Kisah Dari Sebuah Pernikahan Dini

Kisah Dari Sebuah Pernikahan Dini

Ketegangan yang Tak Diduga

Suara-suara orang berteriak itu semakin jelas mendekat ke arah kami. Ibu walas dan guru BK segera berdiri dan keluar dari ruangan mengamati ke luar apa yang terjadi. Bi Ranum pun permisi dan meninggalkan ruangan itu,hanya aku, Ibu ku, Feby Romansa, serta psikolog yang bernama Bu Risma itu yang tetap duduk dengan penuh keheranan, apa yang terjadi.

Tak lama ibu ku menelepon security yang dibawa dari rumah, rupanya ibu ku menyuruh security itu masuk ke dlama ruangan BK. Ia yang sedari tadi menunggu kami di luar akhirnya masuk. Mungkin ibu ku hendak menanyakan apa yang terjadi di luar sana. Aku sendiri juga penasaran dengan keramaian teriakan yang masih berbaur itu, sehingga tak jelas.

"Apa yang kau lihat di luar Bagas?" ibu ku melontarkan pertanyaan.

"Ada demo di halaman sekolah, Bu" jawab Pak Bagas.

"Hah, Demo," Ibu ku segera bergegas ke luar.

Aku menyusul langkah Ibu, security kami juga menyusul, yang tinggal di ruangan itu hanyalah Feby Romansa dan Psikolog yang mendampinginya.

Aku, Ibu dan Security sudah ada di dekat para pendemo, dari kejauhan aku melihat sudah ada walas dan guru BK menenangkan para pendemo. Kami yang penasaran berusaha mendekati arah demo itu.

Namun, tiba-tiba saja persendian ku terasa mau tanggal, yang di demo itu ternyata aku. Sekarang jelaslah sudah teriakan-teriakan yang bergemuruh itu.

"Tidak boleh ada pemerkosaan di lingkungan sekolah,,,,!!!!"

"Keluarkan!!!!"""

"Keluarkan!!!! si muka corona atau muka mesum dari sekolah ini,"

Para pendemo berteriak dengan lantangnya, seperti ribuan tawon yang menyengat telinga ku. Aku linglung dan menatap nanar pada ibu ku.

Ibu ku mukanya terlihat merah pada dan mata yang garang memandang ke arah pendemo.

"Jadi kamu yang didemo," kata ibu ku geram.

lantas ibu ku berjalan dengan cepat ke arah para pendemo itu.

"Apa yang kalian teriakan!!!! ucap ibu ku sesampai di hadapan mereka.

Ternyata mereka tak lain adalah para siswa dan masyarakat sekitar, apa yang membuat mereka sampai berdemo mengata-ngatai aku seperti ini.

"Anak saya bukan tukang perkosa," lanjut ibu saya lagi.

Mereka tetap tak menghiraukan teriakan ibu ku.Tak mempedulikan guru BK dan Walas kami yang berusaha menenangkan mereka.

Kepala Sekolah juga telah tiba di hadapan mereka, membuat teriakan-teriakan mereka semakin kencang tak menentu.

"Kami menuntut si pemerkosa dikeluarkan dari sekolah ini," teriakan mereka hampir berbarengan.

Aku jelas-jelas tak bisa menerima tuduhan itu, namunaku tak berkutik selain menatap dari kejauhan bersama security yang ibu bawa dari rumah.

"Kalian tak tahu apa-apa, ini semua fitnah pada anak saya," teriak ibu ku parau, namun aku masih mendengarnya.

Namun mereka kembali tak mempedulikan sanggahan ibu ku. Mereka barangkali juga tak mengenal ibu ku atau tak mengenal diri ku. Tapi hasut dan petaka begitu cepat menjadi tuan di hati manusia masing-masing, sehingga apa pun bisa terjadi. Hati mereka telah dirasuki pintu kebusukan, sehingga main tuduh atau main hakim sendiri.

Aku melihat Ibu ku terdiam beberapa saat, mungkin mulai putus asa ketika suara ibu-ku tak pernah didengar oleh mereka.

"Atau kalian butuh ini, ini puluhan juta uang," teriak ibu ku sambil merogoh tas yang masih berisi puluhan juta uang, sisa dari uang yang diberikan pada feby namun ditolak dan disumbangkan ke sekolah.

Aku jadi tertegun ketika ibu ku mengeluarkan uang itu dari dalam tas, ikatan yang membelit uang itu ibu lepas, lalu ibu ku menghambur-hamburkan uang itu ke arah para pendemo. Sebuah hal yang lucu pun terjadi, entah mata mereka hijau melihat uang ibu ku, mereka langsung memungut uang lembaran lima puluh ribu itu satu persatu. Berebut uang yang jatuh ke tanah, saling sikut, bahkan ada yang terjatuh ke tanah demi berebut lembar demi lembar uang tersebut.

Seketika aktivitas demo mereka berubah jadi aksi saling berebut uang. Spanduk yang bertuliskan tuntutan demo mereka juga terbiar begitu saja, bahkan terinjak-injak. Aku sedikit bertanya tanya dalam hati, rupanya mereka begitu mudah mereka terpedaya dengan uang. Jangan-jangan semua yang mereka lakukan karena dibayar dengan uang. Masa perekonomian yang sulit di tengah-tengah corona tentu akan membuat kehidupan masyarakat akan kesulitan, sehingga mereka butuh uang.

Ibu ku masih sibuk menghambur-hamburkan uang, dan ini saya pikir bongkahan uang yang terakhir. Ibu ku kembali menghamburkannya ke hadapan mereka. Hingga mereka sampai ada yang penuh sakunya karena cekatan dan ada pula yang memasukan uang itu ke dalam baju dan celana mereka.

Dalam situasi seperti ini aku ingat akan Feby, gadis yang aku sukai itu barangkali masih di ruang BK bersama dengan psikolog yang mendampinginya. Mungkin, dia tak ingin menyaksikan aksi demo ini atau barang kali mereka berdua sudah kembali ke rumah.

Tapi, bukankah permasalahan di ruang BK belum selesai ditutup, aku bahkan belum minta maaf padanya tentang kejadian itu, walau semua terjadi  di alam bawah sadar atau mimpi ku, aku harus minta maaf pada Feby.

"Kalian dengar hahhhh!" aku dikejutkan oleh suara menggema dari ibu ku.

Para pendemo pun terkejut, barangkali mereka baru sekali ini mendengar suara sekeras bentakan suara ibu ku.

"Kalian belum tahu siapa saya, Hah," ibu ku lanjut membentak.

Mereka kembali terdiam,

"Saya bisa laporkan fitnahan kalian pada polisi, saya orang terhormat dan terkaya di negeri ini bisa membuat kalian sengsara,"

Mereka hanya terdiam, lalu berbisik-bisik satu sama lain.

"Kalau kalian butuh uang, bukan dengan begitu caranya, karena saya yakin kalian dihasut menjatuhkan harga diri anak saya demi uang. Ayo siapa yang mau mengaku, maju ke depan.. Saya sudah menyiapkan puluhan juta rupiah bagi yang berani mengungkap dalang di balik aksi demo ini, hahhhh" kata ibu ku lebih keras lagi.

Tak ada yang menyahuti apa yang ibu ku katakan.

"Kalian butuh uang bukan! Hahhh" bentak ibu ku lagi.

Aku dan security mendekati ibu ku, begitu juga dengan yang kepala sekolah, Bu Walas kami, dan guru BK. Lalu ada seorang pendemo yang menuju pada ibu ku.

"Aku bersedia mengungkap dalang di balik demo ini, Bu," Kata pendemo yang mendekati ibu ku tersebut.

" Siapa dalangnya," tanya ibu ku penasaran.

"Ada sebuah yayasan lain yang iri dengan sekolah ini," jawabannya.

"Hah," Kepala sekolah ternganga mendengar pengakuan tersebut.

"Yayasan mana," tanya guru BK.

"Yayasan Titip Anak Hebat," jawabnya lagi.

Kepala sekolah mengangguk-angguk pertanda paham, lalu berbisik-bisik pada guru BK.

"Mereka punya mata-mata di sini, mencari kesempatan untuk menghancurkan sekolah ini," ungkap salah satu pendemo itu lagi.

"Memang yayasan itu sudah sejak lama berseberangan dengan kami, kata Kepsek kemudian.

"Sekarang masalah ini kita selesaikan di kantor saya. Bapak ikut ke kantor dan bubarkan masa yang ada," kata guru BK.

Lelaki itu rupanya yang memimpin demo tersebut, bergegas ia menghadapi masa yang berkerumun tadi, lalu memberika aba-aba bubar. Kemudian ia mengajak beberapa orang untuk kembali menghadap ibu ku dan kepsek, guru BK dan walas. kami semua meninggalkan lapangan sekolah menuju ruang Kepsek, dan para pendemo telah bubar dengan segepok uang yang mereka dapatkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bersambung,.......

Terpopuler

Comments

Widya Asyanti

Widya Asyanti

huuu,enak btl ngeluarkan byk duet

2020-10-09

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!