Tiara masuk ke dalam kamar sambil mendekap boneka miliknya dengan erat, jam sudah menunjukkan angka 10 malam tapi Tiara belum juga tidur.
"Sayang kok belum tidur?" Tanya suami ku sambil mendudukan Tiara di pangkuannya.
"Ara ingin tidur bersama mama dan papa," Sahut Tiara dengan polosnya.
"Apa boleh Ara tidur bersama mama dan papa?" Tanya putri ku dengan penuh harap.
"Tentu saja boleh dong sayang." Jawab ku.
Tiara tersenyum dan langsung tidur di tengah-tengah kami, sebelum Tiara tidur tak lupa ku suruh baca doa dulu sebelum tidur.
"Selamat malam pa, ma." Ucap Tiara sambil mengecup pipi kami secara bergantian.
"Selamat malam sayang," balas ku sambil mengecup pipi putri ku.
Sebelum tidur kami berbincang-bincang sebentar, aku teringat soal cincin tunangan milik Hani.
"Mas," panggil ku menatap mas Rudi yang sedang sibuk dengan ponselnya.
"Ada apa sayang?" Tanya mas Rudi
"Aku kok penasaran sama cincin Hani ya mas." Ucapku yang mulai membahas soal cincin.
Mas Rudi meletakkan ponsel di atas meja kecil samping tempat tidur kami.
"Penasaran kenapa dek?" Tanya mas Rudi menatap ku dengan raut penasaran nya.
"Aku penasaran sama Cincin Hani mas, kok cincin nya beda ya kaya punyaku." Ucapku sambil menatap cincin yang melingkar di jari manis ku.
"Ya tentu saja beda lah dek," sahut mas Rudi cepat sehingga aku menoleh menatapnya.
"Punya adek kan udah lama mas beli cincin itu, sedangkan punya Hani masih baru dek. Tentu saja kilau nya beda dek." Komentar mas Rudi yang mengerti rasa penasaran ku yang menatapnya.
"Tapi cincin Hani itu, kaya bukan asli lo mas. Dan kalau asli kenapa surat nya sekalian gak di berikan."
"Adek kan dengar sendiri katanya suratnya ketinggalan, dan akan di berikan langsung pada Hani besok." Ucap mas Rudi.
"Sudah dek gak usah di pikirin, lebih baik adek tidur ini udah malam." Suruh mas Rudi sebelum aku membuka suara kembali.
"Iya mas," sahut ku cepat sambil merabahkan tubuhku di atas kasur empuk milikku.
Ku tarik selimut sebatas dada, ku lihat Tiara putriku yang sudah terlelap tertidur di tengah-tengah kami. Sebelum aku memejamkan mataku, ku cium lebih dahulu pipi putriku.
Aku menoleh menatap mas Rudi, dan ku lihat mas Rudi masih sibuk dengan ponsel yang ada di tangan nya. Sebenarnya mas Rudi itu sedang lihat apa pada layar ponsel nya, sehingga mas Rudi betah berlama-lama dengan ponselnya.
Padahal ini sudah malam, tapi mas Rudi masih sibuk saja di jam segini.
"Mas," panggil ku.
"Kenapa dek?" Tanya mas Rudi tanpa mengalihkan pandangan nya pada layar ponsel yang ada di depan nya.
"Mas ini udah malam loh, sebaiknya mas juga tidur lo." Suruh ku agar lelaki ku itu tidak sibuk dengan ponselnya.
"Bentar lagi dek, nanggung sebentar lagi juga selesai kok." Jawabnya sehingga membuat aku curiga jika suamiku itu sedang berbalas pesan pada wanita lain.
"Sebenarnya mas sedang kirim pesan sama siapa sih mas?" Tanya ku yang sejak tadi kepo dan ingin mengambil ponsel mas Rudi secara paksa.
Mas Rudi tidak menjawab, suamiku cuma tersenyum menatapku. Ih kesel rasanya saat mas Rudi tak berkata jujur pada ku, ku lihat mas Rudi meletakkan ponsel miliknya di atas meja di samping nya. Suamiku itu lantas merabahkan tubuhnya di samping putri kecil kami, ku palingkan wajahku saat mas Rudi menatap ku.
"Aku tidak berkirim pesan dengan siapa-siapa dek, udah dong gak usah ngambek." Ucapnya sehingga membuat ku langsung menoleh menatap nya.
"Mas tadi ngecek kerjaan," jelas nya lagi sebelum aku kembali bertanya.
Setelah mendengar penjelasan nya, akhirnya aku bisa tidur dengan tenang dan tidak berpikiran macam-macam pada suami ku.
****
Suara adzan subuh membangunkan ku dari tidur lelap ku, aku melirik suami dan putri kecilku yang sedang tidur. Ku bangunkan mas Rudi untuk segera sholat subuh, biasa nya mas Rudi akan solat subuh di masjid.
"Jam berapa ni dek?" Tanya mas Rudi sambil mengucek matanya.
"Sudah subuh mas," Jawab ku sambil turun dari atas ranjang.
Mas Rudi bangun dan turun dari atas ranjang, kami berdua lalu mengambil wudhu terlebih dahulu.
Setelah itu mas Rudi mengambil sarung dan peci di dalam lemari, setelah menggunakan nya suamiku itu berpamitan pergi ke masjid.
Aku pun bergegas menjalankan solat subuh, setelah selesai aku pun langsung menuju dapur.
Penghuni di rumah ini sedang terlelap tidur, cuma aku dan ibu yang sudah sibuk di dapur.
Sekitar satu jam kami berkutat di dapur, akhirnya makanan udah selesai.
Satu persatu anggota keluarga sudah terbangun saat pekerja rumah hampir beres, mereka pun mulai duduk di kursi mereka masing-masing.
"Ibu mau bicara pada kalian." Ucap Ibu sambil menatap kami semua.
Aku yang sedang membereskan meja makan, aku langsung menoleh cepat ke arah ibu. Sebenarnya apa yang ingin ibu bicarakan pada kami semua, apa ibu mau bagi warisan.
Ah tapi tidak mungkin, ku buang jauh-jauh pikiran itu.
Setelah sarapan ibu mengumpulkan kami di ruang keluarga, aku sudah menebak ibu pasti akan membahas acara pernikahan Hani.
Ku lihat mas Rudi berbicara di telepon, entah dia berbicara dengan siapa. yang jelas ku tangkap dari pembicaraan mereka, mas Rudi meminta maaf karna datang terlambat.
Aku sebagai istrinya memang tidak tahu pekerjaan suamiku apa, yang jelas setiap seminggu sekali suami ku itu pergi ke kota. Aku sendiri tidak tahu mas Rudi itu ke kota untuk apa, setiap ku tanya selalu dia berkata ada urusan bisnis dengan temannya.
Kami semua sudah duduk di ruang keluarga, dan ku lihat mas Rudi sudah selesai menelpon.
Ibu keluar dari dalam kamar dan duduk di kursi tunggal yang ada di depan kami, entah apa yang akan ibu bicarakan sampai mengumpulkan kami sepagi ini.
"Ada apa bu, pagi-pagi sudah mengumpulkan kami semua di sini?" Tanya mbak Tika mewakili kami semua.
Ibu menarik nafas panjang sebelum membuka suaranya, ibu lalu menatap kami satu persatu yang sedang menunggu nya berbicara.
"Ibu memang sengaja mengumpulkan kalian semua untuk membicarakan masalah pernikahan Hani," ibu menjeda ucapan nya.
Kami masih diam menyimak, apa yang akan di ucapkan ibu lagi.
"Ibu minta pada kalian untuk membantu biaya pernikahan Hani, karna kalian semua tahu keluarga Fras membebankan biaya pernikahan pada keluarga kita." Lanjut ibuku.
sesuai kesepakatan keluarga Pras tidak mau membantu biaya resepsi pernikahan Hani dan Pras, walaupun begitu mereka meminta pesta yang mewah.
"Bagaimana? apa kalian semua bisa membantu biaya pernikahan Hani?" Tanya ibu ku menatap satu persatu anaknya.
"Aku bisa saja sih bu membantu biaya pernikahan Hani," mbak Tika menjeda ucapan nya sejenak.
Ibu dan Hani tersenyum sumringah saat mendengar mbak Tika bicara seperti itu, namun hanya sesaat setelah itu wajah ibu dan Hani berubah masam saat mbak Tika melanjutkan ucapan nya.
"Tapi ya itu uang nya udah di pake buat bisnis oleh Mas Haikal, ibu sih ngomong nya telat." ucap Mbak Tika tanpa rasa bersalah.
"Jadi maaf Bu, Tika gak bisa bantu." Ucap mbak Tika lagi.
"Hendra bagaimana dengan kamu?" Tanya Ibu sehingga membuat mas Hendra terkesiap.
Hendra tidak langsung menjawab, kakak ku itu menatap istrinya untuk meminta persetujuan.
Ku lihat mbak Rasti menggelengkan kepalanya, sudah ku duga kakak iparku itu pasti tidak mau mengeluarkan uang yang bukan untuk kepentingan nya.
"Maaf Bu, Hendra tidak bisa membantu. Uang itu mau buat Hendra beli mobil baru." Jawab Hendra.
"Mobil bisa kapan-kapan kak, uang nya lebih baik buat biaya pernikahan ku dulu." Saran Hani.
"Gak bisa gitu dong, mobil itu besok harus ada. Mas Hendra udah janji mau beliin aku mobil baru, aku udah lama loh nungguin mobil itu." Rasti tidak terima dengan saran dari adik iparnya.
Hani mencebikkan bibirnya.
"Hen, mobil itu bisa kamu belinya sehabis adik kamu nikah. Uang itu lebih baik di gunakan untuk biaya pernikahan adik kamu dulu." Bujuk ibu ku kepada mas Hendra.
Ku lihat kakak ku itu bingung, ia bingung mau menuruti ibu atau menuruti istrinya.
Mas Hendra kembali menatap istrinya, ku lihat Mbak Rasti melotot menatap kakak itu.
"Maaf Bu, Hendra gak bisa. Hendra sudah lama ngumpulin uang itu buat beli mobil," Putus Hendra akhirnya.
"Nikah sederhana aja ngapa Han, gak usah mewah-mewah kalah gak ada dananya." Ucap mbak Tika.
"Benar tu kata mbak Tika, kalau gak ada dananya lebih baik nikahnya di KUA aja." Timpal Rasti yang sejak tadi diam saja.
"Gak bisa gitu dong, aku gak mau ya nikah di KUA. Keluarga mas Pras pasti malu kalau kita cuma nikah di KUA, keluarga mas Pras itu orang terpandang." Protes Hani yang tidak terima jika harus nikah di KUA.
"Dan satu lagi, ibu harus nyediain baju seragam buat keluarga mas Pras 25 potong." Ucap Hani lagi.
Semua terkejut saat mendengar apa yang di ucapkan Hani, mereka seenaknya saja membebankan baju seragam keluarganya ke keluarga kami.
"Kenapa baju seragam calon suami kamu kita yang menanggung nya Han?" Tanya mbak Rasti kakak ipar ku.
"Keluarga mas Pras mau nya kita yang menyediakan seragam keluarganya, apa salah nya sih nyediain baju seragam itu. sekalian pesan nya sama punya kita." Sahut Hani dengan enteng.
di kira baju seragam 25 potong gak mahal apa, untuk biaya pesta aja ibu pusing. Malah ini seenaknya Hani minta sediain 25 seragam keluarga untuk keluarga calon suaminya.
"Gak bisa gitu dong Han, masa seragam keluarga Pras masa kita juga yang nyediain. biar mereka sendiri yang nyediain baju seragam milik mereka sendiri." protes mbak Tika yang juga tidak terima.
Aku diam saja, ingin melihat reaksi ibu. ku lihat ibu memijat pelipisnya, pasti ibu sekarang sedang pusing dengan masalah uang.
Hani melengos tidak mempedulikan protesan dari mbak Tika, ia lalu menatap ibu nya yang sejak tadi memijat pelipis nya.
"Maaf semua nya aku menyela," ucap Bang Rudi yang sejak tadi diam saja.
Aku menoleh menatap bang Rudi, aku takut bang Rudi mau mengeluarkan uang untuk biaya pernikahan Hani.
Atensi semua orang yang ada di ruang tamu terarah ke mas Rudi, mereka menatap dengan tatapan yang berbeda.
"Saya harus segera pergi, biar urusan ini saya serahkan pada Nara saja." Setelah mengatakan itu bang Rudi berdiri dari duduk nya.
"Cih, sok sibuk." Ledek mas Aldi suami mbak Tika.
Aku bernafas lega, ku kira mas Rudi mau membiayai pernikahan adik ku. Rupanya aku salah, mas Rudi angkat bicara rupanya karna dia sudah terlambat untuk pergi ke kota.
Setelah berpamitan padaku, mas Rudi keluar dari rumah tanpa mempedulikan hinaan dan ledekan kakak ku.
"Bu, aku gak mau tahu uang untuk pernikahan ku harus ada dan juga baju seragam keluarga untuk keluarga nya mas Pras harus ada lo bu." Desak Hani yang tidak mau tahu kesusahan ibu.
"Hanya satu anak ibu yang belum ibu mintai bantuan." Ucap ibu akhirnya setelah cukup lama terdiam.
perasaan ku tiba-tiba tidak enak saat ibu mengatakan itu.
"Siapa Bu?" Tanya mas Hendra penasaran.
Ku lihat mbak Tika dan suaminya juga penasaran dengan apa yang di ucapkan ibu, begitu pun dengan Hani.
Ibu mengalihkan pandangan nya menatap ku, begitu pun kakak dan adik ku yang melihat ibu menatap ku.
Detik selanjutnya, Mbak Tika tertawa saat ibu mau meminta bantuan ku.
"Ha.... ha.... ha...., ibu gak salah mau meminta bantuan sama dia yang suaminya pengangguran?" Tanya Mbak Tika sambil menuding ku.
"Dia mana ada uang Bu, beda jauh dengan suami kami yang pegawai." Timpal mbak Rasti.
Tidak ingat kah dia tadi menolak permintaan ibu gara-gara sebuah mobil, dirinya masih juga berbicara sombong.
Aku diam saja saat mbak Tika dan mbak Rasti yang terus menghina suami ku, Aku bisa saja membantu biaya pernikahan untuk Hani. Tapi aku malas mengeluarkan uang ku untuk dia, dia saja tidak ada etika baik nya sama sekali pada ku.
Ku lihat Hani menggerakkan bibirnya ingin mengatakan sesuatu, tapi cukup lama dia tidak juga kunjung membuka suara.
"Ibu kan cuma mau bertanya Tik, siapa tahu memang Nara punya simpanan." Ucap Ibu yang tidak menyerah untuk mendapatkan uang untuk biaya pernikahan Hani.
"Percuma bu tanya sama Nara, aku yakin dia nggak punya tabungan." kekeh mbak Tika.
"Suami nya saja pengangguran, mana mungkin dia punya tabungan." Mas Hendra menimpali ucapan mbak Tika.
"Beda jauh lah bu sama kami yang punya tabungan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments