Karena tidak tega melihat Nika. Seorang wanita yang sepantaran umur Rina menarik tubuh Rina. Dia bahkan tanpa malu memegangi dada Rina.
"Warga, Ibu ini benar. Jika perempuan gila ini, menyimpan dompetnya di bra. Berarti di pembawa fitnah." teriak wanita tersebut.
Dan orang-orang yang sebelumya menatap risih ke arah Nika malah melempari Rina dengan aneka sayur-mayur.
Keadaan langsung terbalik. Rina menjadi bulan-bulanan warga.
Dengan rasa malu juga marah. Rina meninggalkan kerumunan. Dia berjalan dengan begitu cepat. Bahkan tidak lupa dia menutupi wajahnya.
"Yang sabar ya nak. Kamu anak kuat. Makanya cobaannya berat." seru wanita paruh baya.
Dia kasihan melihat Nika yang masih menangis dengan tersedu.
Karena jam sudah siang hari. Akhirnya Nika mencari ojek untuk pulang. Karena pasar di tempatnya hanya aktif pagi sampai siang hari.
Nika membawakan beberapa jenis sayur layu. Dia akan memasak untuk adik-adiknya. Di jalan, dia juga membelikan ayam tepung yang pernah di pesankan oleh Amar. Dan baru bisa dituruti hari ini.
Akhirnya Nika sampai di rumah. Dan dia menarik napas guna mengatur mimik wajahnya. Karena sudah terlihat Amar hang menunggunya disana.
Dengan wajah dihiasi senyuman, Nika berjalan ke arah adik bungsunya yang berwajah sendu.
"Tumben di rumah, kenapa gak main?" tanya Nika. Karena setahu Nika anak-anak udah mulai berteman lagi dengan Amar.
"Mereka mengejek tas Amar yang sobek. Jadi, tadi Amar marah, makanya Amar gak mau lagi main sama mereka." adu Amar kesal.
"Eh, bukannya Kakak udah jahit ya?" tanya Nika seraya mengeluarkan kotak ayam tepung pesanan anaknya.
Amar hanya menundukkan kepalanya. Dia tidak lagi melanjutkan pertanyaan Kakaknya. Karena sejujurnya tas miliknya ditarik oleh teman sekelas.
"Ya udah, lebih baik kamu makan ini dulu." ujar Nika menyerahkan kotak ayam tepung.
Wajah Amar langsung sumringah, dia bahkan memeluk tubuh Kakaknya.
"Makasih banyak Kak. Padahal aku sempat minta ini sama Mak dan Ayah. Dan Ayah janji kalo sorenya mau beliin Amar ayam tepung. Dan baru kesampaian sekarang." kekeh Amar.
Amar tidak tahu, pengakuannya membuat Nika terluka, bahkan ludahnya terasa pahit dalam tiba-tiba.
"Ini enak sekali. Kak Nika mau?" tanya Amar.
"Makan lah, kakak juga punya. Kak Safa dan Naya juga." balas Nika mengelus kepala Amar.
Tak berapa lama, Naya pulang bersama dengan Safa. Kebetulan hari ini, Safa sedang tidak enak badan. Jadi Safa memutuskan untuk tidak mengikuti les.
"Bagaimana keadaanmu? Udah baik kan?" tanya Nika pada Safa yang sedang membuka sepatunya.
"Agak lebih enakan sih." balas Safa.
"Oya kak, tadi saat kami nunggu ojek untuk pulang, kami dengar jika wanita muda yang bekerja sebagai pengangkut barang, di tuduh pencopet." tanya Safa hati-hati. Dia tahu, jika wanita tersebut kakaknya.
"Tapi itu cuma tuduhan, karena Kakak terbukti tidak bersalah." seru Nika.
"Syukurlah ..." balas Kanaya lega.
Baru saja Safa dan Naya hendak masuk ke dalam. Terlihat sebuah sepeda motor berhenti di depan rumah mereka.
"Nika ..." panggil Abrar.
Dan Nika memutar mata malas. Kala melihat Abrar berjalan ke arahnya.
"Ada hal yang ingin aku bicarakan. Tapi, jangan disini." seru Abrar.
"Disini, atau tidak sama sekali." tekan Nika.
"Ta-tapi ..." Abrar ragu melihat Kanaya dan Safana.
"Mereka adik-adikku bukan orang lain. Jadi, bicara selagi mereka disini. Karena jika hanya berdua dengan Bang Abrar. Aku gak bisa." balas Nika.
"Baiklah, soal Ibu." Abrar men-jeda ucapannya. Dia penasaran dengan wajah dari Nika. "Aku minta maaf. Aku udah cari tahu pada orang pasar. Kalo Ibu menuduh mu sebagai pencopet. Dan mereka mengatakan jika Ibu juga sudah memfitnah mu sama orang-orang desa." jelas Abrar dengan menunduk.
"Ooo, jadi itu Ibu bang Abrar? Asal Bang Abrar tahu ya. Kak Nika menangis setiap malam saat tempat dia mengais rezeki hilang. Kak Nika kepikiran, dia takut kami kelaparan. Dan sekarang, ibu Bang Abrar kembali berulah. Memangnya wanita jahat itu, mau apa sih? Mau melihat kami sekeluarga hancur?" bentak Safana.
"Safa ..." Nika menegur pelan adiknya.
"Bela terus kak, bela, kakak lupa? Bagaimana Ibunya menghina kakak? Apa harus aku ingatkan kembali?" tanya Safana membuat Nika tercekat. Pasalnya, dia tidak pernah menceritakan hal tersebut pada Safana.
"Aku mendengar semuanya kak, aku sama terlukanya seperti kakak." ujar Safana dengan air mata yang jatuh ke pipinya. Begitu juga dengan Kanaya. Sedangkan Amar masih terlihat bingung dengan pembicaraan orang-orang dewasa dihadapannya.
Kemudian Safa dan Kana berlalu masuk kedalam, meninggalkan Abrar, Nika dan Amar.
"Pulang lah, karena tidak ada hal yang perlu kita bicarakan lagi." usir Nika.
"Ta-tapi ..."
"Pulang lah ..." lirih Nika. Kemudian menarik tangan kecil Amar untuk mengikutinya.
Abrar menghela napas kasar. Dia kembali dibuat kecewa oleh Ibunya. Harus bagaimana lagi, agar Ibunya menerima Nika.
Kemudian Abrar mendatangi warung dan berniat akan membersihkan nama Nika. Karena dia gak mau warga disana, terus-terusan menilai Nika dengan jelek.
"Maaf Ibu-ibu, bisakah aku ganggu waktunya sebentar?" tanya Abrar pada beberapa orang Ibu-ibu yang sedang bergosip ria.
"Eh, bukannya kamu mantan pacarnya Nika ya? Kami udah tahu kok, kenapa kalian batal lamaran." balas pemilik warung bernama Surti.
"Bukan, aku hanya ingin meluruskan kenapa kami batal nikah. Dan semua yang ibuku katakan adalah bohong." papar Abrar.
"Maksudnya?" tanya Surti balik. Dan sebagian Ibu lainnya langsung memasang muka serius guna mendengarkan cerita dari Abrar.
Abrar pun menceritakan hal yang sebenarnya. Dia tidak menutupi apapun. Termasuk kenapa Ibunya keberatan.
"Wah, ternyata selain munafik. Bu Rina juga tidak punya hati ya." ungkap seorang ibu yang memakai daster.
"Iya-iya yah, seharusnya anak-anak yatim piatu dikasihani. Bukan malah di dizalimi." balas yang lainnya.
"Jadi, selama ini kami salah? Salah karena memusuhi Nika?" sesal seorang Ibu.
"Iya, dan atas nama Ibu. Aku minta maaf ..." lirih Abrar.
"Gara-gara Ibumu, kami satu kampung menanggung dosa tahu gak." bentak Surti.
"Makanya, aku minta maaf pada anda semua." ujar Abrar. Kemudian tak berapa lama Abrar mohon undur diri, setelah membeli air mineral.
Umpatan dan cacian masih saja di tujukan pada Rina.
"Maafkan aku Bu, aku harus mengembalikan nama baik Nika. Itu semua semata-mata karena aku sayang Ibu, aku gak mau ibu menanggung dosa lebih lama lagi." batin Abrar.
Dilema, itulah yang Abrar rasakan. Mengembalikan nama baik Nika, sama saja dia mempermalukan Ibunya. Tapi, bukan kah, itu sudah konsekuensinya? Karena Ibunya lah, yang mencari masalah terlebih dahulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
NurAzizah504
Gara2 Rina, Abrar juga kena imbasnya
2024-08-22
0
Teteh Lia
kapok nda tuh ..
maling teriak maling.
2024-08-08
1
kaylla salsabella
wuhhaaaaa rasain kamu rina
2024-08-07
2