Rina yang telah menyeret tubuhnya di depan kamar Abrar, hanya bisa mengelus dada. Begitu banyak penyesalan yang dirasanya.
Mungkin benar kata orang-orang, jika Nika dan Abrar menikah, hidupnya tidak akan sesepi ini, dan yang paling penting, dia tidak merasa di jauhkan oleh anaknya.
Abrar memutuskan untuk menemui Rijal juga Boy. Mereka masih aktif menanam di kebun Abrar. Akan tetapi sekarang, mereka bukan lagi bekerja di sana, melainkan menyewa kebun dari Abrar. Dan tentu saja bayarannya untuk Ilham.
"Kusut amat sih muka lu ..." cibir Rijal melihat Abrar yang sudah mulai gondrong.
"Maklum, dia pasti butuh pelepasan." canda Boy.
"Sinting lu ,,, aku butuh bantuan kalian, untuk mencari info tentang Nika." seru Abrar.
"Nika? Masih dengan wanita yang sama? Sekarang kamu udah beda kelas bro, kamu bisa mendapatkan gadis manapun." ujar Boy.
"Iya, kamu cuma butuh nunjuk aja. Dan mereka pasti datang padamu." lanjut Rijal menimpali.
"Tidak semudah itu, kalian sendiri tahu bagaimana reaksi gadis-gadis disini saat melihatku, terutama mereka masih saja menggosipkan Ibuku." balas Abrar.
"Makanya, jangan cari gadis sini. Carilah, yang belum tahu tentang Ibumu." ujar Boy.
"Aku gak mau menyakiti perempuan lain Boy, apalagi di hatiku jelas-jelas hanya ada Nika." ujar Abrar.
"Ah, itu memang berat." ujar Boy, lelaki yang sudah memiliki seorang putri itu.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Safana dilarang bekerja oleh Hardi. Dia hanya duduk santai di rumah. Kebetulan, rumah mereka dengan toko hanya berseberangan dengan jalan. Dan sekarang, malah Arka yang menggantikan Safa, dia bekerja disana saat pulang sekolah.
Sedangkan Hardi sendiri, saat adanya Arka malah pulang untuk menemani Safa. Dia takut, jika istrinya kesepian, ataupun butuh apa-apa.
"Bang, memangnya Kakak gak pernah pulang karena apa?" tanya Safa memberanikan diri.
Dia amat penasaran, tentang hal itu.
"Entahlah, semenjak menikah dengan pacarnya, dia hanya pulang dua kali. Dan itupun saat dia melahirkan anak pertama dan sekali lagi saat melahirkan anak kedua." jelas Hardi.
"Kasihan Ibu ya Bang ..."
"Iyaz padahal Ibu sangat rindu padanya. Makanya, berulang kali Ibu mengirimkannya uang, dan berharap jika ia akan datang. Tapi, sampai sekarang dia gak pernah pulang. Bahkan saat pesta pernikahan kita. Padahal, aku adik satu-satunya." ujar Hardi dengan raut wajah kecewa.
"Tidakkah, Abang curiga dengan suaminya? Mungkin aja dia dilarang oleh suaminya."
"Entah, aku juga sempat memikirkan hal itu. Tapi, dia pun sama-sama egois. Karena menurutnya, kewajiban sekarang adalah mematuhi suami, bukan lagi berbakti pada orang." lanjut Hardi.
Safa pun diam, dia gak tahu harus berkomentar seperti apa. Namun, dia sedikit merasa sedikit khawatir tentang ipar yang belum dikenalinya itu.
Karena sejauh mereka menikah pun, tidak pernah sekalipun terlihat Hardi menelpon kakaknya.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Waktu terus berjalan, tidak terasa jika sekarang saatnya Safa melakukan syukuran usia tujuh bulanannya.
Bersama dengan itu, untuk pertama kalinya kakak Hardi bernama Nisa pulang, dari rantaunya.
"Jadi, ini istrinya Hardi?" tanya Nisa dengan tatapan dingin.
"Iya, dialah yang menjadi teman Ibu, saat Ibu merindukan anak perempuan yang telah lama gak pulang-pulang." ujar Reni lembut.
"Ibu menyindirku? Kan Ibu tahu sendiri, bagaimana kehidupan kami disana. Kami kekurangan Bu." sahut Nisa dengan menatap baju yang dipakai Safa.
"Bahkan untuk makan aja, kami serba keterbatasan. Bukan malah seperti menantu Ibu, yang bisa foya-foya." lanjut Nisa.
"Dia bekerja nak, dia bukan perempuan yang hanya menunggu jatah dari lelaki." bela Reni. Karena sejak tadi, Safa diam saja.
"Ibu menyindir ku?" Nisa tidak terima.
"Tidak, bukan itu. Ibu hanya meluruskan, biar kamu gak menuduhnya, jika ia menghabiskan uang Ibu ataupun adikmu. Ya, walaupun sekarang, kewajiban adikmu adalah membuatnya tercukupi, dan tentu saja membuatnya bahagia." papar Reni.
"Lagian, sudah Ibu katakan. Baiknya kamu tinggal disini aja. Ibu akan memberikan kalian modal. Dan setidaknya, jika disini, Ibu ataupun adikmu bisa memantau usaha yang akan kamu bangun nantinya." jelas Reni panjang lebar.
Dan Nisa hanya berdecak sebal. Dia memang gak mau tinggal berdekatan dengan Ibunya. Karena sebelumnya, dia sempat tidak di restui oleh Ibu dan adiknya, saat dia menikah dulu.
Maka dari itu, suaminya menjadikan itu sebuah alasan, untuk tidak terlalu peduli dengan Ibunya. Sebab dia mengganggap, kalau orang tuanya pasti akan mencibir, ataupun menghina suaminya yang tidak bisa memberikannya kehidupan yang layak.
Lagipula, suami dari Nisa juga terlalu gengsi untuk menerima bantuan dari pihak keluarga istri. Karena dengan begitu, bisa membuktikan perkataan Reni yang dulu, jika ia seorang yang kurang tepat untuk putrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Teteh Lia
🌹🌹 buat adiknya Nika.
bakal rame lagi ini mah...
2024-08-23
0
Teteh Lia
lekas sehat kembali untuk si kecil...
Kaka author yang sabar dan tetep semangat ya ..
2024-08-23
0
Teteh Lia
ipar julid ini mah...😫
2024-08-23
0