"Ya udah kalau gitu tabungan mbak, berikan pada ibu untuk biaya pernikahan ku." Ucap Hani tersenyum lebar, karna ia pikir keinginannya untuk pesta pernikahan dengan mewah akan tercapai.
"Dan tabungan punya mas Hendra berikan padaku untuk biaya baju seragam keluarga mas pras dan keluarga kita." Lanjutnya lagi sambil menodongkan tangan nya kehadapan mas Hendra dan mbak Rasti istrinya.
Ku lihat mbak Tika gelapan saat Hani meminta uang tabungan milik mbak Tika.
"Enak saja, mbak kan sudah bilang kalau uang itu buat nambahin buat beli mobil baru." Jawab Mbak Rasti sambil mengibaskan tangan Hani yang menodongnya.
"Kalau gitu punya mbak Tika aja, mbak Tika kan punya tabungan." Hani tidak menyerah untuk mendapatkan uang untuk biaya pernikahan nya.
"Gak ada, uang tabungan itu buat modal usaha mas Haikal." Tolak mbak Tika sambil melotot menatap Hani.
Hani tersenyum kecut dan mencibir ke dua kakaknya.
"Katanya punya tabungan, nyatanya pelit." Cibir Hani.
"Sudah, sudah. Tidak usah di permasalahkan lagi soal tabungan Tika dan Haikal." Lerai ibuku agar Hani berhenti membahas soal uang tabungan kakak-kakaknya.
Ibuku lalu beralih menatapku, aku menunggu apa yang akan ibuku katakan.
Sebelum ibuku membuka suaranya, Lagi-lagi suara kak Tika mencelanya.
"Ibu yakin mau minta bantuan sama Nara?" Tanya mbak Tika sambil mengejek menatapku.
"Kalau aku mah gak yakin bu, kalau Nara bisa bantu." Timpal Mbak Rasti kakak iparku.
Namun seperti nya ibuku tidak menyerah untuk berusaha mendapatkan uang untuk pernikahan adik bungsuku itu.
"Nara, kamu punya kan simpanan uang untuk Biaya pernikahan adik kamu?" Tanya ibuku penuh harap.
"Ha...ha..., ibu ini lucu. Mana mungkin mbak Nara punya tabungan bu, suaminya itu kan gak jelas kerjanya apa." Celetuk Hani menertawakan ibunya yang meminta uang pada ku.
"Bagaimana Nara?" Tanya ibuku tidak mempedulikan celutukan Hani yang menertawakan ibunya yang meminta bantuan uang padaku.
"Nara akan coba bilang sama mas Rudi dulu bu." Cuma itu yang bisa aku jawab.
Aku tidak mungkin memberi keputusan sebelum berdiskusi pada mas Rudi.
"Ibu gak mau tahu ya Nara, lusa uang nya harus ada." Ucap ibuku setengah memaksa.
"Terserah kamu sama suami kamu mendapat kan uang itu dari mana." Ucap ibuku lagi.
"Iya mbak, aku gak mau pesta pernikahan mewah ku gagal. Apa kata tetangga dan rekan kerja mas pras, kalau pesta pernikahan ku tidak mewah." Timpal Hani yang memaksa biaya pernikahan nya padaku.
Setelah mengatakan itu Hani meninggalkan kami yang masih ada di ruang keluarga, dan di susul ke dua kakakku beserta kakak iparku.
Kini yang ada hanya aku dan ibuku.
"Ingat ya Nara, uang untuk pesta pernikahan adikmu lusa sudah harus ada. Ibu gak mau tahu bagaimana caranya kamu harus mendapatkan uang itu." Desak ibuku agar aku mendapatkan uang yang tidak lah sedikit.
****
Aku yang baru saja masuk ke dalam kamar, terkejut saat mendengar suara ribut-ribut di luar. Aku bergegas keluar dari dalam kamar untuk melihat apa yang sebenarnya yang terjadi di luar.
Sesampainya aku di ruang tamu, aku melihat kakak iparku yang sedang ribut dengan salah satu tetangga kami.
Aku tidak tahu dan tidak mau ikut campur urusan mereka, walaupun aku penasaran apa yang membuat mereka ribut.
Ku lihat ibuku mencoba melerai keributan yang di buat oleh iparku itu, kakak iparku ngotot dan tidak mau di salahkan atas perbuatan putrinya itu.
Wanita yang berdebat dengan kakak ipar itu pergi setelah mendapat uang dari ibuku.
Mbak Riska sepertinya tidak terima ibuku memberi uang kepada wanita itu, mbak Riska berteriak memanggil bu Zainap agar kembali. Namun panggilan mbak Riska di abaikan oleh bu Zaenap, aku menggelengkan kepala ku dan bergegas kembali ke dalam kamar.
Baru saja aku masuk ke dalam kamar, ponsel ku yang ada di atas tempat tidur berdering. Menandakan ada pesan masuk ke dalam ponsel ku, aku melangkahkan kakiku untuk mengambil ponsel ku yang ada di atas ranjang.
Aku duduk di pinggir ranjang dan mulai membuka pesan yang ada di dalam ponsel ku, rupanya mas Rudi, suami ku yang mengirim pesan itu. Gegas ku buka pesan dari mas Rudi, rupanya mas Rudi mengabarkan kalau dirinya pulang agak malam karna masih ada urusan yang harus segera di selesaikan. Sebenarnya aku penasaran sebenarnya apa yang di kerjakan suami ku itu, jika aku tanya mas Rudi selalu tersenyum dan suatu saat nanti kamu juga akan tahu.
Tok...tok...
Suara pintu di ketuk dari luar, ku dengar suara langkah kaki melewati kamarku. Pasti itu ibu atau kakak iparku yang lewat dan ingin membukakan pintu untuk tamu.
Tok...tok...
Kembali pintu di ketuk, padahal tadi ada yang ingin membuka pintu. Tapi, kenapa masih juga mengetuk pintu.
Tok...tok...
Lagi-lagi pintu di ketuk, kali ini ketukan nya semakin keras dan semakin brutal. Samar aku mendengar suara ketukan pintu sambil suara laki-laki dari luar.
"Hai buka pintunya, kami tahu kalian ada di dalam. Cepat keluar, jangan bersembunyi!" Bentak suara seorang pria dari luar rumah.
Aku meletakkan ponsel di atas ranjang kembali, aku berdiri dari duduk ku untuk melihat siapa yang mengetuk pintu.
Kembali ponsel ku berdering, nanti lah aku cek pesan dalam ponsel ku.
"Pada kemana semua orang sebenarnya, dari tadi pintu tidak di buka-buka juga." Gumamku sambil membuka pintu kamarku.
Aku merasa bingung ketika melihat kakak dan ibuku berdiri diam di depan pintu ruang tengah. Ada apa dengan mereka? Bukannya biasanya ibu atau kakak langsung membuka pintu saat ada orang yang mengetuk pintu, kali ini mereka malah sibuk mengintip ke luar. "Ibu..." ucapku dengan ragu, mencoba untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. "Hust, diam. Jangan bersuara," potong Ibu dengan nada pelan namun tegas. Rasa penasaranku semakin menjadi-jadi. Apa yang sedang dilihat ibu dan kakak hingga mereka terlihat begitu serius? Berbagai spekulasi berkecamuk di dalam pikiranku. Apakah ada tamu yang datang tanpa diundang, ataukah ada sesuatu yang sedang terjadi di luar rumah yang seharusnya tidak aku ketahui? Menggigit bibir bawah, aku merasa terombang-ambing dalam keraguan. Akhirnya, aku memutuskan untuk menahan pertanyaan dan menunggu sampai situasinya lebih jelas sebelum berbicara lebih jauh."
Tok...tok...
Tiba-tiba, pintu kembali diketuk keras dari luar, kali ini dengan ancaman yang semakin mengintimidasi: mereka akan mendobrak pintu atau memecahkan kaca jika pintu tersebut tidak segera dibuka. Aku bingung dan panik, berusaha memahami situasi yang terjadi. "Ibu, Kakak, siapa mereka? Biar aku saja yang buka pintu, daripada mereka merusak pintu rumah kita," tawar aku dengan perasaan tidakut. "Jangan!" tangkis Kakak dengan wajah ketakutan saat aku mulai berjalan menuju pintu. Aku dapat melihat keraguan dan kecemasan dalam matanya, seolah-olah ada sesuatu yang lebih mengerikan di balik pintu itu. "Apa yang sebenarnya terjadi?" batin aku, merasa penasaran namun juga takut akan ancaman yang kian mendesak. Apakah kita benar-benar dalam bahaya, ataukah ini hanya ujian lain yang harus kita lalui bersama sebagai keluarga?
"Kami tidak main-main, dalam hitungan ketiga kami akan mendobrak pintu ini." Ancam pria yang ada di luar.
Tanpa mengindahkan peringatan ibu dan kakak ku, aku segera membuka pintu sebelum mereka benar-benar nekat mendobrak pintu rumah kami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments