Eiren menatap apartemen Adelio dengan mata memandang takjub. Bukan karena dia melihat barang mawah atau sebagainya, tetapi karena matanya disuguhkan dengan tatanan rapi ruangan tersebut. Dia menatap Elio yang baru saja masuk ke dalam sebuah ruangan yang jelas dipastikan bahwa itu adalah kamar. Eiren yang melihat hanya mengabaikan dan mulai berkeliling ruangan.
Rapi. Itulah yang dipikirkannya pertama kali ketika melihat seluruh ruangan Elio yang memang begitu terawat. Bahkan, apatemen Elio jauh lebih rapi dibandingkan dengan kosannya yang benar-benar berantakan. Pikirannya bahkan baru ingat belum merapikan kamar karena buru-buru mengumpulkan tugas.
“Apa apartemenku sebegitu bagus sampai kamu tidak mau duduk, Eiren,” celetuk Elio yang baru saja keluar kamar untuk berganti pakaian.
Eiren yang mendengar langsung tersentak dan berbalik, menatap Elio yang sudah berdiri dengan tubuh disandarkan di kusen pintu kamar. Pria tersebut hanya mengenakan kaos lengan pendek berpadu denagn celana pendek yang serasi untu dipadukan. Eiren bahkan enggan berpaling menatap penampilan santai dosen di hadapannya saat ini.
“Apa setelah mengagumi rumahku, kamu juga ingin mengangumiku, Eiren?” ucap Elio dan kali ini membuat Eiren berdecih kesal.
Eiren langsung membuang tatapannya dan segera melangkah. Dia memilih untuk duduk di kursi ruang tamu dan mengabaikan pria yang sudah **** senyum melihat tindakannya.
“Kamu mau minum apa, Eiren?” tanya Elio yang sudah melangkah ke dapur.
“Tidak usah, Pak. Saya tidak haus,” jawab Eiren enggan jika nantinya Elio malah memasukan yang tidak-tidak ke dalam minumannya. Eiren tidak mau jika nanti dia akan melepaskan harta berharganya dengan pria yang jauh lebih tua darinya. Meski tampan.
“Aku tidak akan macam-macam denganmu, Eiren. Aku tidak memiliki obat perangsang atau sebagainya. Kamu tahu, aku tidak suka memaksa seseorang untuk melakukannya denganku,” jelas Elio seakan tahu yang dipikrikan oleh mahasiswinya.
Apa dia paranormal? Eiren mengerutkan kening dalam dan menyelidik wajah Elio yang masih menatapnya. Dia bahkan sudah menaikan kakinya di sofa dan memandang Elio dengan tajam. Apa pria di hadapannya ini adalah seorang paranormal yang menyamar sebagai dosen di kampusnya?
“No,” ucap Elio sembari menggelengkan kepalanya beberapa kali, “aku bukan paranormal. Jadi, hilangkan pemikiran konyolmu yang selalu menganggapku sebagai paranormal.”
“Terus kenapa semua tebakan Bapak benar semua? Aku memang memikirkan bahwa Bapak adalah seorang paraormal,” aku Eiren dengan wajah polos.
“Karena semua pemikiran kamu memang tidak pernah beralih dari hal konyol. Jadi, aku bisa menebak hanya dari tatapan bodoh yang selalu kamu tunjukan,” jelas Elio membuat Eiren mendengus kesal.
Eiren membalikan tubuh dan hanya memanyunkan bibirnya kesal. Di belakang, Elio masih tetap cekikikan karena melihat wajah lucu seorang Eiren yang tengah menahan amarah.
_____
Elio keluar dari dapur dan segera melangkah ke ruang tamu, di mana Eiren sudah menunggu dan tengah asik menonton televisi. Matanya menatap seorang tikus an kucing yang tengah berkejaran tanpa henti.
“Apa tidak ada acara lain selain itu, Eiren?” tanay Elio yang sudah datang membawa makanan dan minuman.
Eiren yang masih asyik menonton langsung menolehkan kepalanya menatap Elio yang sedang berjalan menuju ke arahnya saat ini duduk. “Memangnya kenapa? Itu bagus untuk me-refresh-kan otak yang sudah seharian diajak bekeja.”
“Mana ada? Kebanyakan menonton film seperti itu malah membuat generasi penerus menjadi seperti kamu nantinya,” sahut Elio yang sudah meletakan makanan dan minuman. Kini dia duduk di sebelah Eiren dan menyeruput teh hangat kesukaannya.
Eiren berdecih kesal dan kembali fokus dengan acara di televisi. “Pak, sebenarnya kenapa saya di bawa ke sini?” tanyanya dengan nada sopan.
“Kita tidak sedang ada di lingkungan kampus. Jadi, kamu bisa memanggilku Elio,” ujar Elio tanpa memberikan jawaban.
Eiren yang mendengar menghela napas keras dan memutar bola matanya kesal. Dia melirik Elio yang masih tampak santai dengan minumannya. “Baiklah, Elio. Apa yang membuatmu membawaku ke sini?” ulang Eiren dengan wajah malas.
“Aku cuma ingin. Mungkin nanti kamu ingin main ke sini. Jadi, akan jauh lebih baik jika aku yang langsung memberitahukannya kepadamu. Kamu tidak perlu bertanya dengan mahasiswi dan dosen lain yang jelas tidak akan tahu,” jawab Elio santai.
“Apa?” seru Eiren dengan kening berkerut. “Jadi kamu membawaku ke sini tanpa alasan jelas dan membuat waktuku yang begitu berharga hilang?”
Elio menatap Eiren santai. “Sebenarnya tidak juga. Aku hanya mau menghindari ajakan Bu Siska yang mau pergi bersama. Padahal sudah banyak sekali aku menolaknya. Tetapi masih saja memaksa.”
“Lalu kenapa aku?” tanya Eiren dengan amarah menggebu.
“Ya karena kamu yang datang tepat waktu. Dari pada aku mencari alasan yang sulit, akan jauh lebih baik kalau aku menggunakan alasan yang sudah ada di depan mata.”
“Apa!” teriak Eiren dan langsung bangkit, “kamu gak sadar ya kalau udah buang waktu orang lain. Aku bahkan tidak bisa sarapan di kantin gara-gara hal ini.”
“Aku bisa membuatkamu sarapan di sini.”
“Aku tidak bisa tidur lebih cepat,” ujar Eiren masih mencari alasan untuk memaki pria di hadapannya.
“Kamu bisa tidur di sini,” jawab Elio lagi dan itu membuat Eiren membelalakan mata tidak percaya.
“Kamu kira aku gila tidur di sini, hah? Atau memang kamu mau macam-macam?”
“Aku punya dua kamar, ngerti?” jelas Elio sembari menunjuk kamar yang berada di sebelah kamarnya.
Eiren menghela napas panjang dan menggeram kesal. “Aku gak mau tahu, antar aku pulang sekarang atau aku akan menghacurkan apartemenmu.”
“Silahkan. Aku memang berniat mengganti perabotan di sini dalam waktu dekat.”
“Elio,” bentak Eiren karena sudah merasa kesal.
“Apa? Aku tidak tuli, Eiren.” Elio masih menatap layar kaca di hadapannya, menampilkan tulisan yang menandakan bawah acara tersebut telah usai.
“Aku mau pulang. Aku juga belum kerjain tugas yang kamu berikan, tahu. Jadi, jangan buat aku ada di sini dan tidak mengerjakannya.”
Elio yang mendengar menghela napas panjang dan menatap gadis yang sudah berdiri di hadpaannya dengan wajah tidak bersahabat. "Kamu juga bisa mengerjakannya di sini, Eiren. Kenapa kamu suka sekali mempermasalahkan masalah kecil. Jadi, tenanglah. Aku akan mengantarmu pulang. Jangan takut dan tidak perlu khawatir.”
“Kamu mau makan, aku akan berikan. Kamu mau tidur, ada kamar lain yang juga terawat. Kamu mau mengerjakan tugas, kamu bisa mengerjakannya di sini dan akan lebih mudah karena kamu mengumpulkan tepat waktu. Jadi apa yang kamu pusingkan sekarang?” ucap Elio menjabarkan semua yang baru saja dipikirkan Eiren.
Eiren hanya diam dan tak menanggapi. Matanya masih menunjukan ketidaksukaannya kepada Elio. Namun, dia memilih untuk duduk karena Elio bahkan tidak memikirkannya sama sekali. Matanya menatap pria yang duduk di dekatnya dan tengah menyaksikan dua bola dengan mata yang tengah beradu.
Eiren mengeluarkan kertas dan buku yang sudah diberikan Elio kepadanya dan membantingnya di meja dengan keras. Namun, Elio masih tetap cuek dan tidak menghiraukan sikap Eiren kepadanya.
“Dasar pemaksa,” gerutu Eiren sudah tidak takut sama sekali dengan Elio. Sedangkan Elio, dia hanya diam dan **** senyum melihat Eiren yang sibuk dengan buku tebal di hadapannya.
_____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
kenapa eiren TDK pergi aja sendiri gak usah minta antar ke Elio
2021-08-17
0
Maria Goretti Kuswinarti
bagus thor mpga ga bikin bosan smpe akhir cerita
2021-05-25
0
Mawar Berduri
aku suks
2021-03-03
0