Suasana duka masih menyelimuti kediaman rumah almarhum pak Rudi Hartanto setelah meninggal nya beliau untuk kembali ke pangkuan sang illahi karena sakit ginjal yang di derita nya selama ini.
Bu Dini terduduk lemas di sudut ruangan sambil menangis sesenggukan sampai kedua mata nya sembab kemerahan,tangis nya tidak bisa lagi di bendung, kesedihan begitu mendalam di rasakan oleh beliau sebagai seorang istri.
Ayana yang baru saja tiba di depan pintu pagar rumah nya cukup tercengang dengan suasana rumah yang tiba-tiba ramai.
Ia berlari membelah kerumunan orang-orang tersebut dengan perasaan gusar penuh tanda tanya.
Ayana sama sekali tidak perduli walaupun tubuh nya harus menabrak beberapa orang yang berpapasan dengan nya.
"Mama.! ada apa ini?!"
Tanya Ayana berdiri di ambang pintu utama, terlihat wajah nya tampak kebingungan dengan lutut yang sudah gemetar, mendadak ia terjatuh lunglai saat melihat tubuh seseorang terbujur kaku tertutup kain kafan.
Ayana hanya terdiam bengong melihat ke arah jasad papa nya yang sudah tidak lagi bernyawa, tangis nya pecah seketika,ia meraung keras seolah tidak rela dengan kepergian sang Ayah yang secara mendadak ini, beberapa Ibu-ibu mencoba untuk menenangkan nya, bahkan tubuh Ayana memberontak untuk menghalangi beberapa laki-laki yang hendak mengangkat tubuh almarhum pak Rudi agar segera di sholat kan di masjid terdekat.
Waktu sudah menjelang magrib, acara pemakaman harus segera di laksanakan.
"Jangan,.! jangan kubur papa saya.!"
Triak Ayana dengan tangis yang meraung-raung.rasa nya begitu menyakitkan kehilangan sosok Ayah yang begitu sangat menyayangi keluarga nya, bahkan semasa almarhum hidup,baik Ayana atau kedua adik laki-laki nya tidak pernah hidup dalam kekurangan, beliau juga tidak pernah memarahi anak-anak nya.bagi Ayana,sosok pak Rudi adalah ayah yang sempurna.
Tapi mengapa Tuhan harus mengambil nya secepat ini.?
"Ma,mama." lirih Ayana yang melihat Bu Dini merenung sambil menitihkan air mata.
"Maaaa.! Kenapa papa pergi?"
Hisak tangis Ayana semakin membuat dada Bu Dini kian terasa sesak,si kembar Devin dan Devan juga menangis sejadi-jadi nya karena tidak ingin kehilangan Ayah mereka.
Bu dini menyambangi ketiga anak nya lalu memeluk mereka seraya mengelus ketiga nya.
"Ikhlas kan Papa mu nak."
Lirih beliau yang sesungguh nya juga belum bisa mengiklaskan kepergian suami nya itu.tapi di depan ketiga anak nya,Bu Dini harus terlihat tegar meksipun hati nya begitu hancur kehilangan sosok pendamping yang sudah menemani nya selama bertahun-tahun.apa lagi pak Rudi merupakan sosok suami yang penyabar.
"Ayo antar kan papa mu ke peristirahatan nya yang terakhir."
Bu dini menyeka air mata nya lalu mengajak ketiga anak nya untuk pergi ke pemakaman umum karena jasad almarhum sudah selesai di solat kan.mereka berempat dengan beberapa pelayat lain nya pun pergi mengiringi perjalanan dari arah belakang.
Saat liang lahat sudah di tutup oleh tanah,dan satu persatu pelayat mulai meninggalkan lokasi,Bu Dini segera meminta ketiga anak nya juga segera kembali kerumah karena waktu Maghrib hampir tiba.
Sesampai nya di rumah, mereka masih saling berdiam diri di tempat duduk nya masing-masing sambil merenung seolah tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi hari ini.rasa nya seperti mimpi kehilangan sosok orang yang di cintai nya untuk selama-lama nya.
"Ayo kalian mandi,nanti habis Maghrib ada acara tahlilan di rumah,jangan sampai keadaan kalian masih lusuh dan kotor seperti ini."
Perintah Bu Dini yang berusaha untuk tidak terus menerus larut dalam kesedihan.Ayana pergi lebih dulu ke kamar mandi Karena tubuh nya juga sudah lengket oleh keringat, sore tadi ia baru saja pulang dari les Piano yang rutin di lakoni nya selama dua kali seminggu.kecintaan nya pada piano membuat Ayana bercita-cita untuk menjadi seorang pianis suatu hari nanti.
Namun entah nasib nya akan bagaimana setelah meninggal nya sang Papa,apa lagi selama ini keluarga nya sangat bergantung pada almarhum.Ayana juga tidak mengerti bisnis apa yang di jalani oleh papa nya selama ini, karena dia dan kedua adik nya hanya fokus sekolah dan belajar.
Seminggu kemudian, suasana rumah masih sangat sepi dan lengang, tidak ada riuh suara yang biasa nya terdengar menggema saat jam makan tiba, terutama saat sarapan,biasa nya mereka duduk berkumpul di lingkup meja makan menikmati hidangan yang di masak oleh Bu Dini sambil bercengkrama.suasana yang dulu nya hangat kini tampak sunyi.
"Buk aku berangkat dulu ya,Assalamualaikum.!"
Pamit Ayana mencium punggung tangan Bu Dini.
"Iya Waalaikum salam, hati-hati."
Jawab Bu Dini tanpa ekspresi,si kembar rupa nya sudah berangkat lebih dulu jalan kaki dengan beberapa teman-teman nya, sedangkan Ayana terbiasa mengendarai motor karena jarak sekolah nya juga cukup jauh,gadis bernama lengkap Ayana Hartanto itu kini duduk di bangku kelas tiga SMA, sedangkan kedua adik nya saat ini masih duduk di bangku kelas enam SD.
"Wah mbak,rumah jadi sepi ya anak-anak sudah berangkat sekolah."
Adiguna menyambangi kediaman Bu Dini dengan maksud tertentu, Adiguna Hartanto adalah adik kandung almarhum yang juga merupakan ipar Bu Dini.hubungan mereka memang kurang baik selama ini,apa lagi Adiguna dan istri nya sama-sama manusia yang gila akan harta.selama ini Bu Dini dan almarhum sudah sering membantu nya,tapi tetap saja dua orang itu terus memaksa Bu Dini agar memberikan seluruh aset kekayaan nya pada mereka.
"Iya mbak,rumah sepi banget,coba kalau kita di sini,pasti rame.!"
Celetuk Sera yang juga sangat menginginkan rumah megah peninggalan almarhum.
"Maksud kamu apa.?!" ujar Bu Dini yang sudah mencurigai kedatangan mereka.
"Enggak,anu lho mbak,kemarin pas Mas Rudi mati,eh meninggal maksud ku,kami kan gak datang.maaf ya mbak."
Ujar Sera tersenyum puas.
Bu Dini sama sekali tidak menggubris apa yang di katakan oleh Sera, beliau hanya berdiam diri duduk di sofa.
"Sayang,aku mau rumah sebagus ini."rengek Sera ke suami nya.
"Gak bisa dong sayang, ini kan rumah Mbak Dini,gak bisa kita tinggal di sini,kecuali Mbak dini sendiri yang mengizinkan kita tinggal di sini dan mereka sekeluarga yang pindah."
Jawab Adiguna yang membuat Bu dini mendelik kearah mereka.
"Kenapa Mbak?!, Mbak gak suka ya kalau kita tinggal bareng di sini?!
"Emmm, kalau gitu mbak aja yang pergi, gimana?" Adiguna tersenyum sinis kearah Bu Dini yang di balas tatapan tajam oleh beliau.
''Mbak mending kasih aja deh surat rumah ini ke aku,dari pada aku harus berbuat macam-macam sama Mbak Dini dan ke-tiga keponakan ku itu."
Adiguna berbisik ke telinga Bu Dini seraya mengancam.
"Jangan kurang ajar kamu Adiguna.!" Bu Dini langsung beranjak dari tempat duduk nya dan berusaha mengusir kedua manusia picik itu.
"Pergi kamu dari sini.! "Bu dini mendorong tubuh Adiguna yang bahkan tidak bergerak sedikit pun,justru Bu Dini lah yang di dorong balik oleh Adiguna sampai tubuh beliau membentur tembok.
