Bab 4

Di landasan udara, salah satu jet pribadi mendarat dengan anggun. Terlihat seorang wanita seksi yang mencuri perhatian. Pundaknya yang putih dan gaun ketat yang memperlihatkan lekukan tubuhnya membuat mata tak bisa berpaling. Potongan gaun di pahanya memamerkan kulit putih dan mulusnya.

Rambut bergelombang dan kacamata yang bertengger di hidungnya menambah kesan elegan. Wanita itu berjalan dengan anggun bersama pelayannya yang membawa beberapa koper. Pak Edi dan beberapa bodyguard menjemputnya dengan sikap penuh hormat. Dia adalah Sera.

Sera tersenyum sepanjang perjalanan menuju kediaman Barata. Wajahnya cerah dan bahagia, sesekali menurunkan kaca mobil untuk menghirup udara segar.

Setibanya di kediaman Barata yang megah, Sera melangkah dengan tergesa-gesa memasuki rumah. Helsi menyambutnya dengan ramah.

"Hai sayang, akhirnya tiba juga..."

"Hai Bibi, bagaimana kabar Bibi?"

"Bibi baik-baik saja, seperti yang kau lihat," jawab Nyonya Helsi sambil tersenyum.

Mereka berdua akhirnya berbincang-bincang, ditemani kudapan yang disajikan dengan cepat oleh para pelayan. Wajah Nyonya Helsi tampak serius, beberapa kali menyebut nama Lily, membuat Sera ikut memasang wajah kesal.

"Bibi, bagaimana mungkin Paman memberikan syarat seperti itu? Siapa sebenarnya Lily?!"

"Dia hanya gadis kampung!"

"Apa?!"

Helsi mencoba menenangkan Sera. Dia memegang tangan Sera dan berjanji akan berusaha membuat Lily keluar dari rumah dan jauh dari keluarga Barata.

Tiba-tiba, Eko Barata memasuki ruangan bersama sekretarisnya. Mereka terlihat sibuk berbincang dan memeriksa berkas.

"Paman...."

Eko berbalik dan melihat Sera.

"Sera, kapan kau datang? Dan di mana Lily?" tanya Eko Barata.

Sebelum Helsi sempat menjawab, Agam dan Lily memasuki rumah bersama. Lily berjalan di belakang Agam. Sera segera berlari dan memeluk Agam.

"Gam, aku merindukanmu. Kau tahu? Aku...."

Ucapannya terhenti saat melihat Lily berdiri di belakang Agam. Tatapan Sera menajam. Agam melepaskan pelukan Sera tanpa berkata apa-apa seperti biasa.

Agam berjalan dan duduk di sofa, diikuti oleh Lily. Sera sangat geram melihat Lily, yang menurutnya terlihat kampungan.

"Dasar wanita sialan! Lihat saja nanti, jangan berani-berani merebut Agam. Dia milikku," pikir Sera.

Eko Barata tersenyum melihat Lily dan duduk di sebelahnya. Dia bertanya tentang kegiatan Lily. Tiba-tiba, seorang pelayan berlari.

"Nyonya... nyonya, kalung berlian nyonya hilang."

"Apa?! Hilang?!" teriak Helsi sambil melirik tajam ke arah Lily. Helsi sudah merencanakan untuk memfitnah Lily agar dia segera diusir.

"Bagaimana mungkin?! Selama ini tidak ada barang yang hilang, kecuali ada manusia asing di rumah ini. Barang berharga hilang, apalagi perhiasanku yang sangat mahal," ucap Helsi dengan nada dramatis.

Sera menambahkan panas suasana. Dia memeluk Helsi dan menyarankan agar semua barang anggota keluarga dan pelayan diperiksa.

Helsi setuju dan meminta Eko mengurus semuanya. Eko memberikan perintah kepada bodyguard untuk memeriksa barang setiap anggota keluarga dan pelayan.

"Periksa juga CCTV di rumah ini."

"Baik, tuan!"

"Paman, walau pun rumah Paman lengkap dengan pengaman seperti itu, tidak menjamin juga bahwa rumah Paman ini aman dari pencuri," jelas Sera dengan melirik Lily.

Agam yang menangkap lirikan Sera kepada Lily yang sedari tadi santai memeriksa kukunya sudah paham, bahwa Sera ingin menjebak Lily. Melihat respon Lily yang bahkan sesekali tersenyum mendengar semua ocehan yang mengarah kepadanya. Membuat Agam penasaran tentang rencana Lily yang sebenarnya.

"Apa yang dipikirkan wanita ini?!" Batin Agam.

"Pa, kalau kalung itu hilang, mama tidak ingin makan selama tiga hari, kalung itu mama beli seharga 5 milyar, hiks hiks hiks" ucap Helsi sedikit mengancam dan merengek.

"Mungkin saja mama lupa menyimpannya di mana," timpal Eko.

"Tidak, Pa. Pelayan itu khusus menyimpan perhiasanku, dia sudah bekerja selama puluhan tahun di rumah ini dan kali ini kalung itu hilang, tidak mungkin dia mencurinya," jelas Helsi.

Eko berusaha menenangkannya. Lily yang sedari tadi mendengar itu hanya memutar bola matanya malas dan meniup kukunya sesekali.

Mereka semua akhirnya duduk dalam ruangan tersebut. Pala pelayan di minta berkumpul dan berbaris tidak jauh dari mereka.

Tidak berselang lama para bodyguard, Pak Edi dan juga sekretaris kepercayaan Eko datang, dia meletakkan sebuah kalung di atas meja dan menjelaskan jika kalung tersebut mereka dapatkan di dalam kamar Lily.

"Kami menemukannya di dalam lemari, dan tersembunyi dalam tas bawaan nona Lily yang dipenuhi oleh tumpukan pakaian," jelas Pak Edi.

Lily yang mendengar itu masih terlihat santai. Dia meletakkan gelas yang berada di tangannya kemudian menyilangkan kakinya.

"Papa. Lihat gadis kampung itu. Papa lihat sendiri dia seperti apa? Dan Papa masih ingin menjodohkan dia dengan ketiga putraku?!!"

Helsi berdiri dari tempatnya dan menumpahkan seluruh amarahnya. Dia menjelaskan jika Helsi tidak masalah jika Lily berasal dari kampung tapi ternyata dia seorang pencuri.

"Tidak, tidak mungkin Lily pelakunya, Papa tidak percaya."

"Benar Bibi, mungkin saja ini salah paham," ucap Sera yang berusaha terlihat baik dan juga ingin memprovokasi keadaan.

Agam yang sedari tadi diam saja akhirnya membuka suara.

"Pa, Ma, bagaimana kalau kita periksa sidik jari saja, kalau dia pelakunya, pasti ada sidik jari di kalung tersebut," timpalnya.

Helsi berdiri dan melangkah ke hadapan Lily yang masih duduk diam, dengan wajah yang santai.

"Baik, kita periksa sidik jari dan jika dia terbukti memiliki sidik jari di kalung Mama, perjodohan dibatalkan dan dia harus segera meninggalkan keluarga Barata," ucap Helsi dengan amarah dengan nada suara yang lantang.

"Sepakat!"

Ucap Lily yang spontan berdiri dari tempatnya dan menatap tajam ke arah Helsi, alisnya terangkat dan matanya mengisyaratkan sebuah ejekan.

Helsi menggenggam tangannya geram. Dia benar-benar ingin melenyapkan Lily dari rumah tersebut.

Tim penyidik datang, mereka semua melakukan pemeriksaan sidik jari di hadapan semua orang. Tiba-tiba tidak berselang lama, salam satu tim penyidik menjelaskan jika di kalung tersebut ada sidik jari Lily.

Helsi tersenyum.

"Edi, bawa pencuri ini keluar dari rumahku! Cepat!"

"Tunggu! Aku bukan pencuri," ucap Lily dengan spontan dan wajah yang mulai serius.

"Sudah ada buktinya, kau mau jelaskan apa lagi?" Timpal Sera dengan cepat.

Lily kemudian meraih kalung tersebut dan memakainya. Dia meraba kalung itu dan menjelaskan jika berlian itu memang terlihat mengkilau dan mewah tapi untuk Lily itu tidak penting.

"Semakin mewah dan berlian ini, itu tidak akan cocok untuk kulitku," jelas Lily.

Dia kemudian membuka blezernya dan memperlihatkan leher yang sudah memerah karena kalung berlian tersebut.

"Kau sudah tahu alergi, kenapa masih terap memakainya, cepat lepaskan," ucap Eko panik.

Lily tersenyum tipis. Dia segera membuka kalung tersebut dan menyimpannya. Lily menjelaskan jika alerginya tidak bisa sembuh dalam kurun waktu tiga hari, jadi bukan dia pencurinya.

Helsi tidak menerima penjelasan Lily, dia berdiri dari tempatnya

"Mungkin saja kau memakau sarung tangan saat mengambilnya," ucap Helsi lantang.

"Kalau dia menggunakan sarung tangan tidak mungkin ada sidik jarinya di kalung itu," timpal Agam spontan.

Helsi terdiam dengan mengeratkan tangannya. Dia tidak bisa menerima jika ucapannya dipatahkan oleh Agam.

Ddddrrrtttt

Tiba-tiba ponsel Lily bergetar dan menampilkan sebuah pesan. Lily tersenyum sinis.

"Bibi, justru aku ingin bertanya, bagaimana bisa Bibi mentransfer sejumlah uang kepada Rani. 400 juta Bibi, untuk seorang pelayan, apakah itu..."

"Apa yang kau bicarakan?! Hah?!"

Wajah Helsi mulai panik. Nada suaranya meninggi dan juga dia terlihat tidak tenang. Eko Barata kemudian mengingat nama tersebut adalah salah seorang pelayan setia di rumah Barata, dia sudah bekerja selama 10 tahun.

"Mama memecat dia kemarin karena kasihan. Kedua orang tuanya sakit, dan dia harus pulang ke kotanya untuk merawat kedua orang tuanya, aku memberikan sedikit bantuan, apakah itu salah???!" Jelas Helsi.

"Tunggu!"

Tuan Eko Barata mengingat jika Rani tidak memiliki kedua orang tua, dia dulunya seorang anak yatim piatu yang meminta bantuan untuk dipekerjakan di rumah tersebut sebagai pelayan.

"Bukan kah, aku sendiri yang membawanya ke rumah ini setelah membantu Daren saat dia masih remaja, dia terjatuh."

Eko Barata sudah paham dengan melihat gelagat istrinya, dia kemudian meminta Lily segera ke rumah sakit untuk memeriksa alergi yang berada di lehernya.

"Serahkan semuanya kepada Paman, biar Paman yang mengurusnya, kamu segera ke rumah sakit. Agam akan mengantarmu," jelas Eko.

Lily hanya mengangguk dan meninggalkan ruangan tersebut. Dan di susul oleh Agam.

Terpopuler

Comments

Abigail😘

Abigail😘

pelakor udh muncul aja nih

2024-07-15

0

Luzi

Luzi

lanjut

2024-07-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!