Hari itu Ridho bekerja tidak fokus sebagai mana biasa nya, entah mengapa, pikiran nya selalu tertuju kepada ayah nya saja, hingga beberapa kali dia kena tegur sama mang Leman.
Guntur sang sahabat satu profesi bahkan satu sekolah nya sudah beberapa kali memperbaiki pekerjaan Ridho yang salah.
"Do!, disini kau paling jenius, bahkan kejeniusan mu menyaingi mang Leman, tetapi kenapa hari ini kau kerja selalu salah Do? Apa tidak sebaik nya kau istirahat dulu hari ini?" saran Guntur sang sahabat karib nya itu.
"Enggak ah Tur!, aku harus bekerja mengumpulkan uang, tabungan ku masih sedikit, masih perlu banyak untuk membawa ayah berobat ke kota Tur" sanggah Ridho.
"Do!, Do!, Redho!, sini nak" panggil mang Leman pada Ridho.
Buru buru Ridho menghampiri mang Leman di dalam bengkel.
"Ada apa mang?" tanya Ridho was was karena hari ini dia banyak melakukan kesalahan.
"Ini kopi nak, duduk lah dulu di sini, ngopi biar otak mu fokus kembali" ujar mang Leman sambil menyodorkan segelas kopi hitam dan pisang goreng.
Mang Leman memang menyayangi Ridho melebihi karyawan nya yang lain, hal itu karena Ridho lah yang paling bisa diandalkan dalam hal perbaikan mesin.
Ridho duduk di kursi plastik, sambil menghirup kopi panas nya.
"Kau nampak tidak konsentrasi hati ini Do, apa sebaik nya kau libur dulu hari ini?" usul mang Leman.
"Tidak mang, Ido harus bekerja, tabungan Ido belum cukup untuk membawa ayah berobat ke kota" jawab Ridho buru buru.
"Tenang saja Do, kau kuberi cuti, alias kau tetap ku gajih, hanya saja kau istirahat di rumah dulu" ujar mang Leman lagi.
Buru buru Ridho menggelengkan kepala nya, "Tidak!, tidak! Mang, Ido tidak mau diupah tanpa bekerja, Ido harus tetap bekerja agar dapat upah, itu yang benar mang, Ido janji tidak akan salah lagi deh" ...
"Ada masalah kau Do?" tanya nya lagi.
"Tidak mang, hanya saja sedari tadi, pikiran saya teringat pada ayah saja, dan jantung saya berdegup kencang sedari tadi, mungkin itu yang membuat saya kerja kurang fokus mang" ujar ridho.
Mang Leman tersenyum mendengar prinsip hidup anak muda ini, tidak mau menerima bayaran tanpa bekerja.
Baru saja mang Leman bangkit berdiri mau masuk kedalam rumah nya dari arah jalan raya terdengar teriakan dari wa Darmin.
"Do!, Ridho!, Ridho!" dari jauh wa Darmin sudah berteriak kalang kabut memanggil nama Ridho.
"Ada apa mang?" tanya Guntur Melihat napas wa Darmin ngos ngosan, seperti dipompa itu.
"Ido! Ido!, Ido mana Tur?" tanya wa Darmin langsung.
"Tuh!" tunjuk Guntur kearah Ridho yang sedang menikmati kopi panas nya bersama mang Leman.
Buru buru pria paro baya itu berlari kearah Ridho.
"Do! Kau pulang sekarang nak, pulang cepat, sekarang juga" ujar wa Darmin buru buru.
"Deg!" ....
Jantung Ridho tiba tiba seperti mau meledak, "a… ada apa wa?"tanya nya.
" A… Ayah mu nak!, ayah mu!" cuma itu ucapan yang mampu keluar dari mulut wa Darmin saat itu.
"A… Ada apa dengan ayah wa?" tanya Ridho mulai merasakan firasat yang kurang baik.
"Ayahmu me… ning… gal Do" ucap wa Darmin putus putus.
"Apa? Ayah meninggal?, jangan bercanda wa, ini tidak benar kan?, uwa hanya bercanda kan wa?, bilang wa, ini tidak benar kan?" jerit Ridho tidak percaya.
Mang Leman segera mendekati mereka berdua, " ada apa bang Darmin, apa benar ayah ridho telah tiada?" tanya nya.
"Benar adi, benar, tadi pagi seperti biasa nya, saya mampir ke pondok Ridho sekedar ingin tahu kabar Firman, saya lihat beliau sedang sujud shalat Dhuha kaya nya, tetapi setelah saya tunggu lama la, eh tidak bangkit bangkit, saya samperin, ternyata beliau sudah wafat!" ujar wa Darmin menjelaskan.
Mendengar penjelasan dari wa Darmin, tiba tiba tubuh Ridho limbung, kekuatan nya seperti lenyap seketika.
Meskipun tanpa suara, Isak tangis Ridho jelas terdengar oleh semua nya.
"Innalillahi wa Inna ilaihi Raji'un, Do!, pulanglah nak, Tur!, Guntur!, ambil motor, antar Ido pulang nak, yang lain, tutup bengkel, hari ini kita libur, semua nya ketempat Ido, ayo ayo!" perintah mang Leman pada semua anak buah nya.
Guntur segera mengambil motor inventaris bengkel, untuk mengantarkan Ridho pulang. Sedangkan wa Darmin kembali ketempat Ridho dengan sepeda ontel nya lagi.
Di pondok Ridho, ternyata sudah banyak warga yang datang melayat.
Jasad pak Firman sudah di letakan membujur kiblat dan di tutupi kain jarik yang dibawa oleh beberapa ibu ibu.
Ridho berlari kearah jasad ayah nya, tangis nya kembali luruh sambil memeluk tubuh sang ayah.
Di singkat nya kain penutup kepala jenazah ayah nya, nampak wajah putih ke kuning Kuningan itu dengan seulas senyum, seperti orang yang sedang tidur.
Berkali kali Ridho mencium wajah sang ayah, menangis di dada nya, mencurahkan semua kedukaan nya disana.
"Ayah!, Ido sayang ayah, ingin rasa nya Ido ikut ayah, ajak Ido yah!" ucap Ridho lirih.
Beberapa orang wanita yang ada disana, tak kuasa menahan air mata nya, melihat kesedihan anak muda ini.
"Do!, bersabar ya nak ya, bersabarlah nak, jangan sesali takdir yang telah Allah tentu kan nak, itu dosa besar, serahkan semua nya pada kehendak dan ketentuan nya semata, ayah mu Khusnul khatimah nak, jangan kau perberat dengan tatapan mu, lapangan jalan nya nak!" ustadz Hidayat berbisik di telinga Redho sambil membelai rambut anak muda itu.
Hari itu juga jenazah pak Firman dimandikan dan dikafani, lalu di shalat kan.
Pak Firman di kebumikan di belakang pondok Disamping pusara istri nya yang telah meninggal Dunia saat Ridho berusia tiga tahun.
Diatas pusara merah, tempat ayah nya beristirahat terakhir untuk selama nya, Ridho Duduk tafakur memanjatkan doa doa, di iringi linangan air mata nya yang terus berderai tanpa henti.
"Ya Allah, terimalah ayahku dalam ampunan mu, kasih dan sayangilah dia sebagai mana dia mengasih dan menyayangi aku, hilangkan sakit nya, hibur duka nya, hanya engkaulah tempat ku berserah diri" lantunan doa doa tak henti hentinya dia panjatkan.
Kenangan demi kenangan berputar di ingatan Ridho, seperti gambar yang di tampilkan kembali.
Dahulu sewaktu Ridho kecil, dan mereka masih belum bisa membeli sepeda, ayah selalu menggendong nya dipundak, bila mau ke Desa.
Tidak ada cerita apapun tentang ibu nya Ridho, yang Ridho tahu cuma ibu nya meninggal saat usia nya baru tiga tahun.
Ridho pernah bertanya tentang sang ibu, namun wajah ayah nya menjadi begitu sedih, hingga mata nya nampak berkaca kaca. Semenjak itulah Ridho tidak lagi bertanya tentang ibu nya, dia tidak mau sang ayah sakit hati. Mungkin karena rasa sayang ayah nya kepada ibu nya yang begitu dalam, sehingga kedukaan itu selalu membekas dihati nya.
Hingga menjelang malam, Ridho termenung di pusara ayah ibu nya, hanya di temani oleh Guntur dengan setia.
Sahabat nya semenjak SMP hingga SMK lalu kerja di bengkel mang Leman itu, begitu setia menemani kedukaan sahabat nya itu.
"Do!, kita pulang yu, hari sebentar lagi gelap, nyamuk mulai banyak Do" bujuk Guntur.
Sebenar nya Ridho ingin berlama lama disana bersama ayah nya, tetapi melihat keadaan Guntur, dia menjadi tidak tega juga akhirnya.
Tanpa komentar apapun juga, Ridho bangkit berdiri berjalan dibelakang sahabat nya itu menuju ke pondok.
Malam itu Guntur memutuskan untuk menginap di pondok Ridho sekaligus menemani sahabat nya itu.
Ustadz Hidayat memutuskan akan mengadakan tahlilan di mesjid saja hingga seratus hari nya, sebagai sedekah pada almarhum pak Firman yang terkenal orang yang sangat baik dan ilmu agama nya juga cukup dalam. Dan yang paling penting, pak Firman selama hidup nya, tidak pernah marah pada siapapun juga, apa lagi sampai mendendam.
Pak Firman selalu meminta maaf kepada siapa pun juga, meskipun yang salah bukanlah dia.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Inonk_ordinary
banyak bgt bawang nya thor😭😭😭😭😭 jgn² ibu nya ido masi idup yaaa
2024-11-26
2
Imam Sutoto Suro
good job Thor lanjut
2024-09-27
1
Eka Kaban
awal yang bagus
2024-09-09
1