Abi Zaenal dan Umi Maryam menghela nafas berat. Entah, kesekian kalinya putranya mengingatkan. Padahal Abi Zaenal sudah tahu. Tapi putra bungsunya terus saja memberitahu.
"Abi, umi. Pokoknya kalian jangan lupa. Besok kita ke rumah Adam Hawa. Kalian harus dampingi Farel. Farel gugup sekali."
"Nak, umi bosan dengarnya. Apa kamu gak cape dari bulan kemaren ngingetin umi dan Abi Mulu."
Protes umi Maryam. Umi Maryam tidak pernah melihat putra bungsunya se antusias begitu mengenai hal perempuan. Entahlah, bahkan enam tahun belakangan Farel sangat fokus bekerja. Katanya untuk biaya menikah. Padahal, mereka mampu lebih dari apapun menyiapkan semuanya. Tapi, Farel tak mau. Farel ingin semuanya hasil keringatnya sendiri.
"Umi kok gitu. Farel cuma mengingatkan. Umi sama Abi kan suka pergi tiba-tiba."
"Iya ... Iya .., umi minta maaf. Habis Abi kamu ngajak umi jalan-jalan Mulu."
"Kok, jadi Abi yang kena. Padahal umi pun senang di ajak jalan-jalan. Kaya anak muda."
Pipi umi Maryam memerah, tersipu akan ucapan suaminya.
Farel jadi kesal sendiri melihat kemesraan kedua orang tuanya. Padahal dulu abi nya tidak se-bucin itu. Entahlah, Farel juga bingung.
"CK, kalian sudah tua."
"Emang masalah."
"Abi!!"
Farel menggelengkan kepala melihat tingkah Abi Zaenal. Padahal setahu Farel dulu. Abi Zaenal sangat dingin sekali. Boro-boro bermesraan di depan anak. Bersapa pun jarang. Tapi, sekarang, lihatlah. Dunia seolah milik mereka berdua.
"Kalau begitu, Farel istirahat saja. Dari pada mata suci Farel ternoda."
"Idih, ngambek."
"Abi sudah. Abi juga selalu saja bikin anaknya kesel."
Farel tak mempedulikan lagi kedua orang tuanya. Farel memilih masuk kamar dan menguncinya. Farel sudah tak sabar bertemu Sinta.
Farel berharap, semuanya lancar. Tidak ada hambatan apapun.
"Besok kita akan bertemu. Aku gak sabar menghalalkan kamu. Entah sihir apa yang kamu gunakan. Kenapa kau selalu membuat aku jatuh cinta tanpa bertemu.
Senyum mu menggetarkan hatiku. Ingin sekali ku mendekap mu. Mengurung mu dalam cintaku. Kau tahu, enam tahun bukan waktu yang mudah bagiku menunggu. Apalagi kak Malik selalu melarang ku bertemu. Tapi, kini perjalanan itu telah usai. Semoga besok Allah memperlancar semuanya, aamiin."
Farel memilih langsung tidur. Berharap esok cepat datang.
Tidak ada yang paling membahagiakan terkecuali pertemuan. Itulah yang di rasakan Farel dan Sinta. Menjaga hati keduanya walau banyak hati yang datang. Mereka memang bukan Sayidah Fatimah bintu Rasulullah dan juga Ali bin Abi Tholib. Cinta mereka begitu suci tidak ada kisah yang romantis kecuali kisah mereka. Bahkan setan pun tak tahu isi hati Ali dan Fatimah. Allah menjaga hati keduanya dalam diam. Di mana biarlah doa yang bertemu.
Dua insan yang begitu Rasulullah muliakan dan cintai.
Alangkah indahnya di akhir jaman ini ada kisah seperti itu. Mustahil, karena Farel dan Sinta hanya manusia biasa. Mereka tak lepas dari nafsu. Namun, selama ini keduanya mampu menjaga hatinya.
...
Pagi hari ...
Abi Zaenal dan Umi Maryam sudah bersiap. Bahkan Adam dan Ani pun ikut menyaksikan lamaran Farel.
Umi Maryam mengerutkan kening, melihat putra bungsunya yang terlihat buru-buru.
"CK, gak sabaran."
Sindir Adam pada adiknya. Adam memang si paling cuek dan dingin. Entah bagaimana bisa Ani meluluhkan es balok itu. Farel tak peduli, ia hanya memutar bola mata, malas.
"Abi, umi, Abang dan kakak ipar. Kalian pergi duluan ya. Farel ada urusan sebenar, nanti nyusul."
"Urusan apa, nak? Jangan aneh-aneh deh. Kita harus sama-sama."
"Kantor polisi. Sudah ya, Farel buru-buru. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Farel, nak ..,"
Teriak umi Maryam namun tak membuat langkah Farel terhenti.
"Sudah umi, lebih baik kita berangkat duluan."
"Tapi, bang. Perasaan umi tak enak. Bagaimana terjad--"
"Istighfar umi. Jangan mendahului takdir Allah."
"Astaghfirullah, maaf kan umi, Abi."
"Sudah, kita berangkat."
Mau tak mau mereka berangkat tanpa bareng sama Farel.
Mereka berharap tidak ada sesuatu yang terjadi pada Farel.
Entah apa yang sebenarnya terjadi. Umi Maryam berharap putranya baik-baik saja.
Farel sendiri kesal akan sahabatnya. Kenapa bisa berurusan sama polisi. Jika bukan sahabatnya mana mau Farel membantu.
"Rel."
Farel menghela nafas menatap tajam sahabatnya.
"Selamat pagi pak. Boleh saya tahu apa yang di lakukan teman saya?"
"Teman anda menerobos lampu merah. Hampir saja mengakibatkan kecelakaan. Belum lagi gak bawa SIM."
Panjang lebar pak polisi menjelaskan kenakan menahan teman Farel. Mau tak mau Farel mengurus semuanya. Farel kesal, keberangkatannya jadi terganggu.
Sudah selesai mengurus semuanya akhirnya Farel bisa pergi.
"Terimakasih, Rel. Sorry gue ngerepotin lo."
"Kebiasaan, sih. Emang kenapa Lo pagi-pagi ngebut?"
"Nyokap gue katanya kritis jadi gue buru-buru. Tapi malah begini."
Farel menghela nafas berat. Yang tadinya kesal sekarang sedikit reda mendengar nyokap sahabatnya kritis.
"Sekali lagi terimakasih. Dan maaf, gue harus nunda acara lamar Lo."
"Santai saja. Maaf gue gak bisa jenguk nyokap Lo. Gue harus segera pergi."
"Ya. Hati-hati, gue juga berangkat."
"Tunggu, Yan."
Farel kembali menahan motor Yandi membuat Yandi bingung.
"Ambil ini, buat nyokap Lo."
"Jangan buat gue malu, Rel. Gue sudah banyak nyusahin Lo."
"Sudah ambil."
Desak Farel membuat Yandi mau tak mau mengambil uang yang di berikan Farel.
Yandi salah satu sahabat Farel. Walau Farel orang berada tapi Farel tak pernah pilih-pilih teman. Salah satu nya Yandi, yang terlahir dalam keluarga sederhana. Sudah biasa bagi mereka saling membantu.
"Terimakasih, ya. Kalau begitu gue duluan. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."
Farel menghela nafas berat. Farel terkejut tatkala ia sudah telat. Keluarganya pasti sudah hampir sampai ke rumah Adam Hawa. Farel segera bergegas masuk kedalam mobil. Farel berharap ia sampai tepat waktu jangan sampai keluarganya menunggu ia.
"Bismillahirrahmanirrahim."
Ucap Farel menyalakan mesin mobilnya. Untung saja jalanan cukup sepi membuat Farel leluasa membawa mobil dengan kecepatan tinggi.
Dret ...
Farel mengambil ponselnya melihat siapa yang menelepon.
"Waalaikumsalam, umi."
^^^"Nak, kamu masih di mana? Kami sudah mau hampir sampai."^^^
"Alhamdulillah, Hm ..., mungkin sekitar tiga puluh menit Farel sampai."
^^^"Ya sudah. Hati-hati di jalan. Jangan ngebut-ngebut."^^^
"Baik, umi."
^^^"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."^^^
"Waalaikumsalam."
Farel langsung menyimpan kembali ponselnya. Berfokus menatap ke depan. Jantung Farel berdetak kencang. Rasanya Farel tidak sabar bertemu.
Hari ini adalah hari yang akan bersejarah bagi Farel. Akhirnya rindu Farel akan segera terbalas. Entah secantik apa nanti Sinta. Gadis itu pasti nampak malu-malu. Membayangkannya saja membuat Farel gemas.
"Tunggu aku. Aku tak sabar segera menghalalkan kamu, Sinta Putri Adam."
Gumam Farel dengan senyum di bibirnya. Memperlihatkan betapa bahagianya dia.
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments