Episode 4

        Rhivi menundukkan kepalanya saat berhadapan dengan sang ayah diruang tengah. Rhivi sama sekali tidak berani menatap mata sang ayah yang begitu menakutkan sekali. Leon yang sama sekali tidak mengenal kepribadian ayah rhivi hanya duduk diam tanpa perasaan takut sedikitpun, bahkan Leon berani menatap mata milik ayah Rhivi. Ayah Rhivi yang kesal melihat mereka berdua hanya diam saja memukulkan tongkatnya diatas meja membuat Rhivi dan Leon terkejut setengah mati.

“Paman ingin membunuh kami berdua ah.?”Cetus Leon

 Ayah rhivi mengeram kesal menahan amarahnya melihat kelakuan Leon. “Jelaskan pada ayah kemana saja kau. Kenapa baru pulang sekarang.?”

“Oh itu. Itu karena kami sedikit mengalami masalah.?”

“Diam.!”Paman hengki lagi-lagi memukul meja dengan tongkatnya membuat Leon tersontak kaget.”Aku tidak bertanya padamu.”

“Ayah.?Ayah aku minta maaf .?Aku mengaku salah padamu.”Ujar Rhivi dengan ekspresi ketakutan

“Apa kau pergi dengan pemuda berandalan ini.?”

“Paman. Aku bukan pemuda berandalan.”Cetuz leon

 “Diam!”Ayah Rhivi memukul meja, Leon bisa mati terkena serangan jantung menghadapi kelakuan ayah Rhivi yang

menurutnya sudah gila.”Aku sedang bertanya pada putriku. Jangan menjawab pertanyaanku kalau aku tidak bertanya padamu bocah.”

“Uhh, Kakek tua ini sangat merepotkan sekali. Aku bisa mati muda jika berurusan terlalu lama dengannya.”Batin Leon

“Jawab pertanyaan ayah. Apa kau pergi dengan pemuda berandalan ini.?”

“Ya. Aku pergi bersamanya ayah.”

“Apa yang kau lakukan pada putriku.?”Paman Hengky menatap tajam kearah leon

“Tidak ada. Aku hanya menemaninya tidur. Itu saja.”Jawab Leon

        Paman Hengky terkejut mendengar jawaban Leon, sementara rhivi menutup matanya. sepertinya Rhivi

pasrah dengan apa yang akan ayahnya lakukan padanya dan Leon. Leon yang merasa tidak melakukan kesalahan apapun bingung melihat suasana berubah menyeramkan. Paman Hengky menghajar Leon habis-habisa. Suara teriak terdengar dari dalam rumah itu. Aduh,aw.

        Tiga jam lebih mereka berdua mendengar amarah paman Hengky, waktu tiga jam itu mampu membuat telinga Leon menjadi tuli untuk sementara waktu. Leon tidak akan bertahan jika berurusan dengan paman Hengki lebih lama lagi. Leon tidak menyangkah kalau ayah Rhivi bisa berkelahi. Tulang Leon seperti mau retak dibanting oleh paman Hengki tanpa henti. Rhivi membawa Leon ketoko bunganya yang berada tepat disamping rumahnya. Leon meringis kesakitan memegang pinggangnya.

“Apa itu sakit.?”

“Menurutmu apa tulangku baik-baik saja setelah dilempar berulang kali oleh ayahmu dilantai.?”

“Maaf aku lupa memberitahumu kalau ayah begitu mengerikan.”

“Aku pasti akan membalas perbuatan ayahmu ini. Aduh..Pinggangku.”

         Paman Hengky yang sejak tadi mengintip mereka hanya menutup mulutnya menahan tawa melihat Leon

yang kesakitan.

“Rasakan itu bocah. Itu hukumannya bagi orang yang membawa puriku tanpa izin dariku.”Tutur paman hengky

 Rhivi membawa beberapa obat penghilang rasa sakit untuk leon.“Buka bajumu.?”

“Apa.?Kau ingin aku membuka bajuku.Hey apa yang sedang kau pikirkan ah.?”Leon menyilangkan kedua tangannya didadanya.”Kau ingin memperkosaku.”

Plakk..Rhivi memukul kepala Leon.”Dasar bodoh. Memangnya ada wanita yang memperkosa laki-laki.?Cepat buka bajumu, aku  harus menempelkan obat ini di pinggang dan bahumu.”

Wajah Leon memerah karena malu.”Seharusnya kau katakan dari tadi.”

“Sudah diam. Buka saja bajumu. Aku tidak bisa menempelkannya jika kau masih mengenakan pakaianmu.”

“Berikan saja padaku. Aku bisa melakukannya sendiri.”

“Baiklah. Ini ambil”Rhivi memberikan obat penghilang rasa sakit itu pada Leon.”Kau yakin bisa melakukannya sendiri.?”

“Ya. Aku yakin. Balik badanmu, aku tidak mau kau melihat tubuhku.”

“Baiklah. Tsk. Mana ada wanita melakukan pelecehan terhadap lelaki. Ada-ada saja.”Rhivi hanya mengelengkan kepalanya melihat sikap kekanak-kanakan Leon.”Apa aku sudah bisa berbalik.?”

“Ya.”

                                                    =================

          Kedua gadis ini melangkahkan kaki mereka kesebuah sekolah yang bukan tempat dimana mereka bersekolah. Semua mata orang yang ada disekolah itu menatapnya dengan sinis membuat kedua gadis ini merasa risih dengan tatapan mereka. Kedua sahabat ini berjalan mencari ruang kelas Marcian, mereka melihat sekumpulan gadis didepan kelas yang mereka cari.

“Permisi. Maaf menganggu kalian.”Mata para gadis itu menatap Mozha dan Clarissa dengan tatapan tidak suka.”Apa kalian tahu dimana kelas Marcian.?”

“Marcian.?Untuk apa kalian mencarinya.?”Tanya Ketua para gadis itu dengan sinis.

          Gadis itu sangat cantik, kulitnya putih seputih susu, bibirnya begitu seksi, rambutnya yang panjang tergerai indah. Siapapun yang melihat gadis ini pasti iri dengan kesempurnaan yang dimiliki Thalita. Seandainya saja Mozha Dan Clarissa dilahirkan sebagai anak laki-laki mereka pasti sudah menjadikan Thalita sebagai kekasih mereka. Walau gadis ini memiliki kecantikan yang luar biasa cantik, numun sayang gadis ini tidak memiliki hati yang cantik seperti wajahnya.

“Kami ada urusan penting dengannya. Apa kalian tahu dimana kami bisa menemuinya.?”Seorang gadis berkucir kuda mendorong Mozha menjauh dari mereka. Beruntung seseorang menagkap tubuhnya sebelum terhempas kelantai.

“Mozha.?”Teriak Clarissa

“Marcian.?”

Clarissa tersenyum lega melihat Marcian meraih tubuh sahabatnya itu.”Hey.Apa kalian sudah gila ah. Kalian bisa mencelakainya.”

          Marcian menatap tajam kearah Thalita dan teman-temannya.

“Untuk apa kalian kemari.?”Tanya Marcian

“Ada sesuatu yang ingin kutanyakan pada mu.”Jawab Mozha

“Ikut aku. Disini tidak aman untuk kalian.”

           Kedua sahabat itu mengikuti langkah kaki marcian, Marcian membawa mereka kemarkas tempat biasa mereka berkumpul disekolah. Alvian dan Devant yang sibuk bermain biliyard terkejut melihat kemunculan kedua gadis itu.

“Kalian.?”

“Hay.!”

“Ada apa.?Apa ada sesuatu yang membuat kalian menemui kami disini.?”Alvian menatap mereka berdua secara bergantian.

“Dimana Leon.?”Clarissa memperhatikan sekelilingnya mencari sosok pemuda yang mereka cari.

“Untuk apa kalian mencari Leon.?”Cetuz Marcian, menatap kedua gadis itu dingin.”Eh.Apa ini ada hubungannya dengan Rhivi.?”

“Kalian tahu dimana Rhivi.?Beritahu kami dimana Rhivi. Ayahnya begitu mencemaskannya.”

“Sebaiknya kalian tenang dulu, kami pasti akan menceritakan apa yang terjadi pada teman kalian.”Devant mempersilahkan mereka untuk duduk dan mulai menceritakan musibah yang dialami Rhivi dan Leon.

“Apa.?”

“Apa keadaannya sekarang baik-baik saja.?”

“Apa dia terluka.?”

“Hey. Bisa kalian tenang dan satu-satu bertanya.?Kalian membuatku pusing.”Gerutu Devant

“Rhivi sudah ada dirumahnya bersama monster mengerikan itu.?”Leon muncul ditengah-tengah mereka.”Jika kalian ingin bertemu dengannya temui saja dia dirumahnya. Kalian tidak perlu datang kemari mencarinya.”

“Leon.?”

           Clarissa dan Mozha beranjak dari tempat duduknya, kedua mata miliki Mozha bertemu dengan mata milik Marcian. Buru-buru Marcian langsung membuang wajahnya menghindari tatapan Mozha. Clarissa menarik tangan Mozha membawa gadis itu pergi dari tempat itu. Kaki Marcian hendak melangkah saat Mozha pergi dari sana, Marcian berusaha menahan langkah kakinya dan mengacuhkan kepergian Mozha.

“Apa kau begitu membenciku.?Aku tidak bermaksud membuatmu marah.Marcian.?”Batin mozha

“Maafkan aku. Aku tidak bisa menahanmu untuk tetap disini. Aku sangat merindukanmu. Jaga dirimu baik-baik Mozha. Alvian benar seharusnya aku tidak menjalin hubungan dengan wanita manapun. Aku bisa membawamu kedalam bahaya seperti Rhivi.”Batin Marcian

“Ini.!”Devant memberikan sebuah ponsel pada Leon. Leon hanya menghenyitkan dahinya menerima ponsel itu.”Sepertinya itu ponsel Rhivi,aku menemukannya dikamar.”

           Tiba-tiba ponsel Rhivi bergetar, sebuah nomor tak dikanal muncul dilayar ponsel milik Rhivi.Tanpa pikir panjang lagi, Leon mengangkat panggilan telfon itu.

“Hallo.Rhivi.?”

             Suara Leon tertahan ditenggorokan, Leon mengumpal tangannya saat mendengar suara seorang pria dibalik ponsel milik Rhivi. Leon langsung memutuskan panggilan itu.

“Siapa laki-laki ini.?Apa dia kekasihnya.?”Batin Leon

                                                                .....*0o0*.....

        Rhivi mengantar pesanan bunga kerumah nenek Linda yang letaknya tidak jauh dari rumahnya. Setelah mengantar pesanan nenek Linda, Rhivi tidak langsung pulang kerumahnya. Rhivi berjalan-jalan menikmati udara malam disekitar rumahnya. Tiba-tiba sebuah sepeda motor berhenti didepannya membuat gadis itu nyaris saja tertabrak. Pengendarai motor itu membuka helm yang menutupi kepalanya.

“Trent.?”

“Naiklah.Aku ingin berbicara denganmu.”

         Trent membawa Rhivi kesebuah taman bunga yang sangat cantik, semua jenis bunga tumbuh dengan subur disana. Rhivi belari disepanjang kebun bunga itu dengan leluarsa.

“Tempat ini sangat indah. Apa kebun bunga ini milikmu.?”

“Bukan. Tapi milik nenekku. Diujung sana rumah nenekku.”

“Nenek mu menyukai bunga.?”

“Ya. Nenekku wanita yang cantik, dia sangat menyukai bunga sama sepertimu.”

“Nenekmu pasti seorang wanita yang menyenangkan, Bisakah aku bertemu dengannya.?”

“Baiklah. Aku akan mengantarmu menemuinya.”

        Trent membawa Rhivi menemui neneknya. Rumah Nenek Trent tidak jauh dari sana, Rumah Nenek Trent sangat sederhana terletak ditengah-tengah hamparan bunga. Rhivi heran melihat Trent, Trent tidak membawanya kerumah itu. Rhivi terus mengikuti langkah Trent, sambil memperhatikan rumah yang mereka lalui. Dibawah pohon terlihat sebuah pemakaman, disekeliling pemakaman itu tumbuh berbagai jenis bunga mawar kesukaan sang nenek.

“Jadi.?”

“Nenek bagaimana keadaanmu.?Apa kau dan kakek bertengkar lagi hari ini.?Oh iya, aku hampir lupa. Aku kemari dengan seorang teman. Rhivi kemarilah.?”

Rhivi melangkahkan kakinya mendekati makan kakek dan nenek trent.”Hay kek,nek. Aku rhivi. Aku temannya Trent.Ah.Maksudku teman sekelasnya.”

        Trent memetik bunga mawar yang ada disamping makam neneknya dan meletakkan bungan mawar itu diatas makam sang nenek. Mereka berdua bergegas meninggalkan makam kakek dan nenek trent.Angin malam berhembus kencang, membuat bulu kuduk rhivi merinding. Rhivi memperhatikan sekelilingnya, mereka berada ditengah ilalang. Rhivi tidak sadar bahwa dia baru saja melewati jalan ini saat menemui nenek Trent. Rhivi berteriak saat mendengar suara burung hantu, Ia langsung memeluk Trent ketika sesuatu menahan kakinya.

“Ada ada.?”

“Ada hantu. Ada seseorang yang menahan kakiku.”Rhivi semakin mempererat pelukannya

        Trent menahan tawa saat melihat kaki Rhivi tersangkut disemak belukar.Muncul ide Trent untuk menakut-nakuti Rhivi.

“Jangan lihat.”Trent menarik kepala Rhivi kedada datarnya.”Hantu itu sangat menyeramkan. Tidak hantu itu ingin memakan kakimu.”

“Apa.?Lakukan sesuatu. Aku belum mau mati.Hiksss...Ayah.”Tangis Rhivi mengalahkan suara burung hantu. Melihat Rhivi menangis ketakutan, Trent tertawa terbahak-bahak.”Ke..kenapa kau tertawa.?”

“Lihatlah.?”Trent melepaskan semak belukar dari kaki Rhivi.”Ini bukan hantu. Hanya semak liar.”

“Kau.?”Rhivi memukuli Trent.”Kau mengerjaiku.”

           Rhivi belari ditengah-tengah ilalang itu,t empat itu membuatnya takut .Rhivi terus belari mencari jalan keluar tanpa memperdulikan Trent yang masih tertinggal jauh dibelakangnya. Rhivi menghentikan langkahnya,memperhatikan sekelilingnya.

“Oh tidak. Aku tersesat. Trent.?Trent kau dimana.?”

           Seseorang menyentuh bahu Rhivi membuat Rhivi tersontak kaget. Rhivi tidak dapat menahan keseimbangan tubuhnya, buru-buru Trent meraih tubuh Rhivi sebelum gadis itu terjatuh. Seekor katak melompat diatas kaki Trent membuat Trent terkejut dan tidak dapat menahan keseimbangan mereka. Mereka berdua jatuh di tanah yang sekelilingnya hanya ditumbuhi ilalang. Mata mereka berdua bertemu pandang, Buru-buru Rhivi berdiri dari atas tubuh Trent dan merapikan penampilannya. Mereka berdua terlihat canggung menahan malu, wajah

mereka memerah.

“Kita harus keluar dari sini. Pegang tanganku, jangan lepaskan atau kau akan tersesat lagi.”

           Mereka berdua berhasil keluar dari sana, Trent membawa Rhivi kerumah almarhum nenek dan kakeknya. Rhivi memperhatikan semua foto yang ada disana.

“Dimana foto kedua orang tuamu.?”

“Mereka sudah meninggal saat aku berusia sebulan. Aku tidak memiliki foto mereka.”

“Maaf. Aku tidak tahu kalau.?”

“Tidak apa-apa.”

“Jadi selama ini kakek dan nenekmu lah yang merawatmu.?”

“Ya. Tapi sekarang aku sendiri yang harus merawat diriku sendiri.”

“Karena itu kau begitu dingin, kau menutup diri dari semua orang.?”

“Aku hanya tidak ingin merasakan sakit untuk kedua kalinya. Aku takut memiliki seseorang teman ataupun seseorang yang berati untukku. Aku tidak ingin merasakan sakitnya kehilangan.”

Rhivi tersenyum menatap Trent.”Mulai sekarang kau tidak sendiri. Aku akan menjadi temanmu.”

“Ya. aku tahu. Kau memang gadis yang baik.”

 Rhivi membuka jendela, melihat langit malam yang ditaburi bintang-bintang.“Trent bukankah ada sesuatu yang ingin kau bicarakan denganku.?”

“Bukan masalah yang serius. Kenapa kau tidak masuk sekolah tanpa keterangan dan membuat ayahmu cemas.?”

“Eh.Ada sedikit masalah yang terjadi padaku.?”

          Rhivi menceritakan semua kejadian yang dia alami, Trent mendengarkan cerita Rhivi dengan baik.

“Kau berpacaran dengan seorang gengster.?Jadi karena kekasihmu kau dalam bahaya.?”

“Bukan seperti itu.Dia hanya ingin melindungiku dari musuhnya. Meski dia begitu dingin, kasar dan otoriter ,tapi sebenarnya dia adalah pemuda yang baik. Hey,kau begitu mirip dengannya.”

“Benarkah.?”

“Ya.”

“Sudah malam. Aku akan mengantarmu pulang.”Trent memberikan jaketnya pada Rhivi.

“Tidak perlu. Kau saja yang memakainya.!”

“Pakai saja. Kalau kau sampai sakit, aku bisa dihajar oleh ayahmu. Aku tidak mau mati konyol ditangan ayahmu yang kejam itu.”

Rhivi tertawa mendengar sindiran Trent mengenai ayahnya.”Kau sudah tahu soal ayahku.”

“Ya. Aku sempat dihajarnya saat menemani Mozha dan Clarissa kerumah mu.”

“Kau kerumahku.?”

“Kau tidak masuk sekolah tadi pagi, Aku meminta Mozha dan Clarissa menemaniku kerumahmu mengantarkan catatan untukmu.”

“Kau mengkhawatirkan aku.?”Rhivi tersenyum kecil menggoda Trent.”Jadi benar kau.?”

“Ayo.”Trent melangkah pergi meninggalkan Rhivi.”Apa kau masih ingin disini.?”

“Tidak.”Rhivi berjalan dibelakang Trent”Terima kasih. Terima kasih untuk malam ini. Aku tidak menyangkah kau akan membawaku kemari, pada hal kita tidak pernah bicara selama disekolah.”

          Trent yang berada didepan Rhivi,tersenyum kecil mendengar ucapan Rhivi. Trent sendiri tidak tahu kenapa dia harus melakukan ini pada gadis yang sama sekali bukan siapa-siapanya. Meskipun mereka berdua adalah teman satu kelas, tapi mereka berdua tidak pernah bertegur sapa seperti murid lainnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!