Episode 2

        Rhivi menatap lurus kedepan, memperhatikan kupu-kupu yang bertebangan didekatnya. Diotaknya saat ini hanya ada satu nama yaitu Leon, pemuda asing yang baru ia kenal. Nampaknya gadis itu masih memikirkan permintaan konyol Leon yang memaksanya untuk menjadi kekasihnya. Clarissa dan Mozha menemui Rhivi ditaman

belakang sekolah, tempat biasa Rhivi mengisi waktu istirahatnya.

“Ini aku bawakan minuman untukmu.”Clarissa memberikan minuman dingin pada Rhivi

“Terima kasih.”

“Kau kenapa.?Kenapa wajahmu seperti itu.?Kau ada masalah.?”

“Ah ti-tidak ada. Aku baik-baik saja.”

Mozha memperhatikan setiap mimik yang terpacar dari wajah sahabatnya itu, Mozha tahu bahwa Rhivi sedang berbohong pada mereka.”Tapi sikapmu tidak menunjukkan kalau kau baik-baik saja. Apa yang sedang kau pikirkan.?Rhivi kau tidak bisa menyembuyikan sesuatu dari kami, katakan ada apa.?Apa terjadi sesuatu pada ayahmu.?”

            Rhivi menelan ludahnya, Ia bingung harus bicara apa pada kedua sahabatnya ini. Rhivi menarik nafas panjang sebelum akhirnya Ia memutuskan untuk menceritakan masalahnya mengenai Leon pada Mereka berdua.

“Apa.?Leon memaksamu untuk menjadi kekasihnya.?”Teriak Mozha dan Clarissa serentak

            Buru-buru Rhivi menutup mulut kedua sahabatnya itu, sebelum ada orang lain yang mendengar ucapan mereka berdua.Trent yang berada dibawah pohon tempat biasanya ia tidur terbangun dari tidur

siangnya mendengar suara teriakan mereka.

“Huh para wanita berisik itu lagi. Sejak kedatangan mereka ditempat ini, aku tidak bisa tidur dengan nyaman.”Cetuz Trent pelan

"Sttt jangan keras-keras bodoh. Nanti ada orang lain yang mendengarnya.”Gerutu Rhivi

            Tiba-tiba ponsel milik Rhivi berdering kencang. Rhivi membaca pesan yang baru saja masuk diponselnya.

Matanya seakan-akan ingin keluar membaca pesan itu. Pesan itu dari Leon yang akan menjemputnya sepulang sekolah nanti.

“Pesan dari siapa.?”Tanya Clarissa

“Leon.?”Jawab Rhivi

Ponsel rhivi kembali berdering, namun kali ini bukan karena pesan yang masuk keponselnya malaikan telfon dari seseorang.“Ini pasti Leon. Bagaimana ini.”

“Sudah angkat saja, Aku khawatir jika kau tidak menerima panggilannya, aku takut dia marah dan langsung memukulimu.”Tutur Clarissa dengan wajah cemas.

            Tangan Rhivi gemetar menerima panggilan telfon itu, sementara kedua sahabatnya itu hanya memperhatikannya dengan perasaan was-was.

“Ha-Hallo.!”

“Dari mana saja kau.?Kenapa pesanku tidak dibalas ah.?”Kata suara dari balik ponsel milik Rhivi

“I.-itu.Ta.-di aku dari toi-let.”

“Bisakah kau bicara secara normal.?Aku akan menjemputmu sepulang sekolah nanti, tunggu aku dan jangan coba-coba untuk kabur. Mengerti.”

“Ya. Aku mengerti.”Rhivi menutup ponselnya

“Apa yang dikatakannya.?”Tanya Mozha

“Argh. Aku bisa gila. Dia akan menjemputku sepulang sekolah nanti. Apa yang harus aku lakukan sekarang.?”Rhivi mondar mandir seperti strikaan.

“Sebaiknya kau turuti saja keinginannya. Aku heran dari mana Leon bisa mendapatkan nomor ponselmu.”Kata Clarissa

“Itu Anu. Aku yang memberikannya pada Marcian.”Tutur Mozha merasa bersalah

“Apa.?Dengar Mozha, kau harus mengakhiri hubunganmu dengan Marcian secepatnya. Mereka itu anggota gengster, aku tidak mau kalian terlibat masalah dengan mereka.”Terang Clarissa

“Tapi.?”

“Ini untuk kebaikanmu. Kau akan mendapatkan masalah jika masih bersamanya. Percayalah padaku.”

Mozha memperhatikan kedua sahabatnya satu persatu.”Baiklah. Aku akan membicarakan hal ini pada Marcian.”

“Dengar mozha akhiri saja hubungan kalian secepatnya atau kau akan menyesalinya nanti.”Clarissa menegaskan Mozha untuk memutuskan hubungannya dengan Marcian.

“Baiklah.”Wajah Mozha terlihat begitu pasrah, tidak bisa menolak permintaan Clarissa.

“Clarissa, aku rasa mozha tidak perlu mengakhiri hubungannya dengan marcian. Mereka saling mencintai.”Rhivi melihat kesedihan diwajah mozha meski teman baiknya itu mencoba untuk menutupinya dari mereka berdua.

“Tidak perduli apakah mereka saling mencintai atau tidak, mereka tetap harus putus. Aku tidak ingin kedua sahabatku terseret dalam bahaya karena marcian dan teman-temannya. Dengar rhivi ini juga berlaku untukmu. Bagaimanapun caranya kau harus menjauh dari leon.”

“Clar, ini tidak adil untuk mozha. Permasalahanku dan leon tidak ada hubungannya dengan mereka.“Clarissa tidak perduli dengan semua perkataan rhivi, calarissa mempercepat langkahnya meninggal kedua sahabatnya.”Mozha, maafkan aku karena aku. Hubungan kalian jadi terancam.”

“Ini bukan salahmu, bodoh. Aku rasa clarissa ada benarnya, clarissa bersikap seperti ini karena dia khawatir sesuatu yang buruk menimpa kita. Aku akan melakukan hal yang sama seandainya aku menjadi clariss.”Mozha berusaha membuat rhivi tenang dan tidak merasa bersalah atas apa yang terjadi pada hubungannya dan mercian

nanti.

                                                                            ==================

        Leon tersenyum kecil menutup ponselnya, ketiga sahabatnya merasa aneh dengan perubahan sikap Leon hari ini.

“Emmmh. Sepertinya kau senang sekali hari ini Leon.”Sindir Marcian

“Barusan kau bicara dengan siapa.?Tidak biasanya kau menghubungi seorang wanita selain kakakmu.”Kata Devant

“Rhivi.”Jawab Leon singkat seperti biasanya

“Rhivi.?Tunggu dulu. Bukankah dia temannya Mozha.?”Ujar Marcian

“Ya. Apa ada masalah.?”Leon menatap mereka satu persatu

“Ah tentu saja tidak. Tapi sejak kapan kalian berdua menjadi begitu dekat.?Hey apa kalian .?”Marcian menghentikan ucapannya

“Bukan urusan mu dan ini tidak ada hubungan sama sekali denganmu. Mengerti. Minggir kau menghalangi jalanku Brengsek.”Leon mendorong Marcian ketepi meninggalkan mereka yang masih dipenuhi kebingungan akan hubungan Leon dan Rhivi.

Flashback...

            Seorang anak laki-laki berlutut didepan pagar rumahnya sendiri sambil memegang kedua telinganya, anak laki-laki itu mendapatkan hukuman dari sang ayah karena bocah itu berkelahi lagi disekolahnya. Seorang anak prempuan turun dari dalam mobil, melihat anak laki-laki itu terluka segera membuka tasnya mencari kotak obat yang selalu dibawanya kemana-mana. anak prempuan itu menghampiri anak laki-laki itu.

“Ini.”Anak prempuan itu memberikan kotak obat itu kepada anak laki-laki yang berlutut itu.”Kamu terluka, kamu harus mengobati lukamu.”

“Sayang, ayo masuk. Sebentar lagi akan turun hujan.”Teriak Seorang Wanita separuh baya

“Iya bu, aku akan kembali.”Teriak anak prempuan itu, anak prempuan itu menatap nanar kearah bocah laki-laki tersebut.”Maaf aku tidak bisa membantumu mengobati lukamu, ibuku sudah memanggilku. Cepat obati lukamu dan segera pulang kerumahmu, sebentar lagi akan turun hujan.”

            Anak prempuan itu membuka tasnya, mengeluarkan dua buah roti dari dalam tasnya. Anak prempuan itu tersenyum melihat anak laki-laki itu yang masih terpaku dihadapannya. Anak prempuan itu memberikan roti itu kepadanya.

“Ini untukmu. Kau pasti belum makan siang. Aku permisi dulu, ibuku menungguku dirumah.”Anak prempuan itu berdiri.”Jangan lupa untuk mengobati lukamu.”

            Anak prempuan itu bergegas pergi dan masuk kedalam rumahnya sendiri yang letaknya tidak jauh dari rumah anak laki-laki itu. Anak laki-laki itu terpesona dengan kebaikan anak prempuan itu, hidungnya bahkan sampai mengeluarkan darah.

“Peri kecil.”Tutur anak laki-laki itu.

            Kejadian itu adalah kejadian Leon dan Rhivi berapa tahun silam, saat mereka masih kecil meski Rhivi tidak

mengingatnya lagi namun Leon masih mengingat setiap kejadian itu dengan baik. Sejak bertemu dengan peri kecil itu Leon selalu menunggu anak prempuan itu didepan rumahnya. Selama sebulan Leon menunggu malaikat kecil itu, namun anak prempuan itu tidak pernah mucul lagi. Leon berusaha mencari tahu keberadaannya sampai akhirnya Leon terpaksa ikut sang ayah keluar negeri.

        End of  flashback.......

        Rhivi mengedap-ngendap keluar dari sekolahnya, Ia takut jika bertemu dengan Leon didepan gerbang

sekolah. Saat ini Rhivi bertingkah seperti seorang pencuri amatir yang mencoba kabur dari kejaran polisi.

“Sedang apa kau.?”

Rhivi tersontak kaget mendengar suara yang sangat tidak asing ditelingannya. Leon memperhatikan Rhivi penuh selidik dan curiga.“Tidak sedang apa-apa. Sejak kapan kau ada disini.?”

Leon mendekatkan wajahnya kewajah Rhivi.”Kau ingin kabur dariku.?”

“Tidak. Un-tuk apa aku harus kabur darimu. Kau ini ada-ada saja. Hahaha”

“Bagus jika kau tidak ada berniat kabur dariku. Tapi kenapa kau harus mengedap seperti pencuri.?”Leon melangkah kearah sepeda motor kesayangannya.”Cepat naik. Kau mau berdiri disana sampai kapan ah.?”

        Melihat Rhivi yang masih tidak bergeming, membuat tension meter Leon naik satu tingkat. Leon turun dari motornya, kemudian mengangkat tubuh Rhivi yang cukup ringan baginya dan menaruhnya diatas motor seperti meletakkan boneka panjangan dietalase.

“Apa yang kau lakukan Brengsek”Rhivi meninggikan volume suaranya, tapi Leon sama sekali tidak menghiraukannya. Leon menutup kepala gadis itu dengan halm-nya, kemudian kembali menunggangi motor kesayangannya dan bersiap-siap memutar gas.”Tunggu dulu.!”

            Leon mengurungi niatnya memutar gas motornya, saat tiba-tiba Rhivi menarik lengannya.

“Apa lagi sekarang.?Apa kau tidak bisa duduk manis tanpa membuatku marah.?”Tanya Leon kesal, biar bagaimanapun Leon bukan Tipe orang yang sabar mengahadapi prempuan.

“Bagaimana denganmu.?Kalau aku memakai helm ini, kau tidak bisa memakainya.”

“Aku tidak perlu memakainya.”Tiba-tiba saja Rhivi membuka helm-nya dan memasangnya dikepala Leon.

”Apa-apaan ini. Cepat lepaskan dan pakai kembali dikepalamu.”

“Aku tidak mau. Aku tidak akan memakainya, lagi pula helm itu milikmu.”

“Aeish. Gadis seperti apa kau ini Hah. cerewet sekali. Dengar aku ini laki-laki tubuhku jauh lebih kuat dari pada  tubuhmu. Aku tidak membutuhkannya, cepat pakai.”

“Sudah aku katakan aku tidak ingin memakainya jika kau tidak memakainya juga. Kau juga manusia kau bisa terluka kapanpun.”

“Terserah kau saja.”

            Rhivi terkejut, jantungnya berdetak kencang ketika Leon melajukan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi. Kedua tangannya langsung melingkar dipinggang Leon, Leon tersenyum kecil Rhivi memeluknya. Andai saja dia tidak mengunakan helm, mungkin orang lain akan melihat wajahnya yang merah karena malu. Pelukan Rhivi semakin erat saat Leon menambah kecepatan motornya, Rhivi tidak ingin mati konyol karena ulah Leon.

Rhivi tidak ingin pegangannya terlepas dan tubuhnya terlempar kejalanan. Tanpa terlemparpun gadis ini sudah mati karena jantungan.

“Bedebah berengsek. Pelankan motormu, aku masih belum mau mati.”Teriakan Rhivi sama sekali tidak dihiraukan oleh leon, laki-laki itu mala menambah kecepatannya. Rhivi hanya bisa mengutuk leon dalam hatinya.

                                                                        ====================

        Mozha meneguk habis minuman yang ada ditangannya, sambil menatap dingin kearah pemuda yang duduk dihadapannya. Pikirannya dipenuhi oleh Perkataan Clarissa disekolah yang memintanya untuk segera  mengakhiri

hubungannya bersama Marcian.

“Dengar Mozha, kau harus mengakhiri hubunganmu dengan Marcian secepatnya. Mereka itu anggota gengster,aku tidak mau kalian terlibat masalah dengan mereka.”

“Bagaimana ini.?Apa yang harus kulakukan. Aku tidak mungkin memutuskan Marcian begitu saja. Huh aku sangat kecewa karena marcian membohongiku, menyembunyikan indentitasnya dariku. Tapi aku sangat mencintainya. Tuhan aku harus bagaimana.?”Batin Mozha

“Mozha, ada apa.?Kau terlihat tegang sekali dan kenapa menatapku seperti itu.?”Marcian nampak risih dengan tatapan Mozha padanya"Apa ada sesuatu diwajahku.?”

“Katakan padaku siapa kalian sebenarnya.?”

“Maksudmu.?Aku tidak mengerti.”

“Jangan pura-pura bodoh. Aku sudah tahu siapa kalian. Kalian adalah gengster.”

Marcian tertawa kecil ketika mendengar ucapan Mozha.”Jadi kamu sudah tahu siapa aku sebenarnya.?”

“Kenapa.?Kenapa kau harus membohongiku.?Kenapa kamu tidak pernah mengatakan hal ini padaku.?”

“Aku sama sekali tidak pernah membohongimu. Kamu tidak pernah bertanya padaku mengenai diriku.”Marcian menatap Mozha, kemudian tertawa kecil melihat raut ketakutan diwajah kekasihnya.”Apa sekarang kau takut padaku, Mozha.?Apa kau akan memutuskan hubungan ini dan pergi dengan laki-laki lain.?”

“Kamu.?Kamu sangat keterlaluan Marcian.  Aku menceritakan semua masalahku, rahasiaku dan bahkan kehidupanku padamu. Tapi apa yang kau lakukan padaku. Kamu menyembunyikan indentitasmu dariku.”Mozha

menaikkan volume suaranya.

“Uhhh. Kamu tahu Mozha saat pertama kali kita bertemu dulu.?Saat itu aku sudah menyukaimu bahkan sampai sekarang aku masih menyukaimu. Tidak, aku sangat menyukaimu.”Marcian menggigit bibir bawahnya,  mencoba

merangkai kata yang pas untuk Ia bicarakan pada Mozha.”Waktu itu aku pernah bertanya padamu bukan, apa kamu akan menyesal menjadi kekasihku.?Kamu mengatakan bahwa kamu tidak akan pernah menyesal sama sekali. Kamu tidak akan menyesal karna memilihku. Kau bilang kamu menyukaiku tanpa perduli siapa aku. Tanpa perduli latar belakangku. Tapi sekarang kenapa kamu mempermasalahkannya.?”

Mozha mengenggam jemari tangan Marcian, pemuda yang sangat berarti dalam hidupnya. Mozha tahu ucapannya sedikit menyinggung perasaan pemuda tampan ini.”Itu benar. Aku mencintaimu tanpa perduli siapa kamu, tanpa perduli statusmu, tanpa perduli kamu anggota gengster ataupun bukan.  Jujur saja, aku sangat kecewa padamu mengenai ini. Tapi aku tidak mempermasalahkannya sama sekali, kamu tahu kenapa.?Karena aku mencintaimu bukan latar belakangmu sebagai seorang gengster. Hanya saja.?Hanya saja saat ini aku takut terjadi sesuatu yang buruk pada Rhivi.”

“Apa maksudmu.?Ada apa dengannya.?”

“Apa kamu tahu kalau Leon memaksa Rhivi untuk menjadi kekasihnya. Musuh kalian mengenali Rhivi sebagai kekasih Leon. Leon menyeret Rhivi kedalam masalahnya. Kalian membahayakan nyawanya.”

“Dengar Mozha.?Aku tahu kau mencemaskan keadaan sahabatmu. Tapi aku percaya bahwa Leon akan menjaganya dengan baik. Leon tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya. Aku tahu kamu tidak akan mungkin percaya dengan ucapanku, tapi yang jelas Leon akan menjaganya dengan baik. Leon tidak akan memaksa Rhivi untuk menjadi kekasihnya tanpa alasan. Leon bisa saja mengacuhkan Rhivi begitu saja ketika musuh-musuh kami mengenalinya, Tapi Leon tidak bisa melakukannya. Kamu tahu kenapa.?Itu karna Leon bukan laki-laki pencundang yang akan lari begitu saja dan membiarka orang lain terseret kedalam masalahnya tanpa melindunginya.”

“Tapi bagaimana jika.?”

“Kamu mencemaskan temanmu itu hal yang wajar, tapi aku melindungi temanku dari perkataanmu yang tidak benar mengenainya. Aku tidak suka kamu berbicara yang bukan-bukan mengenai Leon. Sebaiknya kita tidak perlu bertemu dulu untuk sementara waktu, kamu butuh waktu untuk berpikir. Aku tidak akan memaksamu

untuk tetap bersamaku. Permisi.” Marcian beranjak dari tempat duduknya dan pergi begitu saja meninggalkan Mozha.

“Marcian. Marcian Tunggu.?”Mozha menyesali perkataannya, marcian benar tidak seharusnya ia bicara

yang buruk mengenai leon. Apa lagi ia sendiri tidak begitu mengenal leon dengan baik.”Apa yang harus aku lakukan.?Aku menyesal, mercian tidak akan mau mendengarkan perkataanku.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!