Queen Bee

Queen Bee

Bee

Gadis itu melangkah menyusuri lorong gedung tua yang disulap menjadi sebuah galeri lukisan. Terpampang puluhan, bahkan ratusan pigura cantik yang membungkus indahnya lukisan dari para pelukis ternama di negeri ini. Langkahnya terhenti di sebuah aula kecil yang berisikan lukisan yang tertata rapi di dinding aula. Pandangannya tertuju pada sebuah lukisan karya Mirabilis Stasi. Lukisan itu terletak persis di dinding tengah aula. Didekatkannya tubuhnya dan ia memandangi keindahan sebuah gambar yang memperlihatkan seorang pria berpakaian bak kaisar abad ke-18, dengan jubah merah di belakangnya dan kakinya tertutup oleh lebatnya hamparan bunga dandelion.

Pria itu berdiri di antara indahnya bunga dandelion sambil tersenyum kepada seekor lebah yang berada tepat di depan wajahnya. Wajah pria itu sangat tenang, senyumnya menawan, menghipnotis gadis itu dari segala penjuru pandangan.

"Bee!" Seorang pria menepuk pundaknya.

Bee, nama panggilan gadis itu, atau Betharia Ameswari nama lengkapnya, adalah gadis berusia 21 tahun yang sebenarnya tidak begitu menyukai lukisan, apalagi pergi ke sebuah pameran lukisan. Baginya, melihat jejeran gambar yang disusun rapi di dinding bukanlah suatu hal yang menarik. Namun, dengan siasat dan rayuan maut sang kekasih, akhirnya Bee mau untuk pergi melihat indahnya lukisan karya para pelukis terkenal, termasuk kekasihnya sendiri, William. Butuh perjuangan bagi William untuk menaklukkan hati sang kekasih agar mau melihat karya indahnya.

"Ngagetin aja sih?" jawab Bee ketus.

"Lagian, serius amat liatinnya. Giliran lukisan ku tadi biasa aja lihatnya," tanya William heran dengan sang kekasih yang katanya sama sekali tidak menyukai lukisan bahkan tidak begitu antusias ketika melihat lukisannya. Justru sebaliknya, dia terlihat sangat penasaran dan antusias, dilihat dari tatapannya yang begitu serius dan nampak terpesona dengan lukisan itu.

"Udah, ayo. Katanya kita mau makan," ajak William yang berjalan lebih dulu. Bee mengikutinya dari belakang.

Baru beberapa langkah, Bee terkejut karena gelangnya tersangkut pada jam tangan milik seorang pria yang berjalan tepat di sampingnya.

"Maaf!" Keduanya terkejut dan serempak meminta maaf.

Pria tersebut dengan cepat membantu melepaskan jeratan antara gelang milik Bee dan jam tangan miliknya. Bee hanya terdiam menatap wajah sang pria. Wajahnya teduh, tenang, damai, dan sangat tampan. Diperkirakan usianya sekitar empat puluh tahunan, namun dia masih terlihat sangat muda, bugar, dan badannya begitu tegap berotot.

Bee seperti mengingat sesuatu, namun ingatannya pudar setelah pria tersebut berhasil melepaskan jeratan itu.

Suasana hening, mereka saling tatap satu sama lain. Sampai akhirnya pria itu tersenyum dan pergi meninggalkan Bee. Bee hanya berdiri diam, wajahnya merah merona, badannya terasa kaku tak mampu ia gerakan. Dirinya seperti tersihir oleh sesuatu sampai melupakan keberadaan sang kekasih.

William hanya menatap diam ketika kekasihnya, Bee, terlihat terpana oleh pria lain. Namun, dalam pikiran William, ia justru memikirkan sesuatu yang berbeda.

“Apakah Bee mengingat semuanya? Masa itu hanya Bee yang memilikinya, bukan aku ataupun dia,” itulah kata-kata yang terlintas dalam pikiran William.

Kini William dan Bee sudah memulai perjalanan untuk mencari makan siang. Di tengah perjalanan, Bee menetaskan air mata dan lalu menangis terisak. William hanya menatap sang kekasih dalam diam.

“Entah kenapa aku menangis,” Bee berkata dalam tangisnya tanpa William bertanya apa yang terjadi pada kekasihnya tersebut. William hanya mengusap rambut Bee tanpa mengatakan sepatah kata pun seolah dia tahu apa yang membuat kekasihnya itu tiba-tiba menangis terisak.

“Kau menatap mimpi indahmu lagi?” Bee kaget dan tangisnya terhenti sejenak, namun derasnya air mata terus mengalir membasahi pipinya. Bee heran dengan pertanyaan William.

“Apa maksudmu?” Bee berbalik bertanya. William tidak menjawabnya, dia kembali fokus pada laju mobilnya, namun tangan kirinya tidak lepas membelai lembut rambut kekasih yang amat sangat dicintai itu.

**Dua tahun lalu**

Daun maple berguguran diterpa hembusan lembut angin sore. Bee duduk termenung di sebuah kursi yang terletak di Taman Dandelion. Taman ini berada tepat di sebuah bukit bernama Calendula, posisi kursi di taman ini kompak menatap indahnya Pantai Amaryllis. Matanya fokus memperhatikan ombak yang sibuk menyisir indahnya pasir putih pantai itu. Bukit Calendula yang berbentuk layaknya lingkaran disulap oleh pemerintah Magnolia menjadi sebuah taman kota, dengan dikelilingi pohon dan bunga-bunga indah menghiasi Taman Dandelion. Akses menuju taman ini hanyalah Jembatan Gardenia yang berdiri kokoh di atas Sungai Fuchsia. Jika dilihat dari atas, taman ini tampak seperti sebuah permen lolipop.

“Sssttt, jangan bergerak,” Bee terkejut ketika ada seorang pria memecah lamunannya.

Pria itu tiba-tiba mendekatinya dan mengisyaratkan kepadanya untuk diam dan jangan bergerak dulu. Bee memandang heran, namun setelah dia menunjuk ke arah sisi kursi yang diduduki Bee, ternyata di situ terdapat seekor lebah berukuran cukup besar yang hinggap di sisi kiri kursi taman. Dia berjalan pelan ke arah lebah itu, namun setelah cukup dekat, pria itu hanya jongkok dan mengamati lebah tersebut. Kemudian dia berkata,

"Ini adalah lebah ratu, dia adalah pemimpin koloni lebah pekerja.”

"Lebah ratu berukuran lebih besar dibanding lebah pekerja, bahkan lebah jantan," jelasnya.

Tidak lama kemudian, lebah tersebut terbang entah ke mana. Pria itu lalu duduk di samping Bee dan kembali menjelaskan,

"Lebah ratu akan saling bertarung dengan lebah ratu lainnya untuk memperebutkan wilayah dan kekuasaan di hadapan koloni mereka. Siapa yang kalah maka harus pergi dari wilayah tersebut dan bahkan jika lebah ratu sudah tidak berguna lagi untuk koloninya, dia akan dibunuh oleh para lebah pekerja yang merupakan koloninya sendiri."

Bee tetap diam dan mendengar secara seksama penjelasan pria itu.

“Oh iya, perkenalkan, namaku Awung,” dia memperkenalkan diri dan berusaha menjabat tangan Bee. Namun, seperti biasa, Bee hanya terdiam dan langsung beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan pria itu. Baginya, pria itu hanyalah pria aneh yang ingin menggodanya.

Bee lalu pergi meninggalkan Taman Dandelion. Sesekali Bee menoleh ke arah pria itu, namun Awung masih menatapnya dan sedikit melempar senyum sambil melambaikan tangan. Bee merasa risih dan memilih untuk pergi secepatnya tanpa menoleh lagi. Awung hanya tersenyum menatap kepergian gadis itu.

Awung, nama pria itu, berperawakan cukup tinggi dan berkacamata. Dia adalah seorang pelukis dan fotografer yang berfokus pada alam, apalagi terkait flora dan fauna. Kebetulan hari itu dia sedang hunting lokasi untuk lukisannya dan tidak sengaja melihat seekor lebah ratu yang sudah lama dia cari dan tidak sengaja pula bertemu seorang gadis yang membuatnya tidak berhenti untuk tersenyum.

Taman Dandelion sore itu sangat indah, dibumbui gemerlap taburan warna senja yang menaunginya, namun tampak sepi. Hanya beberapa orang saja sore itu yang menikmati senja dihiasi hembusan lembut angin sore dan gemuruh merdu ombak pantai yang tidak jauh darinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!