Didalam sebuah mobil mewah berwarna hitam legam terlihat sepasang anak manusia berbeda jenis kelamin, dengan jarak umur yang lumayan jauh sedang menyelami pikirannya masing-masing. Tidak ada obrolan antara keduanya hanya ada keheningan setelah acara mandi bersama itu. Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan yang sepi.
''om''
''Hmmm?''
''Aku lapar''
''Mau makan?''
''Pake nanya.''
"Restoran sushi, kamu mau?"
"Iya, aku sudah sangat lapar om."
"Baiklah" Tanpa mengulur waktu lebih lama lagi Mahendra segera memarkirkan mobilnya disebelah restoran sushi yang dilihatnya tadi, Rihana dibuat terkejut dengan tindakan spontan Mahendra, Mahendra membukakan pintu mobil untuk Rihana. Memberikan sensasi debar pada hati mungil Rihana.
"Terima kasih om" ucap Rihana sembari tersenyum hangat menatap wajah teduh milik Mahendra, hidung mancung, rahang tegas, bibir tebal, bola mata berwarna hijau.
Wanita mana yang tidak meleleh jika dihadapkan dengan pria setampan Mahendra, begitulah ucap Rihana didalam hatinya
"Eh?" Rihana terkejut mendapati tangan kekar milik Mahendra sudah menggandeng tangan mungil miliknya
"Tidak usah terkejut seperti itu baby, kau harus terbiasa. Bukankah sebentar lagi kita akan menikah?"
"Iya, tapi kan-" belum sempat melanjutkan kalimatnya Mahendra sudah terlebih dahulu menyelanya
"Kau harus terbiasa baby, aku tidak suka penolakan darimu." Rihana hanya pasrah dengan bujukan halus yang keluar dari mulut Mahendra, mengimbangi langkah Mahendra hal yang sangat sulit Rihana jalani.
Langkah pria itu dua kali dari langkahnya, belum lagi tempo jalannya yang cepat khas pria sibuk, membuat Rihana ngos-ngosan dibuatnya.
"Om, pelan-pelan dong. Aku ga bisa mengimbangi langkah om." omel Rihana sembari menunjukan wajah kesalnya
"Saya pikir kamu bisa mengimbanginya baby, bukankah semalam kamu sangat lihai, harusnya pagi ini bisa kan?." ucapnya dengan wajah genit
"Ish, nyebelin banget. Buruan pesenin makanan, aku laper." Wajah Rihana sudah terlihat merah padam mendengar ucapan Mahendra, rasanya Rihana ingin menghilang saja dari bumi ini. 'Dasar om-om ga tau malu, ditempat umum kaya gini juga. kalau mereka salah paham gimana'
"Kamu tunggu dimeja nomor 34 baby, saya akan memesan."
"Oke"
Setelah 15 menit berlalu barulah Mahendra datang membawakan makanan yang dimaksud, Rihana sedikit terkejut dengan makanan yang dibawa Mahendra bentuknya tidak mirip sushi, segitiga, besar, dilapisi rumput laut. 'Bukankah ini Origini, emang om-om gajelas' Batin Rihana
"Ini sushi? sejak kapan sushi jadi kaya gini?"
"Kata pelayannya jika pagi hari sushi belum tersedia jadi dia memberikan ini padaku." Mahendra bukannya tidak tau bentuk Sushi semacam apa, tapi pelayan itu lah yang mengatakan bahwa menu sushi hanya tersedia saat siang hari saja jika masih pagi begini yang tersedia hanyalah origini. Keren sekali strategi marketingnya
"Tidak masalah, aku bisa memakannya"
"Syukurlah jika kau bisa memakannya baby."
***
Sarapan pagi itu memakan waktu sekitar 15 menit ditambah waktu tunggu, hingga pukul 10.30 siang barulah Mahendra dan Rihana sampai didepan rumah megah bergaya Eropa. Rihana merasa bingung bagaimana caranya mencegah Mahendra agar tidak masuk kedalam rumahnya, takut jika sang ayah akan murka melihatnya membawa seorang pri
'Ishh, kenapa aku bodoh sekali. Harusnya aku tidak memberikan alamatku pada pria ini, karena ke gantengan nya aku menjadi bodoh. Sekarang aku harus apa supaya pria ini tidak ikut masuk.' Batin Rihana mencoba memikirkan alasan yang logis dan tidak menyakiti perasaan pria berhati hello Kitty didepan ini
"Kenapa diam? Ayo bawa saya masuk." Suara pria dewasa disebelahnya membuat lamunan panjangnya terhenti begitu saja
"Eeh emm itu om, sebaiknya om langsung pulang saja" Mahendra menyatukan kedua alisnya sebagai tanda keheranan, sedangkan Rihana masih kebingungan mencari Alasan yang logis
Belum sempat Rihana mengeluarkan kata-katanya, Mahendra sudah lebih dulu turun dari mobilnya lalu membukakan pintu padanya seperti seorang pelayan yang sedang menyambut kedatangan seorang putri, sejenak Rihana kembali mengagumi perhatian yang diberikan Mahendra padanya sampai beberapa menit kemudian Rihana menyadari tubuhnya sudah berada tepat didepan pintu masuk rumahnya dengan posisi tangan di genggam erat oleh Mahendra.
"Kau kenapa baby? Kenapa terlihat sangat takut?"
"Om kenapa ikut kesini, nanti kalau papah tau aku bisa diusir dari sini." Keluh Rihana dengan wajah masam sembari mendorong tubuh Mahendra menjauhi rumahnya, namun usahanya sia-sia karena tubuh kekar itu tidak terusik dari tempatnya bahkan bergerak 1cm saja tidak ada.
"Tenang saja baby. Niat saya hanya ingin melamar kamu atau kamu saja yang ingin melamar saya?" ucap Mahendra sembari mengelus punggung tangan milik Rihana
"Ish, jangan bercanda. Cepetan pulang, aku ga akan bertanggung jawab jika om ga mau nurut." Rihana mencoba mengancam Mahendra namun reaksi Mahendra bukannya takut malah semakin menjadi.
Mahendra menekan bell dirumah besar itu dengan gerakan yang sangat cepat sehingga Rihana tidak mampu menahan gerakannya.
"Iiiiihhh nyebelin banget sih, pulang ga. Jangan sampai papah aku liat om. Aku bisa diusir om. Aku mohon sekali ini saja pliez ya" Rihana mencoba membujuk Mahendra dengan menunjukkan wajah sedihnya sedemikian rupa agar menarik simpati Mahendra.
Baru saja Rihana berhasil membujuk Mahendra untuk keluar dari rumahnya namun penampakan pria paruh baya dengan rambut dihiasi uban sudah menatap pergerakan mereka dengan tajam dibalik pintu besar berwarna putih.
Tentunya hal itu membuat sekujur tubuh Rihana meremang 'Mati aku, pria tua itu sudah melihatnya. Apa ini hari terakhirku dirumah ini' batin Rihana.
"Mahendra, bawa gadis nakal ini masuk. Saya ingin bicara dengan kalian." ucap pak Prabu dengan raut wajah sok galak
"Anakmu baru saja mengusirku, bagaimana bisa aku membawanya masuk."
Sontak kedua mata Rihana terbelalak menyaksikan interaksi antara keduanya, bukannya mengusir pria yang telah merenggut keperawanan anaknya, sang ayah malah mengajaknya masuk dengan raut wajah yang terbilang santai.
"Dasar anak nakal, Cepat suruh Mahendra untuk masuk rumah."
"Papah ga salah ngomong kan? hari ini ga salah minum obat?" Tanya Rihana sembari memegang dahi sang ayah, mengeceknya barang kali sang ayah sedang sakit.
Baru kali ini sang ayah menyuruhnya membawa masuk seorang pria, biasanya sang ayah sangat tegas dengannya bahkan saat SMA saja teman sekelompok yang berjenis kelamin pria tidak diizinkan masuk oleh sang ayah.
"Cepatlah Rihana, papah sudah lama menunggu kalian."
"Baiklah, Ayo om masuk" Pasrah menerima perintah dari sang ayah, akhirnya Rihana memberikan jalan masuk untuk Mahendra
"Terima kasih baby."
"Jangan panggil aku seperti itu om, papah bisa curiga."
"Memangnya salah? saya hanya memanggilmu baby tidak menciummu didepannya." ucap Mahendra sembari melingkarkan tangan besarnya di pinggang ramping milik Rihana
"Om apaan sih, kalau papah liat gimana. Lepasin." Rihana mencoba melepaskan tangan Mahendra dari sisinya namun usahanya sia-sia saja. Tenaganya kalah dengan Mahendra
"Tenang saja baby, papamu tidak akan marah." bisiknya tepat ditelinga Rihana
sesampainya di ruang tamu pak Prabu mempersilahkan Mahendra untuk duduk disebelahnya sementara Rihana duduk berhadapan dengan kedua pria itu
"Rihana"
"I-iya pah?"
"Apa benar yang dikatakan Hans padaku. Kau telah merayu Mahendra tadi malam?"
"I-iya pah. Tapi itu semua bukan murni kesalahan ku. Aku sedang tidak sadar tadi malam. Tolong jangan usir aku pah." mohon Rihana diiringi dengan bulir halus yang menetes dari pipinya
'Pantas saja papah mempersilahkannya masuk, ternyata teman pria ini sudah mengadu kepadanya' batin Rihana
"Hahaha, kau ini bisa saja Mahendra. Selama 37 tahun melajang malah dapat anakku. Aku pasti merestui kalian. Segeralah menikah dan berikan aku cucu." Ucap pak Prabu dengan antusias
Sangat terkejut dengan Kata-kata yang keluar dari mulut pak Prabu membuat Rihana mengusap air matanya dengan kasar. Susah payah dirinya pura-pura menangis malah jawaban santai seperti itu yang keluar dari mulut sang ayah.
"Terima kasih Prabu, restumu sangat berarti bagi kami. Benarkan baby?"
"Ah itu, iya om." belum sempat mencerna apa yang dikatakan oleh sang ayah, justru Rihana sudah mendapatkan pertanyaan dari Mahendra tentunya hal itu membuatnya gugup.
"Papah kenal sama om ini?" Rihana memberanikan diri untuk bertanya pada sang ayah
"Rihana, panggil dia dengan sebutan Mas Mahendra. Tidak baik memanggil calon suamimu dengan sebutan om." Bukannya mendapatkan jawaban dari sang ayah justru dirinyalah yang dibuat terkejut dengan jawaban dari sang ayah 'Calon suami katanya'
"Mahendra ini teman bisnis papah, bahkan sampai saat ini hubungan kita masih sangat baik. Sedari dulu kita membangun bisnis bersama bahkan saat papah susah Mahendra lah yang membantu papah. Mahendra bukan hanya seorang teman bisnis bagi papah tapi seorang sahabat bahkan lebih dari itu.
"Teman papah?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Retno Anggiri Milagros Excellent
MasyaAllah..
2024-08-22
1
Renji Abarai
Ceritanya aduhai banget, bikin senang hati! 😍
2024-08-01
1