Beside You (End)
Eps. 1
å
Mentari menyingsing dari ufuk timur. Perlahan sinarnya semakin terang menembus tirai yang bergerak terkena hembusan air conditioner. Sepasang manik mata cantik berwarna coklat hazel itu mengerjap, bulu mata lentiknya memberikan gerakan indah.
Arindiana Gisella, atau yang sering disapa Gisella. Gadis manis dengan tahi lalat kecil tepat di bawah bibir juga lesung pipi di pipi sebelah kirinya, membuatnya semakin manis ketika tersenyum.
Gisella terbangun dan merentangkan tangan, menekuk kepalanya ke kiri dan kanan. Tangannya terulur untuk mengikat rambutnya yang lurus sebahu dengan asal. Kemudian mulai turun dari ranjang dan membuka tirai. Pancaran sinar mentari menyentuh wajahnya ketika tirai itu terbuka, ia memejamkan mata sejenak untuk menerima sentuhan hangat dari sang surya. Hanya itu yang selama hampir dua puluh tahun ia lakukan jika merindukan pelukan hangat dari kedua orangtuanya yang tidak pernah ia dapatkan. Membayangkan bahwa kehangatan yang menerpa kulitnya adalah kehangatan dari pelukan sang Ibu atau Ayah.
"Gisella."
Sebuah suara menyeru membuat Gisella menoleh, ia sudah hafal suara siapa itu, siapa lagi kalau bukan adik angkatnya yang, —Mia. Atau sebenarnya ialah yang menjadi anak angkat, karena orangtua Mia yang mengadopsinya. Gadis manis dengan tingkah yang kelewat cerewet, sering merecokinya dengan segala cerita yang berputar itu-itu saja. Tapi meski demikian Gisella senang karena dengan adanya Mia ia menjadi terhibur, dengan adanya Mia senyuman yang pernah hilang perlahan muncul kembali.
Sebenarnya usia keduanya hanya terpaut beberapa hari, tapi tetap saja Gisella yang lahir lebih dulu. Tapi meskipun begitu mereka berdua sama-sama memanggil dengan sebutan nama saja. Tidak menggunakan embel-embel adik ataupun kakak.
"Aku akan mengunjungi kekasihku, mari ikut denganku," Mia terlihat sangat antusias.
"Aku ada kuliah pagi ini, Mia."
"Ayolah.. kau belum pernah bertemu dengannya bukan? Mama memintaku membawakan bekal makanan untuknya," rengek Mia menarik lengan Gisella.
"Untuk apa aku bertemu dengannya? Bukankah dia kekasihmu?"
Mia mencebik. "Setidaknya biarkan aku pamer padamu kalau kekasihku itu sangat tampan," ujarnya angkuh, kemudian ia terkekeh.
Gisella memutar bola matanya. "Jangan lupakan bahwa kau juga baru bertemu dengannya beberapa hari yang lalu."
Mia terkikik. "Dan aku sangat terpesona dengan pertemuan pertama. Dia pria idamanku selama ini. Tidak! Mungkin juga idaman semua wanita."
Gisella melipat tangan. "Aku tidak yakin dia ikhlas menerima perjodohan ini," ledeknya.
Mia melotot sebal yang justru membuat Gisella tergelak.
"Baiklah, baiklah, aku akan menemanimu. Apa kau puas?" putus Gisella kemudian.
Kedua ujung bibir Mia terangkat. "Sangat puas, setengah jam lagi kita berangkat. Oke," ucapnya riang. "Aku mandi dulu," imbuhnya gegas berlalu meninggalkan kamar Gisella.
...***...
Gisella dan Mia sampai di depan gedung tinggi yang berisi beberapa lantai, gedung tempat kerja kekasih Mia, atau bisa disebut calon tunangan Mia. Kedua orangtua Mia menjodohkannya dengan seorang pria, anak dari teman orangtuanya. Baru beberapa minggu yang lalu Mia dan sang calon tunangan bertemu, sepertinya mereka saling cocok. Sedangkan Gisella tidak mengetahui bagaimana wajah dari calon tunangan Mia karena saat makan malam diadakan dirinya tengah berada di kampus untuk kuis. Keduanya memasuki gedung dan menuju lift yang berbeda dengan orang lain.
Gisella menyernyit heran. "Mia, kenapa kita tidak pakai lift seperti mereka?"
Mia tersenyum lebar. "Yang itu untuk karyawan. Yang ini khusus petinggi perusahaan," jawabnya berbisik.
"Maksudmu, dia punya jabatan tinggi di sini?"
Mia mengangguk dengan senyuman yang kian lebar.
Keduanya menaiki lift menuju lantai dua puluh, di sana Mia menanyakan keberadaan sang calon tunangan yang ternyata sedang keluar untuk urusan meeting. Mia memutuskan untuk berjalan-jalan selagi menunggu calon tunangannya datang.
Mia kembali mengajak Gisella untuk menaiki lift menuju atap gedung, sesampainya di sana mereka disuguhi ruangan yang begitu luas tanpa ada sekatan sama sekali, mirip seperti aula. Sedangkan di ujung kanan menuju roof top tanpa atap yang langsung menghadap luar ruangan, kita bisa melihat pemandangan gedung dan rumah-rumah dari atas sana, seperti halnya balkon, namun lebih luas.
Gisella mengikuti kemanapun Mia berjalan. Kemudian Mia menuju sebuah ruangan kecil yang jika kita masuk harus menunduk karena pintunya yang kecil, yang nyatanya itu adalah sebuah jalan menuju tangga darurat. Mia terus saja berjalan, bahkan berlari di ruangan luas mirip aula itu, menari-nari dengan gerakan lincah. Kemudian berbelok menuju roof top gedung.
Gisella yang masih berada di dalam ruangan kecil tangga darurat hanya menggeleng saat melihat tingkah Mia yang menari-nari dari balik kaca. Dalam ruangan tangga darurat tersebut mempunyai kaca di sisi kanan yang menampilkan pemandangan ruangan luas dan juga balkon. Sedangkan sebelah kirinya menuju tangga darurat.
Gisella terkesiap saat melihat seorang pria datang dari arah lift, membuat dirinya reflek bersembunyi di balik dinding, saat itulah ia melihat Mia yang baru saja kembali dari balkon.
Gisella melihat tatapan pria itu menggelap ketika melihat Mia, pria itu berjalan menuju ruangan tempatnya berada. Jantung Gisella sudah berdebar hebat ketika tangan sang pria meraih besi panjang di ujung kirinya. Beruntung sang pria tidak sampai memasuki ruangan tempatnya bersembunyi, hanya tangannya saja yang menggapai besi itu. Tubuh Gisella bergetar. 'Untuk apa besi itu?' bathinnya mulai awas.
Gisella membeku, kedua tangannya menutup mulutnya saat melihat sang pria tiba-tiba memukuli tubuh Mia dengan besi tersebut. Kepala Gisella berdenyut, tubuhnya luruh ke lantai, seluruh persendiannya seakan berhenti, keringat mulai muncul di sekujur tubuhnya. Bayangan masa lalu muncul di pikirannya, saat dimana seluruh keluarganya tidak menyukai kelahirannya karena kedua orangtuanya menginginkan bayi laki-laki. Ia selalu diabaikan oleh kedua orangtuanya, hanya neneknya yang menyayanginya saat itu.
Kemudian saat Gisella berusia tujuh tahun, sang adik lahir dengan jenis kelamin laki-laki, semua orang sangat menyanyangi bayi laki-laki tersebut, tak terkecuali Gisella. Ia sangat menyayangi sang adik, bahkan ketika sang adik memintanya untuk bermain sepeda, Gisella menuruti. Membawa sang adik berkeliling komplek dengan sepeda mininya. Saat itulah sebuah bola melintas di depannya membuat sepedanya oleng, keduanya terjatuh di aspal, naas saat itu sebuah sepeda motor melintas dengan kencang dan menabrak sang adik, membuat sang adik meninggal dunia.
Seluruh keluarga besar menyalahkan dirinya atas meninggalnya sang adik, ia dituduh sebagai pembunuh. Di usia yang begitu dini ia selalu di cemooh dengan sebutan pembunuh oleh semua orang, terutama kedua orangtuanya. Mereka menuding Gisella adalah gadis pembawa sial, hanya sang nenek yang tidak menyalahkannya. Tapi itu tidak berlangsung lama. Saat rumahnya kemasukan perampok dan menodongkan pistol ke arahnya, sang Ibu menjadi tameng untuknya, memintanya untuk bersembunyi membuat peluru mengenai sang Ibu. Gisella melihat dengan matanya sendiri bagaimana Ibu dan Ayahnya ditembak oleh perampok tersebut. Sejak saat itu neneknya mulai membencinya serta menyebut bahwa ia memang gadis pembawa sial. Ia di usir dari rumah, tidak dianggap keluarga lagi oleh keluarganya, tidak ada yang menerimanya. Tidak ada yang menginginkannya. Ia dicaci, dimaki, diseret, ditendang oleh keluarganya.
Dan sekarang ia kembali melihat kekerasan di depan matanya, wajahnya memucat, tubuhnya menggigil melihat Mia yang berteriak minta tolong. Gisella bingung, apa yang harus ia lakukan, ia benar-benar takut, trauma itu kembali lagi. Ia tidak bisa melihat kekerasan di depan matanya, ia tidak bisa melihat kematian di depan matanya. Ia benar-benar ketakutan.
Gisella memilih berjalan merangkak menuju tangga darurat. Ia akan meminta bantuan karena ia sama sekali tidak bisa menolong Mia. Dengan tubuh bergetar, bahkan wajahnya memucat, sesekali ia terjatuh di tangga, bahkan bibirnya yang memutih ikut bergetar, hawa dingin menusuk kulitnya, jantungnya berdebar begitu cepat membuat nafasnya begitu sesak.
Tiba di lantai bawah ia segera memasuki lift menuju lobby. Butuh waktu lama untuknya sampai di lobby gedung. Baru saja kakinya menginjak di lobby gedung, kerumunan menyambutnya, hampir seluruh karyawan berada di sana, melihat ke satu titik di depan gedung.
Lagi-lagi tubuh Gisella bergetar. 'Ku mohon jangan,' pintanya dalam hati. Kedua jemarinya yang dingin saling meremas, ia berjalan tertatih menembus kerumunan. Hingga ia melihat tubuh seorang gadis tergeletak di tanah dengan simbahan darah, mata gadis itu terbuka seakan mengarah padanya.
Tubuh Gisella ambruk, ia terduduk lemas, bahkan airmatanya tak bisa mengalir, tatapannya kosong. Bayangan mayat Ibu dan Ayahnya yang bersimbah darah kembali melintas membuat tubuhnya memaku lemas. Bahkan untuk sekedar mengucapkan kata 'Mia' ia tidak sanggup, bibirnya seolah terjahit tidak bisa mengeluarkan kata-kata.
Hingga sebuah suara melengking nyaring, membuat seluruh tatapan mengarah padanya.
"Kau.. pembunuh!!"
Gisella mendongak, melihat kehadiran Dini dan juga Mario, —orangtua kandung dari Mia, orangtua angkatnya.
"Apa yang kau lakukan dengan anakku, sialan!!" pekik Dini menampar pipi Gisella keras. "Kau memang pembunuh, Gisella, aku menyesal telah menerimamu sebagai bagian dari keluargaku!" Dini menunjuk jasad Mia. "Kau lihat, Mia mati, Mia mati, Gisella!!" Ia mengguncang tubuh Gisella. Wanita itu meraung melihat putri semata wayangnya meregang nyawa dengan cara mengenaskan, jatuh dari ketinggian lantai gedung perusahaan.
"Apa yang kau lakukan dengan anakku?!!" teriak Dini membentak Gisella yang hanya diam membisu.
"Dasar pembunuh!!"
Kalimat itu terdengar lagi, Gisella bingung, ia tidak tahu apapun, seketika otaknya buntu, pikirannya kosong entah ada dimana. Ia benar-benar terkejut, trauma dalam dirinya merongrong jiwa membuat kesadarannya menghilang. Ia tersungkur dengan mata terpejam.
.
.
Tbc
...••...
...••...
...••...
..."**Jangan takut apapun, aku akan selalu di sini, menjaga dan melindungimu, menggenggam erat tanganmu, di tempat yang tidak pernah berubah....
...Di sampingmu**."...
...~Beside you by Saskavirby~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments