"Sungguh? Pierre menjadi supermodel? Bagaimana bisa?"
"Hahaha...memang terdengar mengejutkan. Padahal dulu dia sangat tidak suka difoto. Namun karena alasan khusus, dia berubah pikiran."
"Alasan khusus?"
"Sayangnya dia merahasiakan itu,"
"Begitukah?"
"Jadi kemana saja kau pergi selama ini? Pierre sibuk mencari keberadaanmu. Dia menduga kau pindah ke Indonesia, tapi dia tidak tahu di kota mana kau tinggal."
"Pierre mencariku?"
"Sejak kau dan keluargamu pindah 10 tahun yang lalu, tidak ada seorangpun yang tahu kemana kalian pergi. Teman-temanmu, Pierre, Henry, Aiden dan Jacob, aku sangat yakin mereka merasa sangat sedih dan kehilangan. Namun sekarang sayangnya hubungan mereka semakin renggang."
"Sungguh? Tapi-" Lila tak tahu apa yang harus ia katakan. Ia tidak tahu apa-apa tentang kota ini dan masih keempat temannya. Sejak ibunya memaksanya untuk ikut pindah ke Indonesia, ibunya memutuskan seluruh kontak dengan kehidupan masa lalunya.
Bibi Erika menyentuh lembut wajahnya yang terlihat sedih, ia merasa bersalah karena sudah memberitahu sesuatu yang seharusnya bukan dia yang mengatakannya.
"Tinggalah di rumah ini, orang-orang itu tidak akan datang lagi untuk mencari ayahmu. Sekarang rumah ini kosong dan tidak terawat."
"Baiklah, Bibi."
"Jika kau butuh bantuan, beritahu aku. Aku pasti akan membantumu!"
"Terima kasih banyak."
***
"Supermodel? Itu tidak mungkin, bukankah dulu dia bilang akan menjadi atlet sepakbola?"
Lila menghela nafas, meski dia sudah sangat bersemangat untuk membersihkan seluruh sampah dan kotoran di rumah ini. Namun setiap kali ia teringat kembali dengan pembicaraannya dengan Ibu Pierre pagi ini membuat fokusnya teralihkan .
Lila terduduk lemas di atas lantai, pikirannya mulai dipenuhi dengan kejutan demi kejutan. Rumah ini terasa sangat sunyi dan saat ia membuka jendela, ia bisa melihat Danau Milliam Blue yang berada di belakang rumahnya masih terlihat sama seperti dulu.
Dari samping rumahnya, ia melihat anak laki-laki yang mengejeknya tadi pagi saat ia baru masuk ke rumah ini. Ia tidak tahu bahwa anak itu tinggal di rumah yang sama dengan rumah Pierre. Dia ingat bahwa Pierre punya adik laki-laki yang lahir saat mereka masuk SMA.
"Apa jangan-jangan anak nakal itu Ricky?" Batinnya. Ia sudah terlalu banyak melamun dan bergumam sepanjang hari ini hingga ia lupa melakukan sesuatu yang penting, yaitu pergi ke supermarket untuk berbelanja.
Ia memutuskan untuk keluar dari rumah yang orang-orang di kota ini anggap sebagai rumah hantu dan pergi menuju toserba terdekat yang berada di sekitar pusat pertokoan.
"Selamat datang?" Sapa seorang pegawai wanita yang berdiri di belakang meja kasir.
Lila menatap pegawai wanita itu sekilas, wajahnya terasa tidak asing. Rambutnya yang pirang dengan wajah berbintik.
"Sepertinya aku kenal dia," batinnya. Wanita itu tersenyum ramah padanya saat Lila yang tak sadar terus melirik kearahnya.
Setelah mengambil keranjang belanja, Lila langsung berjalan mengelilingi rak demi tak untuk membeli barang yang ia butuhkan.
"Sepertinya sudah semua, aku hanya perlu membayarnya sekarang." Gumamnya sembari melangkah menuju kasir yang terlihat sepi tanpa antrian.
Lila menyerahkan keranjang berisi belanjaannya yang cukup banyak kepada petugas kasir. Ia langsung membaca tanda pengenal yang terkalung di leher wanita ini.
"Barbara Atkins?"
"Apa ada yang kurang?" Tanya wanita itu.
"Maaf, apa boleh saya tanya sesuatu?"
"Iya, ada apa?"
"Apa kamu Barbara Atkins yang dulu sekolah di SMA Louisville!"
"Itu benar, ada apa?"
"Oh ya ampun, ternyata benar, kau Barbara. Apa kau tidak ingat aku?" Tanyanya dengan senyum lebarnya, berharap wanita ini masih mengingatnya.
Barbara menatap Lila dengan lekat, mencoba mengingat kembali sosok wanita cantik yang berdiri di hadapannya saat ini.
"Apa kita saling mengenal?"
"Barbara, aku Lila, Camilla Cohen yang tinggal di depan Danau Milliam Blue."
"Lila? Kau Lila?"
"Ahaha...iya benar!"
"Lila? Oh ya Tuhan, ini mustahil." Raut wajah ragunya berubah histeris setelah mengingat sosok Lila si 'Trouble maker'
"Kau sudah ingat sekarang? Apa kabar? Sudah lama tidak bertemu,"
"Aku baik-baik saja, tapi bukannya kau pindah saat musim panas kelas 11?"
"Iya, aku kembali ke kota ini pagi ini. Kau bekerja di sini?"
"Ya begitulah, kau sudah bertemu dengan Henry dan yang lainnya?"
"Belum, apa mereka masih tinggal di kota ini?
"Tidak satu pun dari mereka berempat yang masih tinggal di kota ini. Aku dengar, Henry sudah menjadi CEO di beberapa perusahaan milik ayahnya."
"B-benarkah? Tapi kalau dia sepertinya tidak mengejutkan lagi, dari dulu dia memang sangat kaya."
"Iya benar, kalau Jacob tadi siang aku bertemu dengannya."
"Jake? Dia di kota ini? Apa dia tinggal rumah ayahnya?"
"Aku rasa dia masih di sini, tadi siang dia masuk ke toko ini bersama putrinya untuk membeli es krim."
"Jake sudah menikah?"
"Kau tidak tahu? Apa kalian tidak pernah bertukar kabar?"
"S-sebenarnya tidak," jawabnya ragu.
"Bukankah dulu kalian berlima sangat dekat?"
"Iya, tapi aku pergi tanpa mengucapkan perpisahan pada mereka. Jadi, kami tidak pernah saling berhubungan lagi."
"Sayang sekali, Jake terlihat sangat tampan, aku sampai salah mengira, seingatku dulu dia yang paling pemalu dan pendiam."
"Itu benar, seperti apa dia sekarang? Pasti tingginya tidak bertambahkan?"
"Tidak, justru dia cukup tinggi. Mungkin sekitar 185 cm, tubuhnya juga atletis, pokoknya sangat tampan." Membicarakan pria tampan membuat Barbara mulai bersemangat dengan pembicaraan ini. Apalagi kondisi toserba yang sedang sepi, jadi mereka bisa berbincang lebih lama.
"Apa dia juga membawa istrinya? Aku penasaran siapa istrinya."
"Istri Jake sudah meninggal,"
"Meninggal? Kau serius?"
"Iya, aku dengar istrinya meninggal saat meliharkan putrinya. Aku datang ke pesta pernikahan mereka, istrinya sangat cantik. Aku dengar, istri Jake itu putri pemilik rumah sakit ternama dan kebetulan Jake bekerja sebagai dokter di rumah sakit itu."
"Begitu ya? Aku benar-benar tidak tahu-" raut wajah Lila berubah sendu, kenyataan bahwa ia sudah melewatkan banyak hal membuat dirinya sangat menyesal.
"Kau coba saja datang ke rumah orang tuanya, siapa tahu dia masih di sana!"
"Dia tinggal di mana sekarang?"
"Jake tinggal di Sydney, aku tidak tahu apakah dia tinggal sendirian atau bersama putrinya."
"Begitu ya?"
"Kau sangat cantik, aku benar-benar tidak percaya tadi."
"Benarkah? Hahaha...terima kasih, kalau begitu, aku pulang dulu ya?"
"Oh iya, tunggu!"
"Ada apa?"
"Kau tidak mau datang ke acara reuni SMA?"
"Reuni?"
"Iya, kemarin aku mendapat undangannya. Reuninya dilaksanakan di Hotel The Walter hari sabtu nanti pukul enam sore. Sebaiknya kau datang juga!"
"Tapi, aku tidak diundang. Rasanya tidak enak kalau aku-"
"Jangan bicara begitu, kau tidak diundang karena tidak ada yang menyimpan nomor ponselmu. Lagi pula, Jonathan yang menjadi panitia acara berpesan untuk menyampaikan undangan pada teman-teman lain yang tidak mendapat undangan secara langsung."
"Baiklah, nanti akan aku pikirkan!"
"Tidak! Pokoknya kau harus datang. Kita bisa pergi berdua, kau tinggal di mana?"
"Aku tinggal di rumahku."
"Kau tinggal di rumah berhantu itu?"
"Rumah berhantu?"
"M-maaf, maksudku rumahmu itu sudah sangat lama kosong'kan?"
"Iya, kami pindah dan dulu rumah itu sempat ingin dijual, tapi entah mengapa tidak ada yang mau membeli rumah itu."
"Oh ya Tuhan, sayang sekali. Jadi kau benar-benar akan tinggal di rumah itu?"
"Aku akan tinggal di rumah itu untuk sementara waktu karena aku tidak punya tempat lain."
"Baiklah, kalau begitu minta nomor ponselmu. Nanti akan aku hubungi!"
Lila yang bingung dengan undangan mendadak ini hanya bisa mengangguk setuju persis seperti orang yang sedang dihipnotis.
Setelah bertukar nomor ponsel, Lila pun pamit dengan informasi baru yang memenuhi kepalanya saat ini. Sebenarnya, ia juga ingin bertanya tentang Aiden. Apalagi, Aiden adalah soulmate baginya dalam melakukan hal-hal konyol dan gila.
Ia mengangkat kepalanya, memandang langit yang mulai gelap. Di atas langit, jutaan bintang terlihat sangat indah. Ia terpana, ini adalah pemandangan malam yang sangat ia rindukan. Kenangan disaat ia dan teman-temannya duduk di atas bukit Rosemary di malam hari hanya untuk menikmati indahnya langit yang dipenuhi bintang.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments