Bab 4 Jalan-jalan

Hari yang sudah di janjikan oleh Sinta. Di mana Sinta akan mengajak adik-adik nya jalan-jalan ke Dufan.

Semuanya nampak bahagia karena mereka bisa liburan bareng lagi.

Tiga mobil berangkat ke Dufan pagi-pagi sekali karena mereka takut terhenti oleh kemacetan.

"Bermainlah sepuas kalian. Ingat! Kita akan bertemu di tempat ini lagi."

"Siap kak."

Sinta memang membebaskan adik-adik main apapun yang mereka suka. Apalagi mereka memang sudah pada besar-besar. Di mata Sinta memang mereka masih anak kecil. Tapi, di luar mereka sudah dewasa. Pergi kemana mereka mau.

Semua adik-adik berpencar ada juga yang bareng. Semuanya begitu akur walaupun sudah besar tapi dalam hal ini semuanya selesai kompak.

Sinta tinggal sendiri memilih tempat yang tidak terlalu banyak pengunjung yang minat.

Duduk sambil menikmati jus dan stik tidak jauh dari mushola agar ketika adzan tiba Sinta tidak terlalu jauh mencarinya. Di Dufan memang mushola pada jauh-jauh jaraknya. Jika berjalan kaki, terasa melelahkan bukan. Kecuali menyewa sepeda motor listrik agar memudahkan keliling.

Sinta memang gadis suka jalan-jalan. Namun, jika permainan di Dufan Sinta kurang suka. Tepatnya, Sinta trauma karena waktu kecil pernah jatuh waktu naik kora-kora. Sinta hanya menikmatinya saja.

Memilih masuk ke rumah hantu, rumah kaca, museum itupun kebetulan di buka.

Sinta berjalan-jalan sambil mengabadikan momen di sana dengan kamera yang melingkar di lehernya. Merasa lelah, Sinta memilih kembali ke tempat tadi agar anak-anak tidak repot mencarinya.

Seharian penuh anak-anak benar-benar menghabiskan waktu bermain. Sampai dimana tiba waktu berkumpul.

Sinta mengabsen para adiknya takut ada yang kurang. Merasa sudah lengkap semaunya. Mereka memutuskan pulang. Sebelum pulang ke rumah Adam Hawa. Sinta membawa para adik nya makan terlebih dahulu.

"Aurora?"

"Eh, Nandini. Sini,"

Nandini menghampiri Aurora. Tak lupa juga mencium tangan Sinta dan yang lain.

"Mas mu kemana? Din?"

"Mas beli buku Dini, tadi buku Dini basah."

"Oh, udah makan?"

"Belum, mba. Nunggu Mas Hendra dulu."

"Sini, ikut gabung sama kami saja."

Sinta tak pernah malu mengajak Nandini ikut makan bersama mereka. Nandini begitu sungkan. Namun, Aurora menarik tangan gadis imut, sedikit tomboy itu.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Mba Nani, pesanan biasa."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Siap mba. Laksanakan."

Sinta terkikik mendengarnya. Sinta memang sudah hapal setiap menu kesukaan adik-adik nya.

Restoran cukup ramai. Apalagi memang ini malam Minggu. Ada yang semeja dengan pasangannya, keluarga, dan teman-temannya. Semuanya beragam dengan menu kesukaan masing-masing.

Hendra yang baru datang membeli buku adiknya yang tak sengaja basah karena ketumpahan kopi milik dirinya. Hendra mencari-cari adiknya tapi tidak ada. Hendra panik takut adiknya ada yang menculik. Namun, mata Hendra menatap mobil yang terparkir. Hendra mengenali siapa pemilik mobil itu. Mumpung gak ada yang datang. Hendra berlari mengintip ke dalam.

Hati Hendra merasa hangat melihat tawa adiknya yang ikut bergabung dengan Sinta. Merasa adiknya aman. Hendra kembali berjaga takut ada yang datang.

Sudah selesai makan, mereka bergegas kembali.

"Terimakasih mba. Sudah mengajak Nandini makan."

"Sama-sama. Maaf ya mas. Nandini harus makan duluan bersama kami."

"Tidak apa. Mau langsung pulang?"

"Iya, kami pulang dulu. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."

Sinta dan adik-adik nya meninggalkan restoran.

"Mereka baik ya, mas."

"Iya. Untuk itu, Nandini harus giat belajar agar jadi anak sukses dan bisa membalas kebaikan mereka."

"Baik mas. Nandini akan rajin belajar."

"Adik mas, memang pintar. Sana belajar, lalu tidur."

"Siap."

Hendra benar-benar bersyukur di pertemukan dengan orang-orang baik. Yang Sudi menampung mereka bahkan memberikan pekerjaan juga. Entah kebaikan apa yang dulu Hendra lakukan hingga Allah begitu baik padanya.

...

Sesampai di rumah Adam Hawa, Sinta menyuruh adik-adik untuk segera tidur.

Sinta bersyukur sekali karena Allah memberi dia kebahagiaan yang berlipat. Tidak ada kebahagiaan yang paling membahagiakan hati Sinta kecuali melihat adik-adik akur dan bahagia.

Sinta segera membersihkan tubuhnya. Karena tadi belum sholat isya. Sinta melaksanakan kewajibannya.

Sudah sholat isya, Sinta duduk di kursi meja belajar sambil menatap sertifikat kedokteran nya.

Sebentar lagi mungkin Sinta akan disibukan dengan pekerjaan nya. Rasanya Sinta tidak sabar segera bekerja kembali. Tangan Sinta sangat merindukan memegang alat-alat medis. Membantu setiap orang yang membutuhkannya.

Puas menatap keberhasilannya. Mata Sinta beralih pada buku catatannya. Sinta membuka buku tersebut. Entah kesekian ribu kalinya Sinta membaca bait tulisan itu. Seakan Sinta tak pernah bosan membacanya.

Sinta tersenyum sendiri, jantungnya berdegup kencang. Besok adalah pertemuan bagi mereka.

Selama ini memang mereka tak pernah berkomunikasi. Namun, kenapa Sinta tahu besok hari pertemuan mereka. Tidak lain tidak bukan dari Malik. Malik yang selama ini menjadi perantara bagi keduanya.

Dan Malik juga yang melarang Farel bertemu Sinta walau ingin. Malik hanya ingin Sinta fokus tanpa ada hambatan sama sekali.

Jika Allah merestui mereka tentu akan selalu ada jalan mudah bagi mereka melewatinya. Namun, jangan pernah lupakan bahwa di setiap perjalanan itu ada cobaan juga. Allah yang maha tahu akan semaunya.

Tiba-tiba Sinta merasa gugup sendiri. Padahal besok pertemuan mereka. Kenapa harus gugup sekarang. Entahlah, tapi itu yang Sinta rasakan.

Sinta kembali menutup buku catatan nya. Sepucuk surat yang tersimpan rapi di sana. Menemani perjalanan Sinta selama enam tahun ini. Ada obat tersendiri bagi Sinta membaca bait itu. Tak ada kata bosan dalam membacanya seolah menjadi teman Sinta sendiri.

Sehebat itukah? hanya sepucuk surat bahkan rangkaian kata, tidak banyak.

Sinta terdiam sebentar sebelum menyimpan buku itu dalam laci. Tak lama Sinta membukanya kembali.

...Besok adalah pertemuan bagi kita....

...Perjalanan babak baru yang harus aku putuskan. Sebegitu hebat kah dirimu menunggu ku. Enam tahun bukan waktu yang sebentar kau mau menunggu. Apa masih sama kah kata yang pernah kau ucap. Aku pun tidak tahu! Kenapa juga aku menjaganya. Dia (sepucuk surat) selalu berada di tempat nya. Tak bosan aku membacanya. Dia bagaimana penyemangat ku, kekuatan ku hingga berada di titik ini. Terimakasih atas rangkaian kata yang kau buat. Semoga Allah memudahkan pertemuan kita besok. Aku menunggu mu....

Pada tanda titik, Sinta menghentikan tulisannya. Kini Sinta benar-benar menutup buku catatannya. Memasukannya ke dalam laci. Lagi, mata Sinta tak mau pergi dari sana. Kini bukan tentang buku catatan itu lagi. Melainkan kotak cincin yang dulu Farel berikan.

Sebuah cincin tertata di sana. Di hiasi berlian kecil. Walau kecil tapi cincin itu sangat cantik. Sinta mengangkatnya. Selama enam tahun ini Sinta belum pernah sekali pun mencoba.

"Pas!"

Gumam Sinta tatkala cincin itu tersemat di jadi manisnya. Sinta tak menyangka jika cincin itu akan sangat pas di jari manisnya. Padahal ini sudah enam tahun, tentu jari jemari Sinta pun berubah. Tapi, kenapa cincin itu malah pas di jari Sinta.

"Apa aku layak memakai nya?"

Tanya Sinta pada dirinya sendiri. Kemudian, Sinta melepaskannya kembali. Menyimpan ke tempat semula.

"Belum waktunya. Tunggu besok."

Sinta memutuskan segera tidur dari pada pikirannya ke sana kemari. Semakin terpikir, jantung Sinta semakin tak karuan.

Bersambung ...

Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih

Episodes
1 Bab 1 Enam tahun lalu ....,
2 Bab 2 Cantik!
3 Bab 3. Dua hari lagi?
4 Bab 4 Jalan-jalan
5 Bab 5 Menjemput kebahagiaan
6 Bab 6 Awal mula kebencian itu muncul
7 Bab 7 Masih sakit
8 Bab 8 Pindah tugas
9 Bab 9 Hari pertama pindah kerja
10 Bab 10 Saya bingung!
11 Bab 11 Maafkan saya.
12 Bab 12 Saya malu ..,
13 Bab 13 Pawang
14 Bab 14 Melihat hantu
15 Bab 15 Lima detik
16 Bab 16 Menggemaskan
17 Bab 17 Berujung petaka
18 Bab 18 Dasar ceroboh
19 Bab 19 Pergi!
20 Bab 20 Manja
21 Bab 21 Posesif
22 Bab 22 Pengakuan
23 Bab 23 Babak baru
24 Bab 24 Dokter Sinta!
25 Bab 25 Apa kamu, colon istri cucu saya?
26 Bab 26 Cucu anda memaksa, saya.
27 Bab 27 Kecewa
28 Bab 28 Gara-gara telepon
29 Bab 29 Kamu mendua?
30 Bab 39 Belum terbiasa
31 Bab 30 Kita bertemu lagi ...
32 Bab 31 Pecel ayam
33 Bab 32 Terimakasih calon istri.
34 Bab 33 Bulsit
35 Bab 34 Aku tahu.
36 Bab 35 Calon mantu
37 Bab 36 Ya
38 Bab 37 Sudah halal
39 Bab 38 Akhh!!!
40 Bab 40 Gaun pengantin.
41 Bab 41 Resepsi pernikahan
42 Bab 42 Jepang
43 Bab 43 Saling menjaga perasaan
44 Bab 44 Ayo lakukan, ...
45 Bab 45 Bu dokter paling tahu.
46 Bab 46 Mertua baik
47 Bab 47 Malam panjang
48 Bab 48 Kamu bukan obat
49 Bab 49 Gaya baru, sayang
50 Bab 50 Sleep call
51 Bab 51 Persiapkan Mental
52 Bab 52 Berdamai
53 Bab 53 Luapan Rindu
54 Bab 54 Sejenak mengenang masa lalu
55 Bab 55 Itu privasi
56 Bab 56 Meleleh hati adek
57 Bab 57 Muhamad Farel
58 Bab 58 Makanan gak di masak tapi bukan cemilan
59 Bab 59 Nakal
60 Bab 60 Ngidam
61 Bab 61 Cerita orang hamil
62 Bab 62 Gara-gara rujak
63 Bab 63 Kakak jahat
64 Bab 64 Makin jatuh cinta
65 Bab 65 Kesalahpahaman.
66 Bab 66 Mau jadi mantu saya?
67 Bab 67 Kita ke hotel
68 Bab 68 Menghabiskan waktu berdua
69 Bab 69 Melahirkan
70 Bab 70 Adiba Hanifa Khanza
71 Bab 71 Dia!
72 Bab 72 Salah paham
73 Bab 73 Gemasnya, ..
74 Bab 74 Permintaan Aurora
75 Bab 75 Gak mau berbagi
76 Bab 76 Nasihat Farel
77 Bab 77 Kehangatan keluarga
78 Bab 78 Akting sempurna
79 Bab 79 Deal!
80 Bab 80 Sepucuk surat
81 Bab 81 Extra prat
82 Bab 82 Abi sudah ada calon
83 Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Bab 1 Enam tahun lalu ....,
2
Bab 2 Cantik!
3
Bab 3. Dua hari lagi?
4
Bab 4 Jalan-jalan
5
Bab 5 Menjemput kebahagiaan
6
Bab 6 Awal mula kebencian itu muncul
7
Bab 7 Masih sakit
8
Bab 8 Pindah tugas
9
Bab 9 Hari pertama pindah kerja
10
Bab 10 Saya bingung!
11
Bab 11 Maafkan saya.
12
Bab 12 Saya malu ..,
13
Bab 13 Pawang
14
Bab 14 Melihat hantu
15
Bab 15 Lima detik
16
Bab 16 Menggemaskan
17
Bab 17 Berujung petaka
18
Bab 18 Dasar ceroboh
19
Bab 19 Pergi!
20
Bab 20 Manja
21
Bab 21 Posesif
22
Bab 22 Pengakuan
23
Bab 23 Babak baru
24
Bab 24 Dokter Sinta!
25
Bab 25 Apa kamu, colon istri cucu saya?
26
Bab 26 Cucu anda memaksa, saya.
27
Bab 27 Kecewa
28
Bab 28 Gara-gara telepon
29
Bab 29 Kamu mendua?
30
Bab 39 Belum terbiasa
31
Bab 30 Kita bertemu lagi ...
32
Bab 31 Pecel ayam
33
Bab 32 Terimakasih calon istri.
34
Bab 33 Bulsit
35
Bab 34 Aku tahu.
36
Bab 35 Calon mantu
37
Bab 36 Ya
38
Bab 37 Sudah halal
39
Bab 38 Akhh!!!
40
Bab 40 Gaun pengantin.
41
Bab 41 Resepsi pernikahan
42
Bab 42 Jepang
43
Bab 43 Saling menjaga perasaan
44
Bab 44 Ayo lakukan, ...
45
Bab 45 Bu dokter paling tahu.
46
Bab 46 Mertua baik
47
Bab 47 Malam panjang
48
Bab 48 Kamu bukan obat
49
Bab 49 Gaya baru, sayang
50
Bab 50 Sleep call
51
Bab 51 Persiapkan Mental
52
Bab 52 Berdamai
53
Bab 53 Luapan Rindu
54
Bab 54 Sejenak mengenang masa lalu
55
Bab 55 Itu privasi
56
Bab 56 Meleleh hati adek
57
Bab 57 Muhamad Farel
58
Bab 58 Makanan gak di masak tapi bukan cemilan
59
Bab 59 Nakal
60
Bab 60 Ngidam
61
Bab 61 Cerita orang hamil
62
Bab 62 Gara-gara rujak
63
Bab 63 Kakak jahat
64
Bab 64 Makin jatuh cinta
65
Bab 65 Kesalahpahaman.
66
Bab 66 Mau jadi mantu saya?
67
Bab 67 Kita ke hotel
68
Bab 68 Menghabiskan waktu berdua
69
Bab 69 Melahirkan
70
Bab 70 Adiba Hanifa Khanza
71
Bab 71 Dia!
72
Bab 72 Salah paham
73
Bab 73 Gemasnya, ..
74
Bab 74 Permintaan Aurora
75
Bab 75 Gak mau berbagi
76
Bab 76 Nasihat Farel
77
Bab 77 Kehangatan keluarga
78
Bab 78 Akting sempurna
79
Bab 79 Deal!
80
Bab 80 Sepucuk surat
81
Bab 81 Extra prat
82
Bab 82 Abi sudah ada calon
83
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!