Lila menghela nafas panjang setelah mengingat kembali satu kejadian di masa lalu yang tidak akan pernah bisa ia lupakan.
Canggung, itulah atmosfer yang terasa begitu kuat. Meski 15 menit sudah berlalu sejak pertemuan pertama mereka setelah 10 tahun lamanya berpisah.
Lila duduk di antara keempat sahabat masa kecilnya, mengelilingi meja bundar. Di sekitar mereka, tak ada yang berani mendekat, melihat ketegangan yang terasa begitu kuat memukul mundur orang-orang yang ingin mendekat.
Ia terus menunduk, memainkan jari-jarinya untuk mengusir ketegangan. Ia tak tahu apa yang harus ia katakan dan bagaimana harus memulai pembicaraan. Sementara Henry, Pierre, Aiden dan Jacob terus menerus menatapnya dengan ekspresi tidak percaya yang aneh.
15 menit lalu...
"Kau Lila?" Tanya Henry dengan pupil matanya yang melebar. Apa yang ia lihat sungguh sulit untuk dipercaya, begitu pula bagi Jacob, Aiden dan Pierre.
Bagaimana mungkin mereka bisa percaya bahwa wanita cantik dengan tubuh seksi yang berdiri di hadapan mereka ini adalah Lila si kepala geng? Yang selama bertahun-tahun menjadikan mereka sebagai para kacung yang teraniaya.
Mendengar pertanyaan Henry, Lila hanya tersenyum canggung. Tangannya gemetar, ia merasa salah tingkah dan tak nyaman dengan cara mereka mengintimidasinya.
"Ya, s-sudah lama ya tidak bertemu? B-bagaimana kabar kalian?" Tanyanya dengan senyum yang dipaksakan.
Di sekelilingnya, hampir semua orang di ruangan ini mulai berbisik mengungkapkan ketidakpercayaan mereka bahwa Lila sang penindas menjelma menjadi wanita cantik yang penampilannya digilai banyak pria.
Sadar bahwa suasana semakin ramai, Henry mendekati Lila seraya berbisik di telinganya. Jarak antara mereka berdua yang sangat dekat membuat Lila merasa semakin canggung karena ia bisa menciun aroma parfum yang Henry pakai.
"Ikut aku!" Bisik Henry. Hanya dengan satu kalimat, Lila tak berkutik. Henry beranjak pergi menuju satu meja yang khusus disiapkan untuknya dan teman-temannya dekatnya.
Pierre, Jacob dan Aiden berjalan mengikuti Henry. Lila yang bingung langsung melempar tatapan "Apa yang harus aku lakukan?" pada Barbara yang berdiri beberapa langkah di depannya dengan tatapan "Ikuti mereka!"
Lila mengangguk pelan, ia terpaksa mengikuti keempat pria itu yang sudah duduk di tempat khusus. Namun, tatapan yang tertuju padanya membuatnya ingin segera pergi dari tempat ini.
15 menit kemudian...
Dan sekarang, di sinilah ia, terpaku di antara empat teman masa kecilnya yang sudah tumbuh menjadi pria dewasa yang rupawan dan mapan.
"Apa kabar?" Akhirnya, setelah 15 menit berkutat dalam kecanggungan. Jacob membuka suara. Lila merasa sedikit lebih lega sekarang.
"Kabarku baik, sangat baik." Ucapnya sambil tertawa kikuk. Jacob membalas senyumannya, ia sama sekali tidak terlihat dendam pada Lila. Sementara Henry paling bertolak belakang, kebencian terlihat jelas di matanya.
"Kapan kau kembali?" Tanya Pierre. Ia tak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Ia hanya merasa bingung karena salah satu di antara mereka berlima dulu, kini terlihat seperti wanita seutuhnya.
"Kemarin." Jawabnya. Sedangkan Aiden, matanya terus tertuju padanya. Tatapan Aiden yang dingin membuatnya merasa gelisah.
"Jadi kau benar-benar perempuan ya?" Tanya Aiden.
Mendengar pertanyaan Aiden, Lila tak yakin dengan jawabannya. Ia justru mengingat seperti apa penampilannya dulu yang terlihat sangat perkasa dan tangguh.
"T-tentu saja aku-"
"Untuk apa kau datang ke acara ini?" Henry langsung bertanya ke pokok permasalahan yang sangat mengganggunya. Yaitu alasan mengapa tiba-tiba ia kembali ke kota ini setelah tiba-tiba pula pergi begitu saja tanpa mengatakan apa-apa. Ia menghilang seolah dia tidak pernah ada.
Lila tercenung, rasa bersalahnya muncul ke permukaan. Saat memutuskan kembali ke kota ini, ia sudah mempersiapkan hatinya untuk bertemu dan meminta maaf pada mereka. Namun prakteknya ternyata jauh lebih sulit.
Mereka bukan lagi anak anak laki-laki yang lebih lemah darinya seperti dulu, mereka bukan lagi anak laki-laki yang tidak berani menentang ucapannya seperti dulu. Ya, mereka tidak akan seperti itu lagi. Sekarang mereka adalah pria dewasa berumur 27 tahun yang jauh lebih tinggi dan lebih kuat darinya. Keadaan sudah berubah, Lila sadar akan hal itu.
"A-aku datang kesini untuk bertemu lagi dengan kalian!" Jawabnya seadanya. Ia tak tahu apakah ini akan berhasil. Namun, melihat cara Henry, Aiden dan Pierre menatapnya, jelas mereka akan berpikir bahwa ucapannya adalah omong kosong belaka.
"Apa? Hahahaha...bertemu dengan kami lagi? Kau bercanda?" Henry tertawa angkuh. Ia bangkit dari kursinya dan bermaksud untuk memberitahu semua orang tentang alasan Lila kembali ke kampung halamannya.
"Hadirin sekalian, dengarkan aku! Malam ini ada tamu penting yang turut hadir tanpa diundang. Ya, bukan karena dia tidak bersama kita sampai hari kelulusan, melainkan karena dari awal dia bukan bagian dari kita semua! Mari beri tepuk tangan dan sambutan hangat pada teman kita, Camilla Adriana Cohen." Ujar Henry dengan suaranya yang berat dan keras.
Prok...prok...prok...
Semua orang bertepuk tangan sambil menatapnya dengan sinis tak terkecuali Aiden dan Pierre. Sementara Jacob hanya diam dan menatap Lila dengan perasaan bersalah.
Tepukan tangan dan apa yang Henry sampaikan di depan banyak orang membuat Lila merasa sangat malu hingga ia berusaha menahan air matanya. Ia mencoba untuk tetap tersenyum.
Setelah sambutan tak terduga, Henry duduk kembali dengan senyuman angkuh yang tak lepas dari wajahnya. Ia membenci Lila untuk beberapa alasan, salah satunya adalah ketidakberdayaannya di masa lalu sebagai seorang anak laki-laki yang selalu kalah oleh temannya yang seorang perempuan dan itu menjadi aib seumur hidup baginya.
"Bagaimana Lila? Apa kau suka dengan sambutannya?" Tanya Henry sinis. Ia tersenyum puas, secara tak langsung ia memulai rencana balas dendam setelah kehadiran Lila yang tidak disangka-sangka.
"Aku akan pulang sekarang! Terima kasih sudah membiarkanku masuk ke hotelmu yang sangat luar biasa ini, Henry. Sampai jumpa?" Lila beranjak dari tempatnya dan buru-buru melangkah pergi.
"Kau meremehkanku ya?" Tanya Henry. Baru saja ia merasakan kemenangan setelah kalah selama bertahun-tahun, kini ia harus merasa kalah lagi hanya dengan kata-kata.
Lila berhenti melangkah sejenak, kemudian melanjutkan kembali langkahnya dengan terburu-buru. Jacob dan Pierre bermaksud untuk mengejarnya, namun mereka tak tahu untuk apa mereka melakukannya.
Akhirnya mereka membiarkan Lila pergi begitu saja meski ada begitu banyak pertanyaan yang ingin mereka utarakan. Termasuk, bagaimana bisa ia begitu berubah seperti ini?
"Kenapa kau harus mengatakan sesuatu yang membuatnya malu?" Tanya Pierre.
"Aku hanya ingin sedikit mengujinya. Dia terlihat sangat cantik, aku ingin tahu apakah dia benar-benar Lila si penindas atau orang lain yang menyamar?" Ujarnya.
"Aku yakin dia benar-benar Lila, wajahnya sangat mirip dan matanya-" ucap Jacob.
"Matanya?"
"Tidak, maksudku-"
"Henry, kau tidak ingin mengejarnya?" Tanya Aiden.
"Untuk apa mengejarnya sekarang? Tenang saja, masih ada banyak waktu. Sekarang bukan saat yang tepat untuk membahas masa lalu."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
Shenaylin..😌😌
😂🥰🥰
2024-10-30
0
Shenaylin..😌😌
😂😂😂😂
2024-10-30
0
Shenaylin..😌😌
🤭🤭
2024-10-30
0