Terjebak Reverse Harem

Terjebak Reverse Harem

Lila Dan Kampung Halaman

"Wanita jalang...! Kenapa kau tidak mau mendengar kata-kataku? Gugurkan anak itu atau aku bunuh kau?"

"Bunuh saja aku! Bunuh...!"

"Aku sudah muak padamu, bajingan...!"

"Tolong, tolong aku...! Tolong bebaskan aku dari kesengsaraan ini!"

Lila tersentak, ia terbatuk-batuk saat serangan trauma itu membuatnya merasa tercekik. Tanpa sadar kedua tangannya memegang lehernya. Ini adalah yang ketiga kalinya mimpi buruk itu menyerang.

Ia mencoba mengambil nafas dalam-dalam dan menahannya selama beberapa detik sebelum akhirnya menghembuskan nafasnya perlahan.

"Sakit-" rasa sakitnya masih terasa. Entah sudah berapa kali ia membiarkan tubuhnya menjadi sasaran kekerasan dari pria itu dan anehnya, sulit baginya untuk lepas dari cengkramannya meski sudah empat bulan sejak semua itu berakhir.

Ia mengangkat kepalanya dari atas bantal setelah melihat cahaya masuk melalui celah-celah jendela kamarnya. Hari ini dia sudah bertekad untuk kembali Brisbane, kampung halamannya, tempat ia dibesarkan dan tumbuh menjadi pemimpin geng anak-anak di kota itu.

Lila membuka ponselnya, 20 panggilan tak terjawab masuk dari ibunya dan belasan pesan yang bernada sama.

'Kau tidak boleh pergi. Aku tidak mengizinkanmu pergi!'

Pesan yang dikirim oleh ibunya semua bernada sama, larangan bahwa ia tidak diizinkan kembali ke kampung halamannya.

"Maaf, Ibu. Aku akan tetap pulang. Aku merindukan masa kecilku dan ingin hidupku yang dulu kembali."

***

Brisbane, Australia

24 September 2023

"Anda yakin akan turun di sini, Nona?" Tanya supir taksi. Lila melihat keluar jendela untuk memastikan bahwa dia sudah turun tepat di depan rumah lamanya yang ia tinggalkan 10 tahun yang lalu.

Sebuah rumah tua yang terlihat tak terawat, dulu ia tinggal di rumah itu bersama kedua orangtuanya dan kakak perempuannya sampai akhirnya mereka memutuskan untuk pindah ke Bali, Kota kelahiran ibunya yang merupakan orang Indonesia.

"Ya, berhenti di sini saja, Pak!" Ucapnya. Supir taksi mengentikan taksinya dan Lila langsung membuka pintu.

Seperti yang sudah ia duga, rumah ini tak terawat sama sekali sejak mereka pergi demi menghindari para penagih hutang yang terus mengejar ayahnya.

"Apa masih ada barang lain yang tertinggal, Nona?"

"Saya rasa sudah semuanya, terima kasih banyak."

"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu. Sampai jumpa?"

Lila tersenyum melepas kepergian sang supir taksi. Jalanan di daerah ini terlihat sepi terutama di bagian rumahnya. Ia masih ingat dibelakang rumahnya ada sebuah danau tempat ia dan keempat sahabat masa kecilnya sering berenang saat musim panas tiba. Alih-alih berenang di kolam renang yang ada di rumah Henry yang super kaya, mereka lebih suka berenang di danau.

Dua orang wanita paruh baya berjalan menuju ke arahnya, mereka tampaknya hanya ingin lewat, namun cara mereka memandangnya sembari berbisik membuatnya langsung menyadari bahwa mereka sedang membicarakannya.

"Dasar penggosip-" ia langsung bergumam pelan tepat saat kedua wanita itu lewat, berharap mereka bisa mendengar sindirannya.

Kedua wanita itu melotot dengan sinis saat menyadari bahwa mereka disindir secara langsung, mereka buru-buru pergi dan itu membuatnya ingin tertawa.

Ternyata suasana kota ini dan lingkungan perumahan ini masih sama seperti yang terakhir kali ia tinggalkan 10 tahun lalu. Ia menarik kopernya menuju rumah yang terlihat cukup menakutkan dan berdiri di depan pintu untuk memeriksa apakah pintu rumah ini terkunci atau tidak.

"Tidak dikunci, ternyata ayah memang tidak pernah ingat untuk mengunci pintu sebelum pergi." Ucapnya sambil menarik kenop pintu.

Muncul suara berderit yang cukup keras saat pintu dibuka secara paksa. Karena sudah tak terawat, kondisi pintu ini menjadi susah dibuka. Tiga ekor tikus melompat dan berlari keluar rumah dan membuatnya langsung menjerit.

"Tikus...!" Lila menjerit bukan karena ia takut tikus, melainkan karena terkejut.

"Hahaha..." Terdengar suara tawa dari arah belakang. Ia langsung menoleh untuk melihat bocah mana yang berani menertawakannya.

"Siapa itu yang tertawa?" Ucapnya kesal. Namun anak-anak nakal itu langsung berlari sebelum ia sempat memergoki mereka.

Ini adalah masalah baru mengingat ia harus membersihkan tempat ini dengan ekstra. Rumah yang kotor, penuh debu dan reot bukan tempat yang layak untuk ditinggali. Namun ini adalah rumahnya, lebih tepatnya adalah rumah ayahnya. Selain itu rumah ini tidak pernah dijual karena itu rumah ini masih menjadi haknya.

"Dasar anak-anak nakal, aku hampir saja mati." Ia melangkah dengan hati-hati hanya untuk mendengar lantai yang berderit. Sempat terpikir untuk berubah pikiran dan mencari rumah lain untuk disewa, namun tabungannya yang tersisa membuatnya harus berhemat.

"Siapa disitu?" Seseorang memanggilnya. Kali ini bukan suara anak-anak. Melainkan suara wanita dewasa. Karena panik, ia langsung mencari tempat bersembunyi.

Ia melihat sebuah pintu menuju ruang bawah tanah rumahnya yang berada di dapur. Ia bersembunyi di dalam sana seperti seekor tikus yang ketahuan tinggal di dalam rumah secara ilegal.

"Ya ampun, apa yang aku lakukan? Kenapa juga aku harus bersembunyi seperti pencuri di rumahku sendiri?" Batinnya. Sekarang ia harus menahan dirinya dari kegelapan dan bau lembab yang memenuhi ruang bawah tanah.

Ia mendengar suara langkah kaki seseorang dan ia yakin wanita yang memanggilnya itu yang sedang mencarinya. Namun karena merasa tidak enak, ia memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyiannya dan menampakkan wujudnya.

"M-maafkan saya, saya tidak bermaksud untuk-"

"Siapa kau?" Tanya wanita itu. Lila terkejut karena waja wanita ini sangat tidak asing baginya.

"Bibi Erika?"

"Kau tahu namaku?"

"Aku Lila, Bibi. Camila Adriana Cohen, teman baik Pierre."

"Lila? Oh ya Tuhan, kau Lila?" Wanita itu terkejut setelah mengetahui siapa wanita muda yang diam-diam masuk dan bersembunyi di rumah kosong ini.

"Maafkan aku, Bibi. Aku benar-benar tidak bermaksud untuk-"

"Kenapa kau mengendap-endap seperti itu? Ya Tuhan, seharusnya kau bisa datang seperti biasa."

"Aku melihat rumah ini kosong dan terbengkalai. Jadi, jika aku masuk begitu saja pasti akan sangat aneh."

"Oh ya Tuhan, kau sangat cantik. Kau benar-benar sudah berubah, Lila." Bibi Erika terus berdecak kagum. Ia seolah tak percaya bahwa Lila si gadis nakal yang selalu berpenampilan seperti anak laki-laki berubah menjadi wanita yang sangat cantik dan feminim.

Lila tertawa canggung, sejujurnya ia ingin menanyakan tentang Pierre. Namun ia belum siap untuk mengetahui sesuatu tentang salah satu dari sahabat masa kecilnya itu.

"Pierre akan pulang esok lusa, apa kalian sudah janjian untuk bertemu?"

"Pierre? Dia tidak tinggal di sini lagi?"

"Dia menetap di Sydney sekarang, dia sangat sibuk."

"Jadi, apa Pierre sudah masuk ke klub sepakbola?" Lila mencoba menerka, karena sejauh yang ia tahu terakhir kali mereka bertemu 10 tahun yang lalu, Pierre mendapatkan rekomendasi dari salah satu klub sepakbola terkenal dan itu adalah mimpinya sejak kecil.

"Sebenarnya ini rahasia, tapi karena kau adalah teman masa kecilnya. Aku akan memberitahumu."

"B-benarkah?"

"Sekarang Pierre sudah menjadi supermodel terkenal."

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!