“Ke wayang saja yuk…“ Ajaknya. Dia teringat bagaimana makanan itu lumayan ramai yang beli. Jadi dating sebentar saja sudah bisa menghabiskan banyak jualan. Sehingga lumayan mudah kalau bakalan di lempar ke pembeli nantinya. Setidaknya nanti bakalan bisa mengambil lagi dagangan yang masih banyak di rumah. Tapi karena jaraknya jauh, paling hanya sekali saja kita mengambil tambahan. Itu juga bila memungkinkan. Tapi kalau ada kendaraan, nanti bisa pinjam sebentar, dan hanya mengambil bahan ciloknya saja yang masih lumayan banyak dalam plastic yang di masukkan pendingin.
‘Ada?’
“Hooh, tapi agak jauh. Sekilo bisa pakai motor. Sekilo lagi enggak,“ ujarnya seakan sangat paham akan Lokasi yang bakalan kita datangi nanti. Serta sudah banyak yang membicarakannya. Memang kalau ada acara ramai itu, para pedagang sudah saling paham dan memberitahu atau sekedar kode, bila di Lokasi tersebut akan ada keramaian. Dengan begitu, kita para penjual akan Bersiap-siap untuk mengais rejeki. Karena para penonton sudah pasti akan membawa uang saku. Yang terkadang sangat banyak. Sebab sembari nonton kalau tidak membawa saku, mulut rasanya asem. Walau kalaupun tidak ada sama sekali, tentu bakalan meminta sama rekan yang sudah pasti memberi, itu kalau makanan. Tapi kalau duit, sebab sama-sama tak punya, seringkali tak di kasih, dan membiarkan kalau mereka pada bilang apa, dengan acuan mereka juga tak pernah memberi. Makanya berlaku demikian. Apalagi bila kita butuh, juga belum tentu ada yang membantu. Begitulah kehidupan, sebab tak selamanya yang di jagain mempunyai apa yang di butuhkan, serta bersedia memberi. Terkadang memang mesti di pergunakan sendiri, karena ada kebutuhan yang mesti di tutup walau jarak masih Panjang. Karena kalau waktunya tiba, dan tak mempunyai atau istilahnya memegang apa yang mesti di gunakan itu, tentu akan kebingungan sendiri. Bahkan bisa saja di anggap sebagai orang yang menghindari diri. Sementara kenyataannya sedikit beda dari pemikiran tadi. Namanya juga kebutuhan, akan tetapi bakalan langsung mendapat stigma tadi. Apalagi bila berlangsung lebih dari sekali, bisa saja akan di datangi orang tertentu untuk memaksanya. Serta bila ada butuh lagi, bakalan tidak di beri dengan banyak alasan, yang utamanya tentang keterlambatan tadi, padahal kala itu lagi membutuhkan. Bagaimana lagi kalau semua sudah terjadi. Yang penting saling menghargai dan memberi apa yang sudah menjadi kewajiban. Dimana segala sesuatu yang sudah menjadi kesepakatan, mesti di lakukan demikian. Namun kalau memang tak ada, mau bagaimana lagi. Segala mesti di cari, sekuat daya.
“Wah jauh itu. “
“Ya. “
‘Kau bantu dorong dong,’ ujarku. Rasanya capek juga kalau mesti mendorong sejauh ni. Mana sejak awal sudah tak banyak yang membeli lagi. Ini juga yang membuat sedikit enggan.
“Ya nanti gantian.“
“Dia mendorong nya. “
“Kita jalan.“
“Bagaimana capek.“
“Hooh.“
Kami istirahat sejenak. Sembari memandangi sawah ladang yang luas.
Serta Sungai berkelok yang airnya mulai surut.
Nampak sekali sedikit air yang bisa membasahinya. Dan beberapa orang kalau sudah begini bakalan membuat sumuran di daerah air itu. Supaya bisa memanfaatkannya dengan biaya yang terjangkau. Memang sekarang lumayan banyak yang bersedia membeli satu tangka air. Dengan harga paling berapa. Namun jika terus menerus sepanjang musim ketiga dating, maka lumayan juga pengeluarannya. Membuat inginnya yang sedikit murah, tapi bisa lancar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments