Gadis Simpanan Sugar Daddy
Suasana duka masih menyelimuti kediaman rumah almarhum pak Rudi Hartanto setelah meninggal nya beliau untuk kembali ke pangkuan sang illahi karena sakit ginjal yang di derita nya selama ini.
Bu Dini terduduk lemas di sudut ruangan sambil menangis sesenggukan sampai kedua mata nya sembab kemerahan,tangis nya tidak bisa lagi di bendung, kesedihan begitu mendalam di rasakan oleh beliau sebagai seorang istri.
Ayana yang baru saja tiba di depan pintu pagar rumah nya cukup tercengang dengan suasana rumah yang tiba-tiba ramai.
Ia berlari membelah kerumunan orang-orang tersebut dengan perasaan gusar penuh tanda tanya.
Ayana sama sekali tidak perduli walaupun tubuh nya harus menabrak beberapa orang yang berpapasan dengan nya.
"Mama.! ada apa ini?!"
Tanya Ayana berdiri di ambang pintu utama, terlihat wajah nya tampak kebingungan dengan lutut yang sudah gemetar, mendadak ia terjatuh lunglai saat melihat tubuh seseorang terbujur kaku tertutup kain kafan.
Ayana hanya terdiam bengong melihat ke arah jasad papa nya yang sudah tidak lagi bernyawa, tangis nya pecah seketika,ia meraung keras seolah tidak rela dengan kepergian sang Ayah yang secara mendadak ini, beberapa Ibu-ibu mencoba untuk menenangkan nya, bahkan tubuh Ayana memberontak untuk menghalangi beberapa laki-laki yang hendak mengangkat tubuh almarhum pak Rudi agar segera di sholat kan di masjid terdekat.
Waktu sudah menjelang magrib, acara pemakaman harus segera di laksanakan.
"Jangan,.! jangan kubur papa saya.!"
Triak Ayana dengan tangis yang meraung-raung.rasa nya begitu menyakitkan kehilangan sosok Ayah yang begitu sangat menyayangi keluarga nya, bahkan semasa almarhum hidup,baik Ayana atau kedua adik laki-laki nya tidak pernah hidup dalam kekurangan, beliau juga tidak pernah memarahi anak-anak nya.bagi Ayana,sosok pak Rudi adalah ayah yang sempurna.
Tapi mengapa Tuhan harus mengambil nya secepat ini.?
"Ma,mama." lirih Ayana yang melihat Bu Dini merenung sambil menitihkan air mata.
"Maaaa.! Kenapa papa pergi?"
Hisak tangis Ayana semakin membuat dada Bu Dini kian terasa sesak,si kembar Devin dan Devan juga menangis sejadi-jadi nya karena tidak ingin kehilangan Ayah mereka.
Bu dini menyambangi ketiga anak nya lalu memeluk mereka seraya mengelus ketiga nya.
"Ikhlas kan Papa mu nak."
Lirih beliau yang sesungguh nya juga belum bisa mengiklaskan kepergian suami nya itu.tapi di depan ketiga anak nya,Bu Dini harus terlihat tegar meksipun hati nya begitu hancur kehilangan sosok pendamping yang sudah menemani nya selama bertahun-tahun.apa lagi pak Rudi merupakan sosok suami yang penyabar.
"Ayo antar kan papa mu ke peristirahatan nya yang terakhir."
Bu dini menyeka air mata nya lalu mengajak ketiga anak nya untuk pergi ke pemakaman umum karena jasad almarhum sudah selesai di solat kan.mereka berempat dengan beberapa pelayat lain nya pun pergi mengiringi perjalanan dari arah belakang.
Saat liang lahat sudah di tutup oleh tanah,dan satu persatu pelayat mulai meninggalkan lokasi,Bu Dini segera meminta ketiga anak nya juga segera kembali kerumah karena waktu Maghrib hampir tiba.
Sesampai nya di rumah, mereka masih saling berdiam diri di tempat duduk nya masing-masing sambil merenung seolah tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi hari ini.rasa nya seperti mimpi kehilangan sosok orang yang di cintai nya untuk selama-lama nya.
"Ayo kalian mandi,nanti habis Maghrib ada acara tahlilan di rumah,jangan sampai keadaan kalian masih lusuh dan kotor seperti ini."
Perintah Bu Dini yang berusaha untuk tidak terus menerus larut dalam kesedihan.Ayana pergi lebih dulu ke kamar mandi Karena tubuh nya juga sudah lengket oleh keringat, sore tadi ia baru saja pulang dari les Piano yang rutin di lakoni nya selama dua kali seminggu.kecintaan nya pada piano membuat Ayana bercita-cita untuk menjadi seorang pianis suatu hari nanti.
Namun entah nasib nya akan bagaimana setelah meninggal nya sang Papa,apa lagi selama ini keluarga nya sangat bergantung pada almarhum.Ayana juga tidak mengerti bisnis apa yang di jalani oleh papa nya selama ini, karena dia dan kedua adik nya hanya fokus sekolah dan belajar.
Seminggu kemudian, suasana rumah masih sangat sepi dan lengang, tidak ada riuh suara yang biasa nya terdengar menggema saat jam makan tiba, terutama saat sarapan,biasa nya mereka duduk berkumpul di lingkup meja makan menikmati hidangan yang di masak oleh Bu Dini sambil bercengkrama.suasana yang dulu nya hangat kini tampak sunyi.
"Buk aku berangkat dulu ya,Assalamualaikum.!"
Pamit Ayana mencium punggung tangan Bu Dini.
"Iya Waalaikum salam, hati-hati."
Jawab Bu Dini tanpa ekspresi,si kembar rupa nya sudah berangkat lebih dulu jalan kaki dengan beberapa teman-teman nya, sedangkan Ayana terbiasa mengendarai motor karena jarak sekolah nya juga cukup jauh,gadis bernama lengkap Ayana Hartanto itu kini duduk di bangku kelas tiga SMA, sedangkan kedua adik nya saat ini masih duduk di bangku kelas enam SD.
"Wah mbak,rumah jadi sepi ya anak-anak sudah berangkat sekolah."
Adiguna menyambangi kediaman Bu Dini dengan maksud tertentu, Adiguna Hartanto adalah adik kandung almarhum yang juga merupakan ipar Bu Dini.hubungan mereka memang kurang baik selama ini,apa lagi Adiguna dan istri nya sama-sama manusia yang gila akan harta.selama ini Bu Dini dan almarhum sudah sering membantu nya,tapi tetap saja dua orang itu terus memaksa Bu Dini agar memberikan seluruh aset kekayaan nya pada mereka.
"Iya mbak,rumah sepi banget,coba kalau kita di sini,pasti rame.!"
Celetuk Sera yang juga sangat menginginkan rumah megah peninggalan almarhum.
"Maksud kamu apa.?!" ujar Bu Dini yang sudah mencurigai kedatangan mereka.
"Enggak,anu lho mbak,kemarin pas Mas Rudi mati,eh meninggal maksud ku,kami kan gak datang.maaf ya mbak."
Ujar Sera tersenyum puas.
Bu Dini sama sekali tidak menggubris apa yang di katakan oleh Sera, beliau hanya berdiam diri duduk di sofa.
"Sayang,aku mau rumah sebagus ini."rengek Sera ke suami nya.
"Gak bisa dong sayang, ini kan rumah Mbak Dini,gak bisa kita tinggal di sini,kecuali Mbak dini sendiri yang mengizinkan kita tinggal di sini dan mereka sekeluarga yang pindah."
Jawab Adiguna yang membuat Bu dini mendelik kearah mereka.
"Kenapa Mbak?!, Mbak gak suka ya kalau kita tinggal bareng di sini?!
"Emmm, kalau gitu mbak aja yang pergi, gimana?" Adiguna tersenyum sinis kearah Bu Dini yang di balas tatapan tajam oleh beliau.
''Mbak mending kasih aja deh surat rumah ini ke aku,dari pada aku harus berbuat macam-macam sama Mbak Dini dan ke-tiga keponakan ku itu."
Adiguna berbisik ke telinga Bu Dini seraya mengancam.
"Jangan kurang ajar kamu Adiguna.!" Bu Dini langsung beranjak dari tempat duduk nya dan berusaha mengusir kedua manusia picik itu.
"Pergi kamu dari sini.! "Bu dini mendorong tubuh Adiguna yang bahkan tidak bergerak sedikit pun,justru Bu Dini lah yang di dorong balik oleh Adiguna sampai tubuh beliau membentur tembok.
"Cepat kasih tau aku di mana surat rumah itu Mbak.!"triak Adiguna sambil menjambak rambut Bu Dini, tampak Bu Dini hanya meringis kesakitan.
Beliau hanya bisa menangis menahan rasa sakit atas perlakuan adik ipar nya itu.Sera juga tak tinggal diam,ia mengacak-acak seluruh ruangan kamar Bu Dini dengan maksud mencari surat rumah yang mereka incar.
"Cuih.,aku gak akan pernah Sudi memberikan hak milik ku kepada manusia seperti kalian.!"
Tegas Bu Dini dengan wajah angkuh,hal Itu justru membuat Adiguna kian meradang penuh amarah.
"Plakk.!
Sekencang mungkin Adiguna menampar wajah ipar nya itu sampai memerah,Bu Dini benar-benar kesakitan.
"Sayang.! Sayang.! Aku nemuin surat rumah nya.!"
Sera berlarian kegirangan dari arah kamar Bu Dini dengan suara yang lantang terdengar menggema hampir ke seluruh ruangan.Adiguna langsung pergi menemui Sera yang sudah memegang seluruh aset milik Keluarga Almarhum.
"Kembalikan.! kembalikan surat itu.!" teriakan Bu Dni sama sekali tidak di perdulikan oleh mereka berdua.Bu Dini menyeret langkah kaki nya terhuyung-huyung menuju ke arah mereka berdua yang sedang sibuk dengan sertifikat yang ada di tangan Sera.
"Ayo kita pergi sayang,kita urus semua surat-surat ini supaya kita tidak perlu lagi tinggal di rumah kontrakan."
Ajak Adiguna yang telah berhasil mendapatkan keinginan nya.
Lagi-lagi Bu Dini hanya bisa pasrah karena dia sendiri tidak sanggup melawan Adiguna Sendirian.
"Astaga Buk.!" Mbok Yunah yang baru saja pulang dari pasar langsung kaget melihat keadaan majikan prempuan nya itu sudah acak-acakan dan terlunglai di ambang pintu kamar.
"Ibu kenapa? apa ada perampok?!" mbok Yunah bahkan tidak lagi mempedulikan barang belanjaan nya yang di jatuh kan begitu saja di depan pintu utama.
"Mbok."tangis Bu dini kian pilu mana kala mengingatkan kejadian barusan,belum sembuh kesedihan nya karena kehilangan sosok suami,kini beliau juga harus kehilangan seluruh aset peninggalan almarhum.
"Sudah Bu ayo saya antar ke tempat tidur."Mbok Yunah memapah tubuh Bu Dini lalu meminta nya duduk di sisi ranjang.beliau mulai menceritakan semua nya pada Mbok Yunah tentang apa yang baru saja terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments