Di Kira Pengangguran
Nara Aulia Putri seorang wanita cantik berusia 25 tahun, adalah anak ketiga dari pasangan Wibowo dan Indah. Ia memiliki tiga saudara, dan keluarganya dikenal harmonis dan bahagia. Namun, di balik kecantikannya, Nara memiliki sisi ambisius yang sangat kuat dan pantang menyerah dalam mencapai apa yang diinginkannya.
Sejak kecil, Nara selalu berusaha keras untuk menunjukkan kemampuannya di berbagai bidang, baik dalam bidang akademik maupun non-akademik. Dia selalu ingin menjadi yang terbaik di antara saudara-saudaranya, bahkan di antara teman-temannya. Dalam mengejar cita-cita, Nara tidak pernah gentar menghadapi rintangan dan tantangan yang ada.
Sebagai anak ketiga, Nara sering merasa diabaikan oleh orangtuanya yang lebih fokus pada anak pertama, kedua dan anak ke empat mereka. Hal ini membuat Nara berusaha lebih keras lagi untuk mencapai kesuksesan, agar keluarganya bangga padanya. Nara selalu menetapkan target yang tinggi dalam hidupnya, dan ia tidak akan berhenti sebelum mencapainya.
Yang sayang padanya cuma ayahnya saja.
Waktu Nara berusia 10 tahun, ayahnya meninggal dunia dalam kecelakaan kerja.
Setelah kepergian ayahnya tidak ada yang membela dirinya lagi, ibunya selalu memberi makan Nara seadanya.
***
Pagi hari di salah satu rumah sederhana di pinggiran kota, pagi itu di rumah sederhana kami di sibukkan berkutat di dapur, karena rencananya siang hari akan ada acara lamaran untuk adik perempuan ku. Yang cuma ada di dapur cuma kami bertiga yang sibuk mengolah makanan yang di beli ibu di pasar subuh tadi, yang kami maksud itu adalah Aku, Bukde dan anak bukde.
Rencananya kami akan memasak daging, opor ayam, orek tempe, sambal ati ampela dan masih banyak yang lainnya.
Jangan salah, ibu ku juga ada di dapur, beliau cuma duduk manis sambil memperhatikan pekerjaan kami. Tidak ada niatan untuk membantu pekerjaan kami, ibu duduk dengan santai sambil menikmati secangkir teh dan kue yang di beli ibu di pasar.
Ibu tidak ada niatan untuk menawari kue itu, ibu dengan asik memakan kue itu di hadapan kami.
Jangan salah, aku sebenarnya memiliki ke dua kakak. Dan ke dua kakak ku itu tidak nampak batang hidung nya sejak tadi, selalu jika di rumah ada acara mereka berdua kompak sekali menghilang. Dan pulang sudah hampir siang, ketika acara sebentar lagi akan di mulai.
Aku menoleh di mana ibu ku tadi duduk, dan aku sudah tidak mendapati ibuku di kursi itu lagi. Mungkin ibuku bosan dan memilih meninggalkan dapur, dan menikmati kue di ruang tengah. Kenapa aku bilang sambil menikmati kue di ruang tengah, karena aku juga tidak melihat kue itu ada di atas meja.
"Hu... Hu.. Hu...,"
Sampai suara tangisan bocah perempuan terdengar di gendang telinga mereka, Aku tahu siapa yang sedang menangis itu. Aku berdiri dari duduk ku, dan meninggalkan pekerjaan ku yang sedang memarut kelapa untuk memasak rendang dan opor nanti.
"Mina," Panggil ku pada anak bukde Ratna yang sedang memisahkan cabe dari tangkainya.
Mina pun menoleh menatap ku.
"Iya mbak," sahut Mina.
"Tolong selesaiin ini dulu, mbak mau lihat ke depan." Ucapku sambil meminta tolong pada Mina untuk menyelesaikan memarut kelapa.
"Iya mbak," jawab Mina sambil berdiri dari duduknya.
Aku pun bergegas keluar dari dapur dan segera mencari asal sumber suara tangis itu.
Deg.
Jantung ku berdetak dengan cepat, kala sesampainya di ruang tengah ku lihat putri ku menangis dan di depan nya ada ibuku yang sedang memerahi nya. Di bawah lantai ada dua potong kue yang tergeletak di bawah kaki ibuku, Aku dan Bukde Ratna yang ternyata mengikutiku sampai ke ruang tengah segera mendekati ibu dan ke dua bocah yang masih berusia lima tahun yang sedang menunduk dan salah satu bocah itu menangis.
"Ada apa ini Ratmi?" Tanya Bukde Ratna saat kami sudah sampai di depan ibu ku.
Sedangkan aku sudah berjongkok dan lansung memeluk putriku yang menangis sesenggukan, agar putriku itu segera diam dan tak menangis lagi.
Lalu ku dongakkan kepalaku untuk menatap ibu ku yang tidak merasa kasihan melihat cucu nya menangis.
"Iya bu, ini sebenarnya ada apa? kenapa sampai Tiara menangis?" Tanya ku.
Mata ibu masih melotot menatap putriku, aku tidak tahu apa salah putriku sehingga ibuku itu marah pada cucunya.
"Nara, ajarin anakmu jangan sembarangan ambil kue milik ibu. Ibu cuma tinggal sebentar ke kamar mandi, anak mu dengan berani nya mengambil kue milik ibu." Omel ibu ku sehingga membuat Bukde Ratna geleng-geleng kepalanya.
"Oalah Ratmi, cuma masalah kue to." Bukde Ratna tidak habis pikir dengan kelakuan adiknya, cuma masalah kue yang di ambil cucunya saja sampai membuat wanita itu marah.
"Apa benar Nak, kamu ambil kue milik Nenek?" tanya Ku menatap lembut putriku yang masih sesenggukan.
"Ta... di.., Ti..ara... lihat kak Eka bawa kue ke luar. Ti....ara... minta sama kak Eka gak bo...leh..., terus kata kak Eka di dalam ada makanan. kata kak Eka kalau mau, ambil aja sendiri." Jawab Tiara dengan terbata-bata karna menangis.
"Cuma kue aja bu, kenapa ibu tidak membiarkan saja Tiara mengambilnya bu. Sedangkan Eka sama ibu di perbolehkan," ujarku yang tidak habis pikir dengan sikap ibu ku yang pilih kasih dengan cucunya.
"Ibu gak rela kalau Tiara makan kue ibu, beda dengan Eka. Eka dan Maya mau menghabiskan kue milik ibu, ibu tidak masalah." Jawab ibu ku nyelekit.
Aku dan Bukde Ratna cuma bisa geleng-geleng kepala dengan jawaban yang keluar dari mulut ibu, itu sama saja ibu melukai hati ku.
Dari dulu ibu memang selalu membedakan aku dengan ketiga saudaraku, dan sekarang ibu juga selalu membedakan ketiga cucunya.
"Aku juga bisa membeli nya bu," gumam ku yang sudah geram, selalu seperti itu kelakuan ibuku terhadap putri ku.
Setiap ibu ku beli kue, selalu putriku yang tidak pernah di kasih. Sedangkan ke dua cucu yang lain selalu di kasih, pernah juga saat ada penjual eskrim yang keliling di depan rumah. Ibu ku cuma membeli eskrim itu dua potong, kebetulan saat itu aku sedang berbelanja ke warung. Saat aku pulang tahu-tahu putri ku menangis sambil memegang plastik eskrim, sungguh keterlaluan ibu ku itu.
"Tiara mau kue seperti itu?" tanya ku menunjuk kue yang ada di atas meja yang masih terdapat tiga potong kue itu.
Tentu saja Tiara mengangguk.
Tidak ku pedulikan mata ibu yang melotot saat aku mengambil dua kue yang ada di atas meja dan ku berikan kepada Tiara dan cucu bukde Ratna.
"Lancang kamu Nara, mengambil kue milik ibu!" Marah ibuku matanya melotot hampir keluar dari sarangnya.
"Kenapa bu? tidak terima? Lagian kue ini di beli memakai uang dari Nara." Ucapku sambil tersenyum.
Wajah ibu berubah menjadi masam, dengan menahan kesal ibu ku pergi dari ruang tengah dan masuk ke dalam kamar dengan emosi.
Bukde Ratna mengacungkan jempolnya padaku, sesekali-kali biarlah aku melawan ibuku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments