Papa, Mama Jadi Hantu 3 Penjual Tukang Cilok
“Heh, sudah siang ini. Ayo jualan,“ ujar si Josephine mengguncang-guncang tubuhku. Sebab rasanya kurang pas kalau pagi-pagi begini di kala matahari sudah meninggi masih saja berselimut di kamar, sehingga bakalan banyak penyakit yang akan datang. Termasuk usus yang bakalan semakin membesar dengan kotoran yang kering dan mengeras. Serta akan membuat usus itu mengembang. Sehingga perut menjadi bertambah besar untuk tak mampu mengecil. Makanya menjadi gendut perut. Untuk itu dengan zat cair akan mampu meluruhkan kotoran dalam usus yang mengeras. Dan dengan pelatihan khusus akan bisa kembali mengecilkan perut tersebut.
“U…“
Aku hanya menggeliat. Rasanya malas. Lemas. Dan enggan untuk bergerak sedikitpun. Karena memang sedari semula sudah merasakan demikian. Enak sekali rasanya cuma tiduran begitu. Tanpa memikirkan apapun.
“Ayo berangkat,“ ujarnya lagi. Kayaknya nggak ada bosan-bosannya membuat aku tak bisa memejamkan mata barang sekejap. Sebab ini sangat penting. Di saat tak ada apapun yang bisa di kerjakan, bukankah lebih baik memejamkan mata. Sehingga dalam mimpi nanti akan bertemu dengan sesuatu yang nikmat walau nyatanya tak ada. Sehingga nanti bakalan segar kala bangun. Atau kecewa, Ketika Impian itu malahan sesuatu yang menyeramkan. Dimana sesosok mahluk dengan cakar tajam yang mengejar-ngejar terus serta membuat kengerian tersendiri kala cakar itu seakan mengoyak badan. Atau Ketika dengan tiba-tiba berada di suatu padang tandus yang sangat luas, dan jauh dari mana-mana. Sehingga kebingungan arah dan tujuan. Dan di situ Cuma bisa menatap ujung cakrawala, yang seakan jauh sekali. Itulah ngerinya kala terbangun, sehingga tak jarang bakalan keluar keringat dingin yang deras. Bagai Tengah mencangkul saja.
“Aku lemes.“
“Kenapa, bukannya sudah makan?“ ujarnya curiga. Biasanya tak demikian. Karena makan sudah ada.
“Belum. anakku beberapa hari ini tidak memberi makan,“ ujarku, yang merasa masih lemas, karena belum ada asupan apapun yang bisa membuat tenaga pulih dan semakin kuat saja. Padahal biasanya ada. Walau makanan itu entah darimana setidaknya sudah ada yang mengganjal perut. Dan nyatanya selama ini fisik baik-baik saja. Walau entah dalam jiwa. Karena sedikit banyaknya peristiwa dulu itu benar-benar mempengaruhi pemikiran. Dan membuat semakin bingung kala segalanya seakan lenyap. Tapi bagaimana lagi kalau semua mesti terjadi. Dan segalanya mesti dilalui. Walau keinginan Bersama itu tetap ada, tapi tak semestinya melakukan Tindakan yang di luar kewajaran. Maka sewajarnya saja kita bakalan melaluinya.
“O…“
Aku sedih. Duduk sendiri. Semua pergi.
Dia lalu pulang. Kemudian mengambil makan dari rumah yang ada di depan ku itu. Walau apa. Aku juga nggak tahu. Nggak juga menentukan. Biarkan saja apa yang akan di beri. Lumayan kalau demikian. Setidaknya bisa menambah kekuatan serta sedikit semangat bila semua itu memang di kasih betulan. Karena memang beberapa waktu ini aku taka da apapun untuk di makan sebagai sarapan pagiku. Tak seperti biasanya. Mungkin ini saatnya aku bisa berfikir bahwa, hidup tak harus Bersama, ada kalanya kita harus berpisah. Dan saat perpisahan itulah yang membuat kita harus bertambah kekuatan untuk sanggup mengatasinya. Dimana hidup tak mesti Bersama. Walau satu keluarga juga tak mesti Bersama. Ada kalanya kita bakalan terpisah. Baik dengan sendirinya maupun oleh suatu keadaan. Yang memaksa segalanya demikian. Kembali ke awal. Sehingga semua bisa saling mengerti.
“Nih…“
Aku makan dengan lahap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments