Zafeer berada di rumah nenek nya, ia disana berbincang bersama kakek yang sudah tak lagi muda itu.
"Tumben sekali cucu nenek mau nginep? Biasanya harus ada syukuran atau acara besar." Faza sekarang adalah seorang nenek-nenek, tentu saja sudah sepuh cucunya saja sudah dokter walaupun sangat muda.
Awas saja kau thor, aku dibuat tua cepat. Faza.
Hehe
"Benar, bahkan kakek jarang melihat wajahnya dirumah ini setelah acara itu selesai." Zafeer benar-benar dibuat tak bisa berkata mendengar ucapan kakek nya memang kenyataan jika dirinya jarang sekali datang.
"Kalian terlalu memujiku." Jawabnya santai sambil tersenyum tak jelas.
"Memuji apa maksudnya, kita ini ingin kamu mengerti jika kita adalah kakek dan nenekmu, jika kita sudah tidak ada bagaimana kamu bisa melihat kita berbincang bersama seperti ini." Faza sudah sedikit kesal menghadapi cucunya yang sedikit kaku, andai saja ia masih muda tentu saja akan ia ajarkan bagaimana menjadi pria yang tidak perlu kaku seperti itu.
Lagi-lagi othor membahas masa muda.
"Jam berapa bibi akan pulang?" Tanya nya membuat Faza menoleh ke kakek Salman.
"Ada apa menanyakan bibi kamu pulang jam berapa?"
"Feer hanya ingin berbicara dan meminta maaf pada bibi." Lalu Zafeer menceritakan apa yang terjadi pagi tadi saat bibinya menginao di rumah nya.
"Nenek tidak tau harus bagaimana, dia hanya memikirkan pekerjaan nya tanpa memikirkan kehidupan pribadi nya."
"Apa perlu kita jebak saja anak itu? Lagipula supaya dirinya cepat menikah. Umurnya juga sudah 32 tahun, siapa nanti yang mau dengan perawan tua." Faza berpikir jika anaknya itu harus dijebak agar mau untuk menikah.
"Nenek kalau bicara jangan sembarangan, putri kita itu sangat berharga bagaimana bisa kamu berpikir akan menjebaknya, dia akan merasa terhina jika seperti itu."
"Ah iya, maafkan nenek." Faza merasa bersalah dengan ucapan nya mendengar penuturan dari suaminya yang mana akan membuat Anisa merasa terhina.
"Feer ada banyak kenalan di rumah sakit, bukankah kata umma saat masih kecil bibi menginginkan lelaki seperti appa, atau seperti paman Farid? Banyak dari luar negeri di rumah sakit nek, bisa yang berbulu atapun yang polos."
"Nenek tidak mau memaksa bibi mu, biarkan dia sendiri yang menentukan pilihan nya."
"Tidak. Feer akan buat rencana, tapi kakek dan nenek harus bekerja sama dengan Feer." Pinta nya pada kakek dan neneknya sambil tersenyum, ia ada rencana bagus untuk bibinya agar segera menikah. Tentu itu hal yang sangat baik, ia tidak akan membuat rencana yang tidak baik untuk bibinya sendiri.
Mereka duduk di ruang TV yang itu tidak jauh dari kamar Anisa, mereka sengaja menunggu disana agar langsung bisa mengajak anaknya berceita.
Sekitar jam 5 sore Anisa sudah sampai di rumah, sedangkan Feer sendiri kembali lebih awal dari rumah sakit karena tidak ada pasien yang darurat juga waktunya lebih senggang. Anisa melihat mobil di pekarangan rumahnya itu seperti kenal, benar saja itu adalah mobil ponakan tertuanya.
"Tumben dia mau kerumah." Ucapnya setelah menutup pintu mobil dan berjalan untuk masuk ke dalam rumah.
"Assalamu'alaikum, ayah bunda." Anisa masuk dengan tas kantor nya, gadis dengan gamis dan juga kerudung panjangnya itu terlihat lesu namun wajahnya memang cantik alami.
"Wa'alaikumsalam." Sahutnya melihat Anisa berjalan ke arah mereka.
Menciun tangan kedua orang tuanya sambil melirik ponakan nya itu, apa yang dilakukan nya di rumah orang tuanya pikir Anisa.
"Halo bibi." Zafeer menyapa bibi nya sambil tersenyum.
Anisa menoleh sekilas, "iya. Ayah, bunda, Anisa masuk ke kamar dulu mau mandi."
Setelah melihat orang tuanya mengangguk, Anisa masuk ke dalam kamarnya melirik curiga pada Zafeer.
"Kenapa nenek sama kakek membiarkan bibi masuk, bagaimana kalau gak keluar lagi karena ada Feer."
"Tidak akan, dia akan tetap keluar menemui kita. Kita tau kamu sangat menyayangi bibi mu, tapi tetap harus terlihat tenang." Nenek Faza mengingatkan Zafeer agar tetap tenang, jika tidak Anisa akan curiga dengannya.
"Baiklah, Feer hanya takut nenek lupa." Kakek Salman hanya terkekeh melihat cucu nya yang begitu ingin bibi nya segera menikah.
Maghrib tiba mereka semua shalat di mushala di rumah, Zafeer yang menjadi imam kali ini walaupun biasanya kakek.
"Anisa, setelah makan malam bunda dan ayah mau ngomong sesuatu sama kamu." Ucap bunda Faza serius menatap putrinya setelah selesai shalat.
"Mau ngomong apa bun?"
"Nanti saja."
Anisa mengangguk dan membantu bunda nya melipat mukenah yang di pakai.
Setelah makan malam mereka ke ruang keluarga untuk membicarakan sesuatu itu dengan cepat, Bunda Faza dan ayah Salman sudah sangat sepuh, jadi harus banyak istirahat.
"Kenapa kamu masih disini Feer? Memangnya umma kamu gak nyari?" Anisa tidak ingin Zafeer mendengar jika ayah dan bunda nya akan berbicara masalah pasangan.
"Bibi tenang aja, Feer udah izin sama umma dan appa mau nginep di rumah kakek dan nenek." Anisa hanya menghela nafasnya, tentu saja ponakan nya itu tetap akan mendengar apa yang akan dibicarakan oleh orang tuanya.
"Feer juga mau minta maaf masalah tadi pagi."
"Sudahlah bibi tidak masalah, tadi bibi tidak marah hanya ada panggilan mendadak dari kantor."
"Bunda dan ayah mau bicara apa, sama Anisa?" Tanya nya lembut.
"Nak, tolong kamu jangan marah sama bunda dan ayah ya, semua yang akan bunda dan ayah katakan untuk kebaikan kamu nantinya."
Anisa berpikir apa yang akan dibicarakan oleh orang tuanya ini, mengapa meminta dirinya tidak boleh marah.
"Apa Anisa pernah marah dengan bunda dan ayah? Tidak mungkin itu terjadi bun, kalian yang merawat Anisa dari kecil, mana mungkin Anisa membalas perlakuan kalian dengan tidak baik." Anisa sama sekali tidak pernah manja yang berlebihan sejak dulu, ia sangat ingat jika dirinya adalah anak yang di adopsi saat Arumi membawanya dulu setelah ibu kandung nya meninggal.
"Tidak sama sekali nak, tapi bunda hanya takut kamu akan marah."
Ayah Salman memang jarang untuk menyela, biar saja istrinya itu yang mengatakan semuanya.
"Bunda ingin menjodohkan kamu."
Jderr...
Anisa menatap bunda dan ayahnya secara bergantian.
"Bun, An-
"Nak, kamu tau bunda dan ayah hanya tinggal menunggu waktunya tiba."
"Bunda jangan bicara seperti itu, Anisa ingin kalian tetap sehat. Anisa dengan siapa jika kalian meninggalkan Anisa." Tentu saja tidak Terima jika orang tuanya berbicara seperti itu, mereka adalah orang yang selalu bersama nya.
"Maka dari itu, apa kamu mau jika bunda dan ayah menjodohkan kamu?"
"Tapi orang itu tidak tau Anisa seperti apa, begitu juga sebaliknya. Bagaimana jika dia tidak bisa menerima Anisa dengan baik apalagi tau jika Anisa bukan anak kandung kalian. Anisa anak orang miskin bun."
"Sayang, kenapa kamu berbicara seperti itu. Jika dia benar menginginkan kamu dan kalian berjodoh, tidak ada namanya melihat dari kalangan mana pun. Kamu tetap lah putri bunda dan ayah."
"Tapi beri Anisa waktu satu tahun, atau setengah tahun. Paling tidak memantaskan diri sebelum orang itu tau tentang Anisa."
"Kamu sempurna nak, apa yang kamu takutkan? Bukankah kau menginginkan lelaki yang seperti Farid, suami dari ning Almira."
Anisa menggelengkan kepalanya cepat, ia seperti merasa takut dan mengingat sesuatu.
"Kalau bunda ingin menjodohkan seseorang dengan Anisa, Anisa mohon jangan orang asing atau keturunan orang luar bun, A-anisa takut." Anisa menunduk seperti merasa gemetar saat tangan itu masih menyentuh tangan bunda Faza.
Mereka saling pandang, Zafeer juga langsung duduk dengan tegap mendengar ucapan bibi nya.
"Apa ada sesuatu yang membuat bibi tidak menginginkan jodoh orang luar?" Tidak ada jawaban dari Anisa, ia hanya menunduk dengan tangan yang masih menggenggam kuat tangan bunda nya.
Bagaimana bisa ia seperti ketakutan, padahal saat kecil ia begitu menginginkan orang yang seperti Farid.
Zafeer ingin mencari tau terlebih dahulu apa yang dialami bibi nya, tentu dirinya juga akan bercerita pada umma nya.
Selalu dukung othor bebu sayang, annyeong love...
Baca juga cerita bebu yang lain.
@IG : istimariellaahmad98
See you...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments