu tidak pernah sekalipun protes, meski ia di bonceng dengan motor tua.
Ia selalu duduk dengan senang hati di atas motor Wira.
Keduanya mempunyai kebiasaan, sebelum pulang, mereka akan berkeliling memutar dahulu, melalui jalanan yang di sekitarnya di penuhi dengan pohon tabebuya.
Indah memang saat bunga bunga itu bermekaran,
Membuat Mega selalu enggan pulang, dan suka berlama lama.
" Mas mau latihan menari nanti malam?" tanya Mega sembari memegang pinggang Wira.
" Iya, kenapa?" tanya Wira sembari mengendarai motornya pelan pelan,
melalui jalan yang di sekitar di penuhi sawah yang menghijau.
" Kok tanya kenapa? tentu saja aku mau ikut mas?!" jawab Mega sembari bersungut,
" tidak boleh.. banyak laki laki disana," jawab Wira,
" memangnya kenapa kalau banyak laki laki?"
" mas tidak mau melihatmu di goda orang,"
" kenapa mereka harus menggodaku?" tanya Mega polos,
" karena kau cantik," jawab Wira tegas.
" semua perempuan juga cantik, aku tahu ada banyak perempuan disana, gadis gadis desa, mereka boleh.. Kenapa aku tidak boleh?" lagi lagi Mega protes.
" Bagiku kau bukan perempuan sembarangan Mega,
Kau berasal dari keluarga yang terpandang,
Aku tidak mau orang memandangmu negatif hanya karena kau keluar malam, dan hanya karena demi melihatku latihan..
Kau lebih berharga dari itu Mega.."
" jadi?"
" jadi.. Bukan berarti perempuan yang lain tidak berharga, tentu saja mereka berharga untuk keluarganya, tapi akan lebih baik jika seorang gadis seusiamu tidak keluyuran malam, apalagi berdiam di tempat yang terlalu banyak lelakinya.."
" mas bilang itu perkumpulan para seniman?"
" benar.. Yang berkumpul dan mengadakan pertunjukan adalah para seniman,
Tapi yang melihat?
banyak yang melihat karena memang menyukai tradisi dan seni, tapi ada juga yang asal berkumpul dan membuat keributan di tengah acara.."
" tapi besok kan hanya latihan..?" rengek Mega.
Wira diam sejenak, lalu menghentikan laju motornya.
" Kehidupanku dan kehidupanmu itu berbeda.. Dan aku melarangmu masuk.." ujar Wira sembari setengah membalikkan tubuhnya menatap Mega.
" Mas Wira jahat.. Aku kan juga ingin melihat mas Wira, selama ini tidak pernah sekalipun aku melihatmu menari mas?
Apa kata orang, kau menjadi bujang ganong.. Kata orang orang kau bagus sekali saat menari mas, lincah.. Aku kan jadi penasaran?"
Wira tersenyum mendengar itu,
" Kenapa sih kau harus menari di hadapan orang lain? Sementara aku tidak pernah kau ijinkan untuk melihat?"
" memangnya kau tidak malu?" Wira menatap Mega penuh arti,
" Malu kenapa?"
" tidakkah aku terlihat kampungan?"
" kampungan? bukankah itu adalah sebuah tradisi yang harus di lestarikan?
Kalau bukan anak muda seperti mas yang melestarikannya lalu siapa?
Kalau semua orang berpikir itu kampungan, lalu apa yang akan terjadi pada tradisi dan kesenian ke depannya?"
mendengar ucapan Mega, Wira mengulas senyum ceria,
" jadi? Boleh aku melihat mas latihan?" Mega masih berusaha rupanya,
" tidak.. Diamlah dirumah, aku akan menemanimu setelah latihan.. " jawab Wira tegas,
" kau ini jahat sekali sih mas?!" Mega merajuk, melepaskan tangannya dari pinggang Wira.
" Sudah, aku pulang jalan kaki saja!" Mega tiba tiba turun dari atas motor.
" Lho?" Wira ikut turun dari motor, di pinggirkan motornya.
" Jangan seperti anak kecil, kau ini sudah SMA.." bujuk Wira,
" apa mas Wira punya pacar?!" tanya Mega dengan wajah masam,
" pacar? Maksudmu?" Wira terlihat kaget dengan pertanyaan Mega.
" Melihatmu tidak pernah mengijinkan ku melihat latihan atau pertunjukanmu, aku mempunyai dugaan!"
" dugaan? Dugaan apa?" Wira terlihat tidak mengerti dengan maksud Mega.
" Kau tidak pernah mengijinkan ku melihatmu karena kau menyembunyikan gadis lain kan?!"
Wira terdiam sesaat, wajahnya pun terlihat terkejut dengan ucapan Mega.
Tapi tak lama kemudian ia menyentuh kedua pipi Mega, sembari berkata,
" Aku tidak menyimpan siapapun Mega..
Hanya kau perempuan satu satunya..
Pacar? Omong kosong apa yang kau katakan Mega,
Kenapa aku harus punya pacar, sementara aku punya kau?" Wira menatap Mega penuh perasaan,
" tapi aku bukan pacarmu kan mas?"
" aku sayang padamu Mega, pacar? Itu hanyalah sebuah kata, perasaanku padamu tidak bisa di bandingkan dengan sebuah kata..
Apa belum cukup aku menemanimu selama ini? Sehingga kau meragukan aku?" keduanya bertukar pandang, perasaan hangat mengalir diantara keduanya.
" kalau kau memang mau melihatku menari.. Baiklah, tapi hanya sekali saja.. Bagaimana?"
mendengar itu Mega mengangguk,
" aku akan meminta ijin pada Kakung, karena latihannya baru akan di mulai jam delapan malam..
Tapi berjanjilah, untuk tidak jauh jauh dariku, dan saat aku menari.. kau harus duduk tenang, jangan bicara pada siapapun kecuali mas Suroto, kau kenal dia kan?" pinta Wira,
" mas Suroto, iya aku tau.." jawab Mega mengangguk,
" dia adalah orang dewasa yang paling aku percaya disana, saat aku menari kau duduklah di dekatnya.."
Mega terdiam sejenak,
" sebegitu takutnya kau mas?"
" kau bilang aku takut? Tentu saja Mega.. Siapa yang mau kehilangan orang yang di sayang.. Siapa yang mau melihatmu di goda oleh orang lain?"
mendengar itu Mega diam, ia mengangguk kemudian.
" ya sudah.. Kita pulang ya? Sudah sore.. Nanti Kakung marah padaku.." Wira membelai rambut Mega,
Tersenyum hangat, lalu berbalik kembali ke motornya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Lestari Ratnawati
tokohnha di mb ayu.,pasti lebih sering pak tentara ...mleyottt aq 🫰😅
2024-09-25
0
Mika Saja
paling suka SM tokoh pria di novel mba ayu,,,,,klo sdh sayang......mbyuhhhhhhhh sayang bgt......
2024-08-09
1
indy
lanjut...
2024-08-08
2