Rain melangkah dengan tenang, tanpa peduli ada kerumunan di depan sana. Tujuannya ke parkiran lalu segera pulang karena ada yang ingin dia kerjakan. Samar terdengar suara bisik-bisik dari para mahasiswi yang sedang berlalu lalang.
Entah mengapa menjadikan Rain yang semula cuek jadi penasaran dengan apa yang ada di depan sana. Kerumunan itu berhasil mencuri perhatiannya. Tidak berkerumun secara terang-terangan sih hanya saja, para mahasiswa dan mahasiswi sedang asyik menatap ke arah sana. Jika dilihat dengan seksama sepertinya ada sesuatu yang menarik di luar kampus ini.
"Pacar si Mona mungkin ya? Apa gebetannya?"
"Kayaknya gebetan deh. Coba kita lihat!"
"Eh ganteng banget, Anjir."
"Mona kemana dah itu di anggurin."
Tahu jika yang menjadi pusat perbincangan itu adalah gadis yang selalu mencari gara-gara dengannya, dia memilih pergi saja ke parkiran. Mengambil motor dan segera pulang daripada buang-buang waktu untuk hal yang tidak penting.
Rupanya jalan menuju parkiran motor tidak semulus yang dia bayangkan. Ada yang mengusik dirinya karena suara seseorang.
"Bukan anak kampus sini! Dia ganteng kayak artis korea! Cuma kayaknya memang cari Mona deh itu!"
"Mobilnya aja mewah pastinya tajir. Cocok sih sama Mona."
Mona adalah primadona kampus, selain tajir dia juga cantik. Banyak cowok yang ngantri buat dapetin Mona. Sayangnya sekarang Mona punya saingan baru. Itu adalah Rain adik tingkatnya. Mona ini Kakak tingkat dan selalu mencari gara-gara sama Rain sejak dia masuk kampus. Nggak mau tersaingi oleh kecantikan Rain yang natural meski penampilan tomboy.
Apa Rain peduli? Ya jelas nggak peduli sama semua ucapan Mona yang pedas karena dikasih cabe lima belas kilo itu. Rain selalu cuek dan membiarkan semua ucapan Mona. Jadi kadang ada yang menganggap ucapan Mona itu benar adanya.
"Rain!" teriak Maila.
Napasnya sudah kembang kempