Rombongan keluarga Abyan sudah sampai di pesantren, mereka turun dari mobil untuk sampai di ndalem. Zafeera berjalan gontai mengikuti keluarga nya dari belakang, melirik sedikit ke samping rupanya tak jauh dari sana ada seorang pemuda yang menatap ke arahnya. Melihat mata mereka bertemu untuk sesaat membuat kedua orang tersebut langsung mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Astaghfirullah." Zafeer yang di dekatnya bingung tiba-tiba adeknya beristighfar.
"Kenapa dek?" Tanya nya penasaran.
"Gak bang." Wajahnya masih terus lurus walaupun mata nya ingin sekali kembali melirik ke samping.
Di ndalem ternyata sudah ada keluarga Almira, Affan dan juga Najib. Hanya saja tidak ada Widya, karena ibu satu anak itu masih bekerja walaupun weekend. Mirani dan dokter Kevin sepertinya akan menyusul, sementara Minari adiknya ikut dengan suaminya ke luar negeri.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam." Jawab nya dari semua orang.
"Feera, kenapa wajah kamu seperti ditekuk begitu." Faeyaza putri dari Farid dan Almira membuka suara untuk bertanya pada sepupunya itu, karena wajah adik dari Zafeer itu terlihat jelek menurut Faeyaza.
"Wajah Feera memang seperti ini kak, mana ada di tekuk segala memang apaan?" Feera sedikit ketus, ia memang selalu merasa waktu weekend nya harus belajar di pesantren, padahal juga hanya sore hari dan maghrib sudah selesai walaupun kadang lanjut setelah isya'.
"Kusut yang ada, seperti pakaian belum di strika." Fatih meledeki Feera yang semakin membuat gadis itu kesal.
"Bang Fatih ngeselin banget sama kayak om Najib, kenapa gak nurun dari tante Widya aja sih." Kesal dengan Fatih, Feera malah bawa-bawa Najib karena mirip dengan putra nya yang ngeselin menurut nya.
"Lah kenapa jadi bawa-nawa om, dari tadi om diem aja loh."
"Fatih memang mirip banget sama mas dari pada mbak Widya, Al aja males berdebat sama mas Najib." Almira sering mengalami hal itu saat dirinya selalu digoda oleh Najib.
"Karena kamu pasti kalah."
"Bukan kalah tapi mengalah, males tapi kadang kangen juga digodain mas Najib." Tentu saja setiap keluarga merasa kerinduan apalagi sekarang mereka tinggal masing-masing tidak seperti dulu yang serumah.
"Mas juga tau kalau ngangenin." Ucapnya bangga sambil mengedipkan matanya.
"Ih kan mulai ngeselin." Almira menunjuk Najib sambil menoleh pada suaminya, tentu saja Farid hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Assalamu'alaikum." Mendengar ucapan salam dari luar membuat mereka menoleh ke arah pintu.
"Wa'alaikum salam."
"Dokter Kevin, Mira." Adik angkat mereka datang membawa beberapa plastik oleh-oleh, mungkin sebelum datang mereka mampir membeli sesuatu. Setelah mereka masuk kedua anak kembarnya menyusul di belakang.
"Assalamu'alaikum om, tante." Kafari shranza dan Kayana shranza, dua anak kembar beda jenis kelamin. Mereka saat ini masih kuliah dengan jurusan yang berbeda tentunya, Kafari di ilmu komunikasi, sedangkan Kayana di agree bussiness.
"Wa'alaikum salam."
Keluarga mereka jika berkumpul memang sangat penuh dan ramai, maka dari itu kadang di weekend gini Zafeera ingin dengan keluarga kecilnya.
"Napa feera? Aya lihat wajah semua orang terang ceria, kenapa cuma kamu aja yang suram?" Tanya nya setelah menatap wajah semua orang satu persatu, ia dengan gamblang berkata membuat mama nya menyenggol lengan Kayana.
Zafeera lagi-lagi hanya menghembuskan nafas kesal, hari ini hari yang menyebalkan untuk nya, biasa nya dirinya masih melawan seperti Almira, namun sekarang ia malas berdebat.
"Kamu lebih baik bawa ini ke dapur dan taruh di meja, malah suka sekali menggoda dan ngatain Feera. Cocok tuh bedua sama Fatih memang ngeselin." Menyerahkan kresek yang di bawanya.
"Nah kan, Al bilang juga apa dulu pasti ada yang ngikutin jejaknya mas Najib tapi sayangnya yang mirip Fatih malah Aya bukan Afa." Karena Kafari lebih banyak diamnya berbeda dengan saudara kembarnya.
"Maafkan Aya ya sayang, biasalah tingkah dengan gaya lelakinya keluar." Mira meminta maaf karena mungkin putri nya menyakiti hati ponakannya itu.
"Tidak masalah bi, Feera juga sudah biasa."
"Makanan datang," Afila datang bersama Kayana yang membawa makanan dari dapur.
"Bawa banyak banget mir, disini kita juga bawa makanan ditambah kak Laila masak tadi."
"Bisa dibagiin ke pondok nanti kalau kebanyakan mbak, lagian disini saja seperti satu RT." Melihat keluarga nya sangat banyak, ia tidak masalah pasti habis semuanya.
Almira mengangguk setuju, ia yakin juga seperti itu.
Saat akan shalat isya' berjamaah di masjid, Afila malah datang ke kamar sepupunya, ia tau bahwa Zafeera sedang belajar di kamar dan akan mengajaknya ke kantin pesantren yang di sebelahnya juga ada mini market.
"Feera, ikut kakak sebentar." Zafeera menatap ke arah Afila yang berdiri di ambang pintu.
"Ada apa, kak? Feera mau belajar disini."
Afila menggelengkan kepalanya, ia hanya meminta bantuan bukan akan menggangu.
"Ikut kakak beli sesuatu dan sangat penting."
"Kenapa tidak mengajak suaminya saja, kenapa harus Feera."
"Suami kakak ke masjid, sebentar saja kumohon." Afila memohon karena biar ada yang menemani dirinya saja untuk keluar dari ndalem.
Zafeera mendesah pelan mendengar permohonan sang kakak sepupu.
"Baiklah."
"Ayo cepat!" Menarik tangan Zafeera.
"Sebentar kak, kerudung." Zafeera mencari kerudung di dekat nya namun hanya kerudung segi empat yang ia gunakan tadi, ia menyambar itu tanpa mengenakan jarum.
"Pelan-pelan dong kak." Zafeera merasa dirinya di tarik oleh Afila.
"Iya, pelan kok tapi langkahmu lebih cepat. Kakak sakit perut ini, mau beli sesuatu." Zafeera yang menggunakan kerudung tanpa jarum pun tangannya terlepas, membuat kerudung yang menempel di kepalanya sudah terjatuh.
"Astaghfirullah."
Afila dan Zafeera yang barusan berhenti untuk mengambil kerudung itu menoleh ke arah suara yang ternyata ada seorang pemuda berdiri tak jauh dari mereka.
"K-kak." Afila buru-buru memakaikan lagi kerudung itu pada adik sepupunya.
Namun mereka berdua tetap ingat apa yang sudah jadi pelanggaran bagi seseorang yang melihat aurat lawan jenis akan langsung dinikahkan, karena sebelum nya sudah pernah terjadi beberapa kali entah itu sarung yang lepas tinggal celana pendek nya, ataupun kerudung nya. Persis di bawah lampu yang cukup terang membuat mereka semakin takut, apalagi seluruh santri sudah banyak yang tau tentang pelanggaran yang harus dilakukan.
"Ka-kak juga tidak tau, kita pulang saja biar saja perut kakak sakit sebentar." Afila mengurungkan niatnya untuk membeli sesuatu itu, ia lebih khawatir melihat wajah cemas Zafeera.
Pemuda itu sudah pergi ke masjid menyusul untuk shalat berjamaah.
"Tapi bagaimana barang yang kakak perlukan?" Zafeera sudah meneteskan air mata nya yang sudah tidak bisa ia bendung, pikiran nya sudah kemana-mana.
"Sudah lupakan." Padahal ia sambil meringis nyeri, namun adik sepupunya lebih penting.
Mereka berjalan ke ndalem dan mendudukkan diri di sofa, Zafeera menggigit bibirnya untuk menguatkan agar air mata nya tak selalu turun. Afila mengambil jarum dan memasangkan di kerudung Zafeera.
"Jangan katakan apapun kak, Feera mohon! Feera tidak mau melanggar aturan, tapi ini tidak mungkin." Afila mondar-mandir sambil terus meremas kedua tangan nya.
"Tapi tidak bisa, kita harus jujur." Kata itu keluar dari mulut Afila, Zafeera menggelengkan kepalanya sambil terus menangis.
Lama berpikir yang tak kunjung menemukan ujungnya, Afila menyuruh Zafeera masuk saja ke dalam kamar. Namun abi nya malah masuk dari arah dapur dan melihat Zafeera menangis dan Afila yang terlihat bingung.
"Abi," Lirihnya membuat tubuh Zafeera menegang mendengar lirih suara Afila. Om nya yang satu itu sama seperti appa Abyan selalu tegas dalam menyikapi masalah, ia yakin jika saat ini waktu kabur pun sudah lenyap.
"Ada apa? Mengapa sampai menangis seperti ini?" Tanya Affan menatap ponakan dan putrinya, ia meminta penjelasan dari keduanya.
"Ti-tidak, tidak terjadi apa-apa. Feera aja yang cengeng, iya kan?" Afila mencolek lengan sepupunya.
"I-iya om," Zafeera hanya mampu berkata seperti itu.
"Sudah sana ke kamar kamu, mungkin dia lelah bi." Zafeera melangkah dengan lebar, namun kembali terhenti mendengar suara Abyan dan Arumi.
"Feera, ada apa?"
'Ya Allah, jangan sampai Feera dan kak Fila keceplosan.'
"Feera hanya lelah." Abyan tau anaknya tidak mungkin hanya lelah membuat nya sampai menangis kuat seperti itu.
"Tatap mata appa jika bicara!" Abyan mendekati putrinya dan membalikkan tubuhnya agar menghadap dirinya.
Arumi juga ikut mendekati putrinya, ia khawatir tidak pernah sama sekali melihat putrinya seperti itu sejak dulu.
"Katakan nak, ada apa?" Zafeera menatap wajah Arumi, ia beralih menatap Afila yang sudah bersama suaminya, kakak sepupunya itu menggelengkan kepalanya tidak bisa berbuat apa-apa.
"Ti-tidak, umma. Feera hanya ingin menangis tadi." Gugup tentu saja bisa di tangkap dari mata yang langsung menoleh ke arah lain. Zafeer juga melihat jika adiknya seperti menutupi sesuatu.
"Appa bilang tatap mata jika berbicara!!" Suara Abyan meninggi, kala sang putri tidak mau menatapnya. Zafeera sendiri malah semakin menangis mendengar bentakan orang tua yang tak pernah berbicara seperti itu terhadap nya.
"Assalamu'alaikum." Ucap seseorang dari arah pintu membuat semua orang menoleh melihat siapa yang sudah berani masuk ke ndalem saat keluarga nya sedang ribut.
Siapa yah?
Selalu dukung othor bebu sayang, annyeong love...
Baca juga cerita bebu yang lain.
IG : @istimariellaahmad98
See you...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments