Gardenia

Matahari bersinar terik di langit biru tanpa awan, menerangi hamparan luas padang savana yang berkilauan. Di tengah gemerlap sinar matahari, kawanan rusa berlarian lincah di antara rerumputan yang tinggi, menyatu dengan irama alam yang menenangkan hati.

Rombongan prajurit kerajaan mendekati gerbang utama. Debu berterbangan di sepanjang jalan setapak yang mereka lalui, jejak perjalanan panjang dan melelahkan yang akhirnya mencapai akhir.

Di depan barisan, Jenderal Cosmos memimpin dengan langkah tegas. Pakaian baju besinya yang berkilauan memantulkan sinar matahari sore, sementara helm peraknya menambah kesan gagah dan wibawa. Di belakangnya, derap langkah prajurit lainnya mengikuti irama yang telah mereka kenal selama berbulan-bulan. Wajah mereka menampakkan kelelahan, namun mata mereka bersinar dengan harapan saat mereka melihat betapa kokohnya tembok - tembok yang menjulang di kejauhan, menandakan kedamaian yang menaungi kehidupan mereka selama berabad-abad.

"Saatnya kembali ke rumah," pikir Jenderal Cosmos dalam hati, merasakan kelegaan yang mendalam. Di sekelilingnya, para prajurit juga mulai tersenyum, merasakan semangat yang mulai bangkit di tengah kelelahan mereka.

Gerbang besar Tembok terbuka perlahan, mengeluarkan derit kayu tua yang akrab di telinga para prajurit. Di seberang gerbang, penduduk berkumpul, menyambut mereka dengan sorakan dan tepuk tangan. Anak-anak berlarian mengikuti derap langkah para prajurit.

Langkah demi langkah, mereka memasuki kota yang penuh cinta dan kegembiraan. Setiap prajurit merasakan hangatnya sambutan dari keluarga dan teman-teman yang telah lama menunggu. Di tengah keramaian, mereka merasa kelelahan mereka terbayar dengan melihat senyum di wajah orang-orang tercinta.

Bee berdiri dengan tangan terikat di depan gerbang besar yang terbuat dari batu kokoh, menjulang tinggi dan dihiasi ukiran indah. Di atasnya, bendera kerajaan berkibar megah di bawah sinar matahari sore. Tembok besar yang mengelilingi kota ini tampak seperti benteng raksasa, memberikan kesan kekuatan dan perlindungan.

Bee berjalan pelan mengikuti rombongan pemandangan yang indah membuat napas Bee tercekat. Di balik tembok, sebuah kota dengan arsitektur indah yang bernuansa Eropa abad ke-18 terbentang luas. Jalan-jalan berbatu dipenuhi dengan kereta kuda yang melintas, membawa penumpang dengan pakaian elegan. Bangunan-bangunan megah dengan atap tinggi dan jendela besar berjajar rapi di sepanjang jalan, memancarkan keanggunan dan kemegahan masa lalu.

Meskipun tangannya terikat, mata Bee terus bergerak mengamati setiap detail yang ada. Di sisi jalan, toko-toko dengan etalase kaca memamerkan barang-barang mewah, mulai dari pakaian sutra hingga perhiasan berkilauan. Pedagang-pedagang sibuk menawarkan dagangan mereka, sementara aroma roti panggang dan kue-kue manis menguar dari toko roti di sudut jalan.

"Sungguh menakjubkan," bisik Bee pada dirinya sendiri, tak dapat menyembunyikan kekagumannya. Ia melihat sekelompok anak-anak berlari melintasi para rombongan tertawa riang sambil bermain. Air mancur di tengah taman itu memancarkan air jernih, dihiasi patung-patung marmer yang elegan.

Namun, keindahan kota ini berbanding terbalik dengan sikap penduduknya. Para prajurit yang mengawal para tahanan tetap berjaga-jaga, memastikan para tahanan tidak membuat gerakan yang mencurigakan. Mereka mendorong para tahanan untuk terus berjalan, membawa mereka melewati sebuah pasar yang ramai. Para penduduk menatap sinis para tahanan, mencaci maki dengan kata-kata kotor. Beberapa dari mereka bahkan meludahi para tahanan dan melempari mereka dengan kotoran, buah, dan sayur busuk. Seorang wanita paruh baya mendekati salah satu tahanan wanita dan langsung menarik rambutnya hingga tahanan tersebut jatuh tersungkur. Para prajurit datang mengusir wanita itu, lalu menarik tahanan tersebut dengan kasar untuk kembali ke barisan.

Rombongan prajurit dan tahanan akhirnya sampai di sebuah lapangan. Para pengawal raja datang menyambut Jenderal Cosmos dan rombongannya.

"Tuuut." Di tengah keramaian, terdengar suara peluit yang menandakan kedatangan Raja. Raja dari kerajaan Gardenia, yang dikenal sebagai Raja Kagwa, turun dari kudanya, diikuti oleh pengawal-pengawal kerajaan yang berdiri tegap dengan pakaian seragam yang rapi, membawa senjata yang bersinar di bawah cahaya sore.

Meskipun perjalanan panjang dan melelahkan, Jenderal Cosmos dan rombongan prajuritnya menatap penuh kekaguman saat Raja Kagwa mendekat. Para tahanan mata-mata, yang diikat erat dan terlihat kelelahan, diarak di tengah-tengah mereka.

Raja Kagwa melangkah dengan anggun, tatapan matanya penuh dengan kebijaksanaan dan kekuatan. Setelah mendekati Jenderal Cosmos, Raja menghentikan langkahnya dan memandang dengan penuh perhatian.

Sementara Bee terdiam terpana, mulutnya menganga. Jantungnya berdebar lebih cepat saat Raja Kagwa berjalan ke arah para rombongan. Ketampanannya memancarkan wibawa dan keanggunan yang tak terbantahkan. Wajahnya tegas namun lembut, dengan mata biru yang memancarkan kebijaksanaan. Rambut cokelatnya yang teratur dan tubuh tegapnya membuatnya terlihat seperti pahlawan dalam dongeng.

"Selamat datang kembali, Jenderal Cosmos," ujar Raja Kagwa dengan suara yang dalam dan berwibawa. "Kami telah menunggu laporan kalian dengan penuh harapan."

Jenderal Cosmos membungkuk hormat. "Yang Mulia, kami telah berhasil menyelesaikan misi kami. Rombongan kami membawa kabar baik serta para tahanan mata-mata yang telah kami tangkap."

Raja Kagwa mengangguk, tatapannya beralih ke para tahanan mata-mata yang berdiri di belakang Jenderal. Mereka tampak cemas dan ketakutan, namun tidak dengan Bee. Bee dan Raja Kagwa beradu pandang, bukan ekspresi ketakutan yang muncul di wajah Bee melainkan wajah merah merona. Bee sampai benar-benar lupa bahwa saat ini dia adalah salah satu tahanan.

Raja Kagwa tersenyum melihat tingkah salah satu tahanan tersebut dan mengalihkan pandangannya, khawatir jika dia terus menatapnya akan jadi sesuatu yang berbahaya jika prajurit lain mengetahui tindakan Bee yang terus menatapnya itu.

"Dengan datangnya para tahanan ini, kita bisa mengungkap lebih banyak informasi yang penting untuk keamanan kerajaan," ucap Raja Kagwa. "Kami berterima kasih atas usaha dan keberanian kalian."

Jenderal Cosmos, yang kini merasa lega, mengikuti Raja Kagwa menuju aula besar istana. Cahaya matahari sore yang lembut menerangi aula dengan kehangatan, memantulkan kilauan pada dinding yang dihiasi lukisan-lukisan indah. Raja Kagwa melanjutkan percakapan dengan Jenderal Cosmos, membahas rincian misi dan langkah selanjutnya untuk memastikan keamanan kerajaan.

Sementara itu, Di ruang bawah tanah istana yang suram, udara terasa berat dan lembap. Dinding batu yang dingin dipenuhi lumut, dengan bercak kelembapan yang menetes perlahan, menciptakan suara gemericik halus yang menggema di antara kesunyian. Bau apek dan tanah basah bercampur dengan aroma besi berkarat dari rantai yang menggantung di dinding, menyusup ke dalam setiap tarikan napas.

Lentera tua yang tergantung di sudut ruangan berkelap-kelip, cahayanya redup dan bergetar seolah akan padam kapan saja, hanya menyisakan bayangan panjang yang menari di dinding. Di sudut-sudut yang lebih gelap, hanya ada kegelapan pekat yang seakan mengancam menelan siapa saja yang terlalu lama menatapnya.

Para tahanan duduk bersandar pada dinding yang dingin, tubuh mereka gemetar bukan hanya karena hawa dingin yang menusuk tulang, tetapi juga karena ketakutan yang mencengkeram hati mereka. Nafas mereka terdengar berat dan terputus-putus, sesekali disertai batuk kering yang menggema dalam keheningan. Rantai di kaki dan tangan mereka berderak pelan saat salah satu dari mereka bergerak, menciptakan suara nyaring yang terdengar begitu menekan.

Dari kejauhan, terdengar suara tetesan air yang jatuh secara teratur, seperti hitungan waktu yang mengingatkan bahwa setiap detik yang berlalu membawa mereka semakin dekat pada nasib yang tidak pasti. Sesekali, suara langkah prajurit yang berpatroli terdengar dari atas, menggema di sepanjang lorong batu, membuat para tahanan semakin meringkuk dalam diam, takut akan apa yang mungkin menanti mereka ketika pintu besi besar itu terbuka kembali.

Bee duduk dengan punggung bersandar di dinding kasar, tangannya masih terikat dengan tali yang mulai menggores kulit pergelangannya. Matanya yang sayu menatap ke arah lentera redup, memikirkan betapa kontrasnya keindahan kota yang baru saja ia lihat dengan kegelapan yang kini mengelilinginya. Suara detak jantungnya yang berdegup kencang bercampur dengan isak tangis lirih dari tahanan lain yang nyaris tak terdengar.

Malam semakin dalam, namun tidak ada ketenangan. Hanya kegelapan yang makin pekat dan bayangan ketakutan yang terus menghantui.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!