Eiren menatap buku besar di depannya dengan rasa frutasi yang langsung menyerang begitu saja. Dia menatap dengan pandangan kesal. Sudah hampir lima jam dia menulis di kertas folio dan kali ini rasa pegal di pergelangan tangannya semakin membuat rasa lelahnya mulai terasa.
Eiren meletakan kepalanya di bantal kecil di sebelahnya dan meletakan pulpennya di kertas yang sejak tadi digoresnya dengan tinta. Beberapa kali dia menguap karena rasa lelah dan juga mata yang mulai mengantuk. Bahkan, saat ini rasa kantuknya sudah hampir mencapai seratus persen.
“Dasar dosen gila, mendingan juga aku ketik dari pada aku catat. Kalau begini, bisa-bisa besok tangan aku patah. Lagian, mana mungkin di baca,” ucap Eiren dan langsung menyunggingkan senyum setan.
Eiren mendongakan kepalanya dan langsung memutar musik keras. Padahal masih pukul dua dini hari dan sekarang dia semakin tidak bisa tidur karena ulah dosen tampan, tetapi gila. Dia melupakan di mana dia saat ini berada. Mengabaikan seisi kosan yang langsung terbangun karena ulahnya.
Eiren kembali menulis dengan begitu semangat. Dia masih berada di halaman dua puluh ketika memilih mengistirahatkan tubuhnya dan sekarang sudah berada di halaman tiga puluh sembilang, atau lebih tepatnya di akhir bab.
“Nah, ginikan enak. Ngapain juga nulis sampai empat puluh halaman kalau akhirnya juga gak di baca,” celetuk Eiren dengan wajah bangga karena pikiran brilliant-nya.
“Emangnya dia aja yang bisa ngerjain anak orang,” gerutu Eiren kesal mengingat hukuman yang diberikan kepadanya.
Dia masih begitu senang ketika pintu kamar di buka dan menampilkan Feli dalam mode berbeda. Gadis tersebut sudah membelalakan mata tajam dan menatap ke arahntya, siap menerkam kapan saja.
“Kamu itu gila apa gimana sih, Ei? Ini masih jam dua dini hari dan kamu muter musik keras banget,” celetuk Feli dengan jemari yang menepuk sebelah tangannya, seolah memberi tahukan mengenai waktu, padahal dia tidak membawa jam sama sekali.
Eiren yang ditegur hanya tersenyum dan mematikan musiknya. Bibirnya masih mengembangkan senyum tanpa rasa bersalahnya. Tangannya menggaruk pelan tengkuknya yang tidak gatal.
“Lagian ngapain juga kamu jam segini belum tidur, hah? Besok terlambat lagi loh kamu,” ucap Feli mengingatkan karena Eiren sering sekali terlambat.
Eiren memanyunkan bibir dan menatap Feli dengan pandangan memelas. “Kamu tahu, Feli? Aku sedang dalam masa hukuman. Jadi, aku masih mencoba menyelesaikannya.”
“Hah? Hukuman apa?” Feli mengerutkan kening heran bercampur bingung.
Eiren hanya menurunkan pandangannya dan menatap tumpukan buku dan kertas yang sudah berceceran di lantai kamar. Dia bahkan belum menyelesaikan beberapa kertas folio yang sudah entah ke mana.
“Kamu dapat hukuman dari siapa?” Feli menatap Eiren dengan pandangan menyelidik. Dalam hati dia benar-benar ingin tertawa keras dan mengejek teman satu kosnya tersebut.
Eiren menghela napas panjang dan menatap tanpa minat. “Siapa lagi kalau bukan dosen galak. Adelio cetta.”
Seketika Feli langsung tertawa keras, mengejek kebodohan Eiren yang selalu mencari gara-gara dengan siapa pun. Padahal sudah ratusan kali dia mengingatkan agar Eiren tidak mencari masalah dengan dosen tersebut.
“Sukurin, salahnya dibilangin gak pernah didengerin,” sahut Feli masih dengan tawa yang semakin keras dan mendapatkan tatapan menajanlm dari seisi kosan.
Eiren yang mendengar hanya menggerutu kesal. Andai saja gadis di hadapannya bukanlah temannya, kepalan tangannya akan dengan senang hati melayang dan memukul Feli hingga dia merasa kapok.
Dasar teman kurang ajar, batin Eiren dengan perasaan dongkol.
_____
“Sial. Kenapa kesiangan lagi,” ucap Eiren yang membuang selimutnya dan segera berlari ke dalam kamar mandi.
Eiren mengambil handuk dan sgegera membersihkan diri. Tepat pukul tujuh lewat lima belas menit, dia baru saja bangun dari tidurnya. Sebenarnya jika dia harus membersihkan diri terlebih dahulu, dia tidak akan datang tepat waktu.
Eiren datang dengan menggunakan handuk mandi dan segera membuka lemari. Matanya menatap deretan baju yang sudah tergantung. Tanpa pikir panjang, dia langsung mengambil sembarang pakaian dan memakainnya. Eiren bahkan tidak sempat merias wajahnya dan segera keluar dari kamarnya. Dia langsung keluar ruangan dan mengambil motor yang memang sengaja ditinggalkannya di kosan, meski terkadang dia pulang dan pergi di antar oleh Alex. Namun, jika dalam keadaan mendesak, mana mungkin dia menghubungi kekasihnya dan menunggu dengan lama.
Eiren menembus jalanan yang sudah tampak penuh dengan kendaraan dan segera melaju ke kampus. Tidak sampai satu jam dia sudah sampai dan segera memarkirkan motornya. Langkahnya segera menuju ke ruangan dosen yang sudah membuatnya bangun pagi-pagi sekali.
Matanya melirik jam tangan yang dikenakan dan menatap khawatir. Eiren bahkan menggunakan tangga kampusnya dari pada lift karena dia benar-benar mengejar waktu untuk cepat sampai.
Eiren menghela napas panjang dan mengatur napasnya. Tanpa permisi terlebih dahulu, dia langsung masuk ke ruangan yang dituju. Baru saja membuka pintu, matanya sudah dibuat terbelalak karena pemandangan tidak lazim yang tersuguh di hadapannya.
“Hah?” ucap Eiren dengan mulut yang sudah terbuka lebar.
_____
Adelio masih menikmati hisapan dan *** dari gadis yang saat ini duduk di atas pangkuannya, menikmati setiap sensasi aneh yang sudah merambat ke seluruh tubuh. Tangannya bahkan sudah bermain-main di bagian bawah gadis tersebut. Namun, seseorang membuat seluruh kegiatannya berhenti. Adelio menghentikan aktivitasnya dan melihat siapa yang sudah memasuki ruangannya tanpa izin dan mendapati Eiren tengah berdiri mematug.
“Pergilah, aku ada urusan dengan gadis itu,” ucap Adelio dan langsung dituruti.
Gadis tersebut turun dari pangkuannya dan segera melangkah keluar. Meninggalkan Eiren yang masih diam terpaku dan dirinya yang tersenyum tanpa rasa malu. Adelio duduk santai dan menatap Eiren lekat.
“Apa kamu tidak mau segera menyerahkan tugas yang saya berikan dan hanya diam di situ, Eiren?” ucap Adelio dengan pandangan tajam.
Eiren yang menengar langsung kembali ke alam sadarnya dan menatap Adelio dengan pandangan jijik. Dia melangkah dan segera duduk di hadapan pria tersebut dengan wajah masam yang tidak dituupi sama sekali. Mimpi apa semalam bisa lihat kejadian menjijikan seperti itu, gerutu Eiren yang langsung membuang ingatannya mengenai kejadian beberapa menit yang lalu.
“Berhentilah menggerutu dan mana tugasmu?” tegur Adelio seakan tahu apa yang ada di dalam hati Eiren.
Eiren langsung menyerahkan kertas polio tersebut dengan wajah bangga. Dia merasa sanggup menyelesaikan tugasnya dengan baik dan benar. Adelio yang melihat langsung mengambilnya dan membuka perlahan. Mengamati tulisan dan isi yang ada di dalamnya
“Sudah, kan, Pak? Kalau begitu saya keluar,” ucap Eiren dengan wajah yang mendongak sombong. Dia sudah bangkit dan siap keluar dari ruangan dosen galaknya.
“Kamu memang sudah mencatat, Eiren, tetapi kamu sudah melakukan kecurangan dalam hal ini,” kata Adelio membuat Eiren menghentikan gerakannya. Menatap Adelio yang masih memandangnya dengan tajam.
Adelio membanting kertas tersebut dan meneliti Eiren dengan pandangan dingin. “Aku bahkan sudah hafal dengan seluruh isi buku tersebut, mulai dari paragraf, sub judul, dan halaman. Jadi, aku tahu kamu sudah melakukan kecurangan dalam hal ini,” jelas Adelio membuat Eiren langsung tercengang tidak percaya, “jadi berapa halaman yang sudah kamu lewati?”
Eiren langsung diam seketika dan tidak berani menjawab apa pun. Dia tidak menyangka bahwa ternyata dosennya membaca dengan teliti. Hatinya semakin sakit ketika melihat Adelio membating hasil tulisan yang sejak semalam dikerjakan tepat di depan matanya.
“Biasanya saya tidak pernah mentolerir kesalahan yang dilakukan siapa pun. Apalagi jika itu menyangkut dengan kejujuran. Tetapi, kali ini saya benar-benar sednag berbaik hati kepada anda, Nona Eiren. Silahkan ambil kembali tugas anda dan kumpulkan lagi dengan halaman yang sudah lengkap tepat saat makan siang,” ucap Adelio panjang lebar dan segera bangkit. Matanya menatap Eiren dengan pandangan menusuk yang sekaligus merendakhannya.
“Jangan coba-coba untuk membongi saya atau hasilnya tidak akan baik,” ujarnya dengan suara tegas dan segera keluar ruangan.
Eiren hanya menghentakan kaki kesal karena ternyata pikirannya salah. Adelio bukan sosok yang bisa dikelabuhinya dengan mudah. “Dasar dosen galak gak punya hati,” gerutunya karena dia masih harus mengerjakan tugas yang diberikan Adelio kepadanya. Dia tidak mau jika harus mengulang mata kuliah dengan orang seperti Adelio. Menyebalkan.
_____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Lusiana Serly
hohoho... dosen bebas adegan pulgar di kampus
2022-12-21
0
Yoga Yoga
dosen keplek
2022-07-12
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
jd jijik liat adelio🤮🤮🤮🤮🤮
2021-08-17
0