Syambidin setuju untuk membeli rumah Nika. Dia juga diminta untuk merahasiakan alasan kenapa Nika menjual rumah. Dan juga untuk tidak memberitahukan pada siapapun kemana Nika dan sekeluarga pindah.
Hari ini, Samsul juga pulang bersama Ismi ke desa Nika. Itu semua atas permintaan Nika, dan tentu saja dia juga yang membayar ongkos untuk kepulangan Wak-nya itu, dengan cara menyuruh Syambidin untuk mengirimkannya, dan tentu dengan cara dipotong dari uang hasil jual rumah.
Awalnya Ismi menolak untuk pulang, dengan dalih agar menghemat uang untuk kepentingan Nika nantinya.
Akan tetapi, Nika tetap memaksa Ismi untuk ikut serta. Karena dia sendiri tahu, jika Samsul, tidaklah, begitu sehat.
Akhirnya Samsul sampai disana. Setelah istirahat barang sejenak, Samsul dan Nika langsung bertandang ke rumah Syambidin, dia akan membicarakan kelanjutan tentang rumah Nika.
"Jadi, kalian mau menjual dengan harga berapa?" tanya lelaki yang berstatus pak haji tersebut.
"Anda lebih paham masalah tanah Pak, jadi kami serahkan semuanya pada anda." balas Nika dengan yakin.
Syambidin terkekeh pelan mendengar ucapan gadis tangguh dihadapannya.
"Bagaimana kalo aku beli lebih murah dari harga pasaran?" tanya Syambidin. Dia sengaja ingin tes Nika.
"Aku rasa gak mungkin. Karena anda lebih paham tentang jual beli tanah. Dan tentu saja, anda tidak tega menipu orang kecil seperti kami. Apalah arti dari harta yang anda tipu, dibandingkan harta halal yang selama ini anda dapatkan." sahut Nika.
"Ya sudah, aku membelinya dengan harga tiga ratus juta." tawar Syambidin.
"I-itu terlalu mahal. Karena rumah Pak Kasim dibeli oleh makelar dengan harga yang lebih rendahkan. Padahal rumah mereka terbilang lebih bagus dari rumah kami." balas Nika lagi.
"Tak apa, karena kamu tangguh dalam menghidupi adik-adikmu, maka itu sebagai hadiah untuk kalian. Dariku." balas Syambidin. Tentu saja disetujui oleh istrinya, yang sejak tadi diam saja.
"Terimakasih ..." balas Nika terharu.
Kemudian Samsul juga mengucapkan terimakasih pada Syambidin. Dia juga membicarakan tentang segala hal tentang surat-surat tanah Nika. Dan Syambidin menjanjikan akan mengurus segalanya, karena dia mengenali beberapa orang di kantor BPN.
Untuk saksinya, Syambidin akan menanyakan kesediaan Pak RT. Serta dari pihak Nika sendiri, tentu saja Samsul. Serta Syambidin akan mengajak beberapa orang tetangganya yang lain sebagai saksi, agr tidak terjadi masalah dikemudian hari.
Nika dan Samsul pamit undur diri, setelah menikmati suguhan yang disediakan di rumah Syambidin.
"Nanti, biar wak carikan rumah yang sekiranya dijual. Dan Wak usahakan agar kita satu kampung." ujar Samsul saat mereka menikmati makan malam.
"Iya, baiknya kalian belikan saja rumah, dari pada nyewa kan? Lagian jika nanti uangnya lebih, bisa digunakan untuk modal usaha." balas Ismi.
"Tapi aku gak tahu mau usaha apa Wak ..." ujar Nika.
"Ya, buka warung kecil-kecilan kan bisa, sama seperti wak." balas Samsul.
"Atau menjadi tukang loudry juga bisa, karena kebetulan disana tidak ada yang membukanya. Padahal orang-orang disana rata-rata ekonominya menengah kebawah. Tapi gengsinya kebanyakan." kekeh Ismi.
"Kalo gitu, wak kenapa gak buka loudry?" tanya Safana.
"Karena wak gak punya modal nak. Untuk air aja, wak numpang narik dari sumur tetangga. Beruntung, mereka orang baik, dan wak pun harus sadar diri." balas Ismi.
"Kenapa gak gali sumur sendiri aja?" tanya Kanaya.
"Karena membutuhkan banyak biaya sayang ..." balas Ismi dengan sabar.
Semua pun, kembali menikmati makan malam dalam diam.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Semenjak Abrar menemui Nika di pasar. Dia menguatkan hatinya untuk tidak mencari tahu tentang kabar Nika.
Sengaja, iya sengaja. Abrar sengaja melakukan hal itu. Dia memutuskan untuk melupakan Nika. Walaupun dia kurang yakin pada dirinya sendiri, tapi setidaknya dia telah mencoba juga berusaha.
Rina juga begitu, dia di beritahukan oleh kerabat yang berada satu kampung dengan Nika. Jika Abrar telah mengatakan hal yang sebenarnya tentang Nika. Tentu saja Rina sudah tidak lagi, berani menampakkan batang hidungnya ke kampung Nika.
Untuk ke pasar, Rina juga enggan. Dia memutuskan akan kembali ke pasar, jika semua orang telah melupakan kejadian dimana dia memfitnah Nika.
Dan untuk keperluan sehari-hari, Rina memilih belanja di warung kampungnya sendiri.
Rina memang marah besar pada Abrar, bahkan dia sempat mendiamkan anak semata wayangnya selama seminggu. Sampai akhirnya dia sendiri yang harus bicara terlebih dahulu, karena suaminya yang belum juga mengirimkan uang. Sehingga dengan terpaksa dia meminta uang dari Abrar.
Malam harinya, dengan menghisap sebatang rokok. Abrar termenung di sebuah pos jaga. Dia bahkan tidak menghiraukan teman-temannya yang sibuk bermain catur guna mengusir kebosanan merek.
"Sudah lah Bar, bukannya perempuan hanya Nika aja di dunia ini. Lebih baik, kamu menata hati dan mencari wanita yang sekiranya di restui oleh Ibumu." celetuk salah satu teman Abrar bernama Rijal.
Abrar menyungging senyum. "Andai bisa Jal, aku akan mencari penggantinya. Tapi, cinta ku telah habis di ambil Nika. Dia terlalu baik untuk di tinggalkan begitu saja." ujar Abrar kembali menghisap rokok.
"Halah, apa sih yang kamu cari? Perempuan lain yang lebih cantik banyak. Toh kamu bisa mendapatkan siapapun yang kamu mau. Secara wajahmu bisa dikategorikan ganteng ..." kekeh Rijal.
"Kamu gak akan paham Jal ..." lirih Abrar.
"Mau tahu gak? Bagaimana caranya agar Ibumu merestui hubungan kalian?" ujar Boy yang sejak tadi diam.
"Apa?" Rijal penasaran, dan Abrar juga sama
"Buat Nika hamil." bisik Boy.
"Sesat lu ..." Rijal melemparkan salah satu pion catur.
"Eh ,,, tapi ada benarnya juga loh ..." Rijal pun setuju.
"Terimakasih, saran kalian sungguh tidak bermutu." cibir Abrar.
"Hey ,,, kamu bayangkan aja. Ibu mana yang mau anaknya menanggung malu? Jika Nika hamil, dengan terpaksa Ibumu akan memberikan restu." Boy kembali merayu.
"Gak, aku gak mau merusak Nika." balas Abrar.
"Bukan merusak, tapi sebagai bentuk pengorbanan. Pengorbanan sebesar mana dia mencintaimu." ujar Boy membujuk.
"Tapi seorang lelaki yang mencintai wanitanya tidak akan tega merusakkannya. Nika itu wanita mulia. Dan aku yakin dia gak akan setuju dengan ide gila itu." cerocos Abrar.
"Munafik sekali kamu Bar, bukannya setelah menikah kalian juga akan melakukannya? Ini hanya masalah waktu." Rijal ikut menimpali.
"Dan aku akan melakukannya setelah nikah nanti." ungkap Abrar malah meninggalkan teman-temannya.
Abrar kembali dilema, haruskah dia melakukan apa yang dikatakan oleh teman-temannya. Akan tetapi, hatinya kembali menyanggah. Mengatakan jika itu perbuatan yang salah.
"Kamu berhasil membuatku gila Nika."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Teteh Lia
si ibu mulai lagi ... padahal biarin Abrar sendiri dulu Bu... jangan ganggu dulu lah.
2024-08-12
1
kaylla salsabella
lanjut thor semangat berkarya thor 🥰🥰🥰
2024-08-09
1