"Kita akan naik motor?" Altheo bertanya sedikit risih saat sampai di parkiran, melihat Gilsa membawa helm full face nya ke pangkuan. Gadis yang kemudian memakaikannya helm itu mengangguk yakin.
"Kau bisa naik motor kan?" tanya Gilsa. Altheo yang sudah memakai helm dengan kaca tertutup hanya diam saja, entah berekspresi macam apa. Gilsa menjadi curiga.
"Jangan bilang kau tidak bisa?"
Altheo tiba-tiba mengangkat kaca helmnya seolah protes. Dia seperti dihina barusan.
"Bisa."
"Ya, terus kenapa kau keberatan?"
Altheo diam lagi.
"Aku pernah bisa, tapi sekarang tidak."
"Apa-apaan? Memangnya masuk akal?" Gilsa menjadi sinis. Mencoba melepaskan helm yang Altheo pakai tapi ditahan pemuda itu.
"Apa? Kau yang mengemudi?" kata pemuda itu panik.
"Ya terus siapa? Kau kan tidak bisa!"
"Bukan tidak bisa, aku hanya tidak mau!"
"Apa sih?!"
"Gilsa, serius! Aku tidak suka naik motor!"
Dengan saling menarik helm di kepala Altheo mereka terus berdebat. Hingga helm itu terlepas, tapi tetap saling dipegangi masing-masing.
Gilsa terdiam menatap wajah Altheo yang menatap helm. Pertama kalinya pemuda itu tampak tak memiliki emosi, tak terlihat marah, tapi juga memiliki ekspresi buruk di sana. Apa ada hal serius di balik mengendarai motor? Rasanya tak masuk akal.
"Harus sampai sekesal itu hanya gara-gara naik motor, terus aku boncengi?" Gilsa melepaskan helm yang coba dia rebut. Lalu tatapan Altheo yang serius menatapnya. Dilihat-lihat, pemuda jangkung ini sangat cocok dengan wajah serius daripada ramah seperti yang biasa dia lakukan. Gilsa jadi ingin tertawa karena memikirkan itu. Jadi dia memalingkan wajah dengan senyum kecil.
"Kalau tidak mau naik motor mau naik apa? Taksi? Bus sekolah?" Gilsa bersikap seolah dia marah dan kesal. "Atau jalan kaki?"
Altheo menyimpan lagi helm di tangannya ke atas tangki motor lalu menarik kunci.
"Kita naik mobilku saja."
Wajah kesal Gilsa berubah terkejut. "Kau ke sekolah memakai mobil? Kenapa baru bilang sekarang?"
"Kau langsung berjalan ke sini, mana bisa aku menghentikanmu?"
"Memangnya kau legal mengendarai mobil?" Gilsa mengabaikan alasan Altheo dan kembali menodongkan pertanyaan. Wajah Altheo dihiasi senyum tipis.
"Tentu saja, usiaku 17 tahun. Aku sudah punya SIM."
Gilsa salah fokus mendengarnya. Biasanya anak laki-laki yang seangkatan dengannya akan memiliki usia yang sama dengan dia. Ini pertama kalinya ada yang berbeda. Gilsa merangkul Altheo dan mengajaknya ke parkiran mobil.
"Hei, aku lebih tua darimu. Panggil aku Kakak mulai sekarang," bisiknya.
"Apa? Jangan melucu."
"Serius, aku 19, tahun ini."
Altheo lebih terkejut bukan karena perbedaan usia mereka melainkan angka yang Gilsa sebutkan.
"Tunggu, apa?" Dia sampai berhenti berjalan dan menatap gadis itu. Gilsa tertawa kecil. Suara tawanya yang samar menembus lembut gendang telinga Altheo. Pemuda itu sedikit terkejut. Meski tawa itu tipis, Altheo bisa merasakan kehangatan dari senyumannya. Ini pertama kalinya Gilsa tersenyum lebar di depannya.
"Kenapa? Baru kali ini tahu ada orang pintar yang pernah tidak naik kelas?"
"Serius? Bukan telat masuk kan?"
Gilsa menggeleng. Dia tersenyum sambil mendahului Altheo berjalan ke parkiran mobil.
•••
"Kita harus apa sekarang?" Di mobil keadaan menjadi hening diantara mereka sampai Gilsa tak tahan dan membuka pembicaraan duluan. Altheo yang mengendarai mobil, dia juga bilang untuk meninggalkan motor di sekolah dan menitipkan kuncinya di satpam. Gilsa menurut karena pemuda itu bilang akan mengantarnya pulang jika sudah selesai. Untuk ke sekolah besok Gilsa mungkin akan meminta Pak Birka mengantarkan.
"Mau mendengarkan musik?"
"Boleh."
Altheo menyerahkan ponselnya pada Gilsa.
"Pilih sendiri, aku sudah mengaktifkan bluetoothnya." Katanya sambil menyalakan layar monitor kecil di samping setir mobil. Mata Gilsa menjadi berbinar meski samar, dia kira Altheo akan menyalakan sembarang musik untuk menghilangkan canggung.
"Kupikir kau lebih suka jika kita diam."
"Aku tidak seperti itu dengan temanku." Gilsa menjawab seolah dia tak mengingat bagaimana sikapnya hari-hari kemarin. Altheo tertawa kecil. Dia sedikit senang juga berdebar karena ucapan itu.
"Kau lucu."
"Aku tahu." Gilsa menyimpan ponsel Altheo di pangkuannya bersamaan dengan suara alunan musik yang terdengar. Gadis itu tersenyum kecil, menyandarkan punggung dan kepalanya ke kursi, lalu menatap ke luar jendela sambil berpangku tangan di perut. Senandungan kecil terdengar dari bilah bibir cherry itu, sambil berpangku kaki dan menggerakan kecil ujung tumitnya.
"Cause it would take a whole lot of medication ... to realize what we used to have we don't ... have it anymore ...."
"Bruno Mars ya?"
Gilsa mengangguk. "Ini lagu terkenal, kalau ada yang tidak tahu sih keterlaluan."
"Selera yang bagus."
Gilsa diam, sekarang matanya terlihat melamun menatap jendela. Dengan musik yang mengiringi.
"Prima yang merekomendasikan." Bersamaan dengan selesainya ucapan itu, reff dari lagu Bruno Mars -It Will Rain terdengar mengiringi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Rasmi
😭😭😭😭
2024-07-18
0
Rasmi
gilsa gk naik kelas????? 🧐 kok isoo
2024-07-18
0