"Cepat kasih tau aku di mana surat rumah itu Mbak.!"triak Adiguna sambil menjambak rambut Bu Dini, tampak Bu Dini hanya meringis kesakitan.
Beliau hanya bisa menangis menahan rasa sakit atas perlakuan adik ipar nya itu.Sera juga tak tinggal diam,ia mengacak-acak seluruh ruangan kamar Bu Dini dengan maksud mencari surat rumah yang mereka incar.
"Cuih.,aku gak akan pernah Sudi memberikan hak milik ku kepada manusia seperti kalian.!"
Tegas Bu Dini dengan wajah angkuh,hal Itu justru membuat Adiguna kian meradang penuh amarah.
"Plakk.!
Sekencang mungkin Adiguna menampar wajah ipar nya itu sampai memerah,Bu Dini benar-benar kesakitan.
"Sayang.! Sayang.! Aku nemuin surat rumah nya.!"
Sera berlarian kegirangan dari arah kamar Bu Dini dengan suara yang lantang terdengar menggema hampir ke seluruh ruangan.Adiguna langsung pergi menemui Sera yang sudah memegang seluruh aset milik Keluarga Almarhum.
"Kembalikan.! kembalikan surat itu.!" teriakan Bu Dni sama sekali tidak di perdulikan oleh mereka berdua.Bu Dini menyeret langkah kaki nya terhuyung-huyung menuju ke arah mereka berdua yang sedang sibuk dengan sertifikat yang ada di tangan Sera.
"Ayo kita pergi sayang,kita urus semua surat-surat ini supaya kita tidak perlu lagi tinggal di rumah kontrakan."
Ajak Adiguna yang telah berhasil mendapatkan keinginan nya.
Lagi-lagi Bu Dini hanya bisa pasrah karena dia sendiri tidak sanggup melawan Adiguna Sendirian.
"Astaga Buk.!" Mbok Yunah yang baru saja pulang dari pasar langsung kaget melihat keadaan majikan prempuan nya itu sudah acak-acakan dan terlunglai di ambang pintu kamar.
"Ibu kenapa? apa ada perampok?!" mbok Yunah bahkan tidak lagi mempedulikan barang belanjaan nya yang di jatuh kan begitu saja di depan pintu utama.
"Mbok."tangis Bu dini kian pilu mana kala mengingatkan kejadian barusan,belum sembuh kesedihan nya karena kehilangan sosok suami,kini beliau juga harus kehilangan seluruh aset peninggalan almarhum.
"Sudah Bu ayo saya antar ke tempat tidur."Mbok Yunah memapah tubuh Bu Dini lalu meminta nya duduk di sisi ranjang.beliau mulai menceritakan semua nya pada Mbok Yunah tentang apa yang baru saja terjadi.
Waktu cepat sekali berlalu,tanpa terasa sudah hampir sebulan kepergian pak Rudi yang bahkan duka itu masih sangat di rasakan oleh Bu Dini.
Adiguna kembali datang menemui Bu Dini dengan maksud tertentu,ia meminta agar Bu Dini menandatangani surat tersebut yang sudah di alihkan menjadi atas nama nya,hal ini jelas membuat Bu Dini semakin syok,kemana beliau akan tinggal bersama anak-anak nya jika rumah satu-satu nya tempat berteduh harus di ambil paksa oleh Adiguna.?
"cepat mbak tanda tangani surat ini.!"
Adiguna memaksa Bu Dini dengan di bantu oleh dua orang suruhan nya,kedua pria gagah itu membekap tubuh Bu Dini,salah satu nya membungkam mulut beliau agar tidak berteriak, sedangkan Adiguna mengarahkan tangan Bu Dini untuk segera melakukan apa yang dia suruh.
"mama.! Mama kenapa?! triak Devin dan Devan yang baru saja pulang dari sekolah.
"om,om apa'in mama?!" Pekik Devin sambil memukul-mukul tubuh Adiguna yang tinggi gagah.
"apa sih kamu.! ganggu aja.!" Adiguna mengibaskan tangan nya kearah Devin sampai Devin tersungkur ke lantai.
Devan yang ketakutan hanya terdiam di sudut ruangan, sementara tubuh nya juga gemetar setelah melihat kembaran nya di hempas begitu saja oleh Adiguna.
"emm,emmm."
Bu Dini sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa,mulut nya saja di bekap,begitu juga dengan tubuh nya yang di jagal oleh dua orang suruhan Adiguna.
."bagus,bagus.! rumah ini sekarang sudah sah menjadi milik ku.!"
Adiguna tertawa puas lalu meminta kedua anak buah nya segera pergi bersama nya.
"Devin.!" teriak Bu Dini melihat kondisi Devin yang kesakitan karena kepala nya membentur ubin.
"auuu.,sakit ma."keluh nya sambil memegangi kepala nya yang ternyata berdarah.Devan segera menyambangi mereka dan membantu Devin berdiri.
Ayana tiba di rumah pukul tiga sore,tampak Bu Dini sedang duduk melamun dengan tatapan kosong di ruang tamu.
"assalamualaikum."Ayana berdiri di ambang pintu melihat Ibu nya yang sama sekali tidak menjawab salam dari nya.
"ma,mama.!" panggil Ayana agak keras.bu Dini lantas menoleh dan baru menyadari kedatangan Ayana.
"eh iya waalaikum salam." segera Bu Dini beranjak dari tempat duduk.
"mama kenapa kok bengong?" tanya Ayana sambil meraih punggung tangan Bu dini.
"euuhh,eng-enggak,gak kenapa-kenapa kok."dari cara nya bicara jelas Bu Dini sedang menyembunyikan sesuatu, Ayana juga tidak bisa di bohongi karena dia bukan lagi anak kecil.
"mama jujur aja sama Ayana,ada apa sebenar nya? Mama masih sedih ya kehilangan papa?!" tampak wajah Bu Dini mendadak sendu dengan bulir bening yang menetes dari kedua mata nya.
Ayana memeluk tubuh Ibu nya dengan hangat sambil mengusap punggung beliau berkali-kali.
"mama udah ya,kita gak boleh larut dalam kesedihan terus."terdengar suara Ayana juga gemetar menahan tangis.
"Aya,mama bukan cuma sedih soal papa mu." tangis Bu dini pecah dan bahkan ucapan nya sempat terpotong.
"lalu? Apa yang bikin mama sedih?"Ayana melepaskan pelukan, dengan lekat ia menatap wajah ibunya.
"kenapa ma?"Ayana meminta agar Bu Dini jujur pada nya soal apapun itu.
"rumah,rumah ini ,Aya,rumah ini sudah di ambil alih oleh om mu.!" lagi-lagi Bu dini menangis sampai suara nya terdengar sumbang.
"apa?! rumah ini di ambil alih om Adiguna.?! Mama,gak mungkin ma.!" Ayana syok berat mendengar pernyataan mama nya.
"mama pasti bohong kan?!" tegas Ayana menatap tajam wajah Bu Dini yang sudah terlihat pasrah, beliau sudah tidak tau lagi harus bagaimana?
"Mama mu gak bohong Ayana.!"
tiba-tiba suara Adiguna terdengar menyahuti obrolan mereka di ruang tamu, Adiguna sengaja datang kembali kerumah ini,kali ini ia tidak datang sendiri, Adiguna datang bersama istri dan anak nya,juga barang-barang milik mereka,pria itu datang dari arah pintu utama yang memang sudah terbuka lebar sejak Ayana pulang tadi.
sontak saja Ayana menoleh kearah sumber suara yang jelas tidak asing bagi nya.
"om Adi?!" deru nafas gadis berusia 18 tahun itu kian tak terkontrol,darah nya serasa mendidih setelah mendengar apa yang baru saja di katakan oleh laki-laki paruh baya itu.
"maksud om apa ngomong gitu?!" Lantang Ayana berbicara seolah tidak memiliki rasa segan sedikit pun pada Adiguna.
sejak dulu memang keluarga mendiang Rudi Hartanto tidak pernah akur dengan keluarga Adiguna Hartanto.penyebab nya karena Adiguna selalu saja iri dengan keberhasilan sang kakak.
"Ayana, Ayana,kamu itu masih terlalu polos untuk tau semua permasalahan ini,jadi sebaik nya kamu dan mama mu serta kedua adik laki-laki mu itu segera angkat kaki dari rumah ini.! Om gak akan maksa sih,tapi kalau kalian mau jadi babu di sini boleh kok.,iya kan sayang?"
Adiguna menoleh kebelakang di mana Sera berdiri angkuh di sana sambil memandangi adegan dramatis dari keluarga ipar nya.
"bener banget sayang, mereka boleh tinggal di sini,asal,mau jadi babu."
ledek Sera tertawa puas.
Ayana yang tidak terima dengan perlakuan mereka mencoba untuk melawan dengan melempar Sera menggunakan tas ransel yang tadi di letakan nya di atas meja,untung saja benda itu tidak sampai mengenai tubuh Sera yang jarak nya kurang lebih tiga langkah kaki orang dewasa dari tempat nya berdiri saat ini.
Ayana sudah mengepalkan kedua tangan nya dengan kuat sampai seluruh otot-otot nya terlihat jelas di beberapa bagian.
"kurang ajar kamu ya.!" gertak Sera yang tidak terima dengan perbuatan keponakan nya itu.Sera dengan cepat mendekati Ayana lalu menjambak rambut gadis itu sekuat mungkin, Adiguna hanya terdiam memperhatikan istri nya itu menganiaya Ayana dengan tragis.
ia hanya berdiri mematung sambil menyunggingkan seulas senyum, sementara kedua tangan nya di lipat keatas dada.
"sudah Ayana sudah.!"
Bu Dini berusaha melerai perkelahian antara ipar dan anak nya, Ayana juga tidak mau tinggal diam,ia berusaha meraih rambut Tante nya itu yang panjang tergerai.Bu dini cukup kewalahan melerai keduanya yang sudah sama-sama di kuasai amarah.
"Adi tolong suruh berhenti istri mu ini.!" pinta Bu Dini menghiba,beliau tidak tahan melihat Ayana yang seolah tidak mampu dan kalah kuat tenaga nya jika di bandingkan Sera.
"Sera cukup.! Berhenti.!" gertak Adiguna yang merasa pertunjukan ini sudah harus di selesaikan,bukan karena permohonan Bu Dini yang membuat Adiguna bertindak,tapi niat nya datang kemari untuk mengusir kakak ipar dan ke-tiga keponakan nya,bukan untuk menonton perkelahian antara Tante dan keponakan itu.
Sera langsung menghentikan tindakan nya dan kembali merapihkan rambut nya yang sudah acak-acakan.deru nafas nya sudah tidak beraturan,wajah nya juga terlihat bengis.
"kalau bukan karena mas Adi,aku gak bakal lepasin kamu Ayana.!" Gerutu Sera kesal dengan raut wajah yang merah padam.
"udah Mbak aku gak mau bertele-tele, sekarang sebaik nya Mbak Dini tinggalkan rumah ini tanpa membawa apapun kecuali pakaian,jangan sampai saya memaksa."
bisik Adiguna ke telinga kakak ipar nya itu,Bu Dini yang merasa takut dengan ancaman Adiguna pasrah tanpa perlawanan.
"gak.! Kita gak akan pergi dari sini.!" Bantah Ayana yang tetap kekeh untuk tidak meninggalkan rumah peninggalan papa nya.
"oke,kamu boleh tinggal di sini,tapiiiii,jangan harap kami akan memperlakukan kamu seperti manusia."
ucap Adiguna mendekatkan wajah nya ke wajah Ayana.
terlihat kedua nya saling tatap satu sama lain, sampai bulir bening menetes dari kedua mata milik gadis berbulu mata lentik itu.
Ayana tak kuasa menahan tangis, bagaimana mungkin saudara nya sendiri mampu berbuat sejahat ini.apa lagi Adiguna adalah adik kandung almarhum papa nya.
Bu Dini terpaksa mengajak ketiga anak nya untuk pindah ke kampung halaman,di mana nanti nya mereka akan tinggal di rumah bekas peninggalan sang Ayah yang sudah lama meninggal,rumah itu memang sengaja di sewakan pada salah satu warga,tapi karena Bu Dini dan ke-tiga anak nya akan menghuni rumah tersebut, terpaksa sang penyewa harus keluar dari rumah itu.
pagi ini udara sangat sejuk,Ayana berjalan-jalan di sekitaran rumah nya yang sangat sederhana meskipun sudah berdinding tembok tetap saja rumah ini berada di perkampungan padat penduduk. ia tidak menyangka jika sejauh ini takdir sudah mengubah nya dari yang hidup di kota dan berkecukupan,kini harus menjelma menjadi gadis kampung yang entah nasib pendidikan nya akan seperti apa?.
tapi dendam nya pada Adiguna memaksa Ayana harus tetap melanjutkan pendidikan nya sampai ke jenjang perkuliahan,ia ingin kembali merubah nasib kelurga nya dan mengambil seluruh aset peninggalan almarhum Ayah nya yang saat ini di kuasai oleh sang paman.
"eh ada warga baru ya?" bisik seorang ibu-ibu ke ibu yang satu nya.
"iya denger-denger baru pindah dari kota, pantes aja anak nya cantik.orang kota." sahut ibu satu nya lagi, mereka bergerombol sekitar empat orang sambil berjalan menuju ke arah tukang sayur yang biasa mangkal di perempatan jalan.
"pagi buk.! Sapa Ayana sambil mengulas senyum dari bibir tipis nya.
"eh iya pagi juga neng." sahut ibu-ibu serentak.
"baru pindah ya neng?" tanya ibu berkerudung hitam basa-basi.
"iya buk baru pindah kemarin."jawab Ayana ramah."pada mau kemana ini ibu-ibu?" imbuh nya lagi.
"ini neng mau beli sayuran."ucap ibu berbaju dres bunga-bunga.
Ayana yang terbiasa hidup di kota tanpa bergaul dengan siapapun kecuali temen-temen di sekolah nya,agak nya ia harus mulai membiasakan diri untuk bersosialisasi dengan warga sekitar kampung tempat tinggal nya sekarang yang penduduk nya juga ramah-tamah.
pagi ini rencana nya Ayana akan mendaftar ke sekolah baru yang jarak nya kurang lebih lima belas menit dari tempat tinggal nya,dia juga tidak mau pendidikan nya harus terbengkalai hanya karena kepindahan nya.
kedua adik laki-laki nya juga tetap harus melanjutkan sekolah,soal biaya mereka bisa mengusahakan bareng-bareng.nyata nya Bu Dini yang memang sejak kecil sudah terbiasa hidup susah,hanya saja sejak beliau menikah dengan almarhum memang kehidupan nya berbanding terbalik, beliau benar-benar memiliki kehidupan yang layak dan berkecukupan.
tapi kini,Bu Dini harus kembali merasakan kepahitan hidup itu lagi karena ulah Adiguna.
"Ayana.! Cepat bangun.! ini hari pertama kamu masuk sekolah."
bu Dini membangunkan Ayana pukul 5:30 wib.beliau sudah bangun sejak pukul 5 subuh, setelah menyelesaikan ibadah solat, segera Bu Dini menyiapkan sarapan untuk ketiga anak nya.menu sederhana berupa telur dadar dan sayur lodeh pagi ini cukup untuk membuat perut mereka kenyang.
sejak dulu Bu Dini dan keluarga nya juga tidak pernah pilih-pilih makanan, apapun yang di sajikan menjadi menu terenak mengalahkan restoran bintang lima.Ayana langsung beranjak untuk duduk sejenak di ranjang tidur nya,ia mengecek Handphone sambil mengerjapkan kedua mata.
kedua mata nya melihat jam yang tertera pada layar utama, Waktu sudah menunjukan pukul setengah enam lewat, segera Ayana pergi mengambil handuk yang tertanggal di belakang pintu lalu menuju kamar mandi, setelah bersiap dengan seragam dan selesai solat subuh,Ayana menghampiri mama nya yang sudah sibuk di dapur bergelut dengan bumbu-bumbu masakan.
aroma telur dadar yang menyeruak membuat perut Ayana menjadi lapar, meksipun hari masih sangat pagi.
" Devan sama Devin belum bangun ya ma?" tanya Ayana sambil mencomot telur dadar secuil dari piring.
"belum.bangunin sana.! abis itu kalian sarapan ya.!"
Perintah Bu Dini sambil sibuk mencuci perabotan dapur nya.
"Iya ma."Ayana pergi menuju kamar si kembar lalu membangun kan mereka.setelah semua nya memakai seragam sekolah masing-masing,Bu Dini meminta anak-anak nya sarapan pagi lebih dulu.
beliau juga memberi sejumlah uang untuk membeli makan siang mereka nanti di kantin sekolah.
"kita berangkat ya ma."
"Assalamualaikum." pamit ketiga nya sambil bersalaman secara bergantian.
"iya Wa'alaikum salam, hati-hati ya nak."Bu Dini masih cukup bingung setelah ini beliau akan bekerja di mana dan mendapatkan uang dengan cara apa? Bahkan Adiguna sama sekali tidak memberi nya secuil pun hak yang mereka miliki.
menjadi murid baru di sekolah nya sekaligus orang paling cantik di kelas menjadi sebuah anugrah tersendiri bagi Ayana,tapi semua itu juga tidak membuat nya berbesar hati dan angkuh,dia adalah gadis yang ramah dan murah senyum serta rendah hati,saat memasuki ruang kelas nya,Ayana sudah di sambut hangat oleh beberapa temen sekelas nya terutama kaum laki-laki, mereka begitu memuja dan menganggumi Ayana sebagai siswi baru.
orang pertama yang tertarik dengan Ayana adalah Regan,dia merupakan siswa yang cukup tampan dan pintar, beberapa wanita juga memuja nya termasuk gadis bernama Raisa, prempuan berdarah Minang yang juga di kenal sadis oleh beberapa siswi lain nya,dia dengan mudah nya membuat beberapa siswi bahkan siswa lain nya segan karena tindakan brutal nya itu.
tatapan nya tidak berhenti saat melihat Ayana baru saja memasuki ruangan kelas 3 SMA, kebencian itu sudah merasuk bahkan saat pertama kali Raisa melihat Ayana,rasa iri dan dengki nya terhadap Ayana membuat Raisa ingin segera memberi pelajaran pada gadis itu,apa lagi Ayana menjadi idola baru di kelas nya.
kedua tangan nya mengepal kuat dengan mata yang melotot tajam seperti hendak menelan Mangsa.
Ayana duduk di kursi paling ujung bersebelahan dengan gadis bernama Tifani.
"eh,sttt.., hati-hati sama prempuan yang duduk di depan sana. " lirih Tifani memberikan kode pada Ayana agar tidak terlalu berinteraksi dengan Raissa.
Ayana hanya melempar senyum tipis yang membuat Tifani sungkan membalas senyum nya.
Setelah jam pelajaran usai, Ayana masih sempat mengobrol dengan Tifani dan Sandra, mereka bertiga terlihat akrab meksipun baru pertama kali bertemu.
"aku duluan ya." pamit Ayana,ia beranjak dari tempat duduk nya.
"oke ay, sampai jumpa besok ya,kita juga mau pulang." mereka berpisah satu sama lain dengan tujuan ke rumah masing-masing.
"eh tunggu.!"
Seseorang memanggil Ayana dengan jarak kira-kira lima langkah kaki orang dewasa, suara itu terdengar jelas meksipun suasana lingkungan sekolah masih sangat ramai dengan para siswa siswi yang berlalu lalang menuju gerbang sekolah.
Ayana menoleh kearah sumber suara,ia menemukan sosok Regan yang tersenyum kearah nya.wajah tampan Regan cukup membuat hati Ayana berdebar kencang, bagaimana tidak,ini kali pertama nya ia di sapa oleh laki-laki setampan Regan.
meskipun tidak memungkiri bahwa diri nya juga cantik,kejadian itu rupa nya di saksikan oleh Raisa,gadis itu sontak saja langsung merasa kesal sambil mengepalkan kedua tangan nya dengan wajah yang sudah di penuhi amarah dan dada yang bergemuruh terbakar api cemburu.
"kasih pelajaran aja tuh cewek.!"
Salah satu teman Raisa mencoba untuk mengompori Raissa agar segera memberikan peringatan pada Ayana supaya tidak menggatal dengan pria incaran nya.
"diam Lo.! Gue lebih tau harus berbuat apa.!" Bentak Raisa yang sudah di kuasai amarah di dada nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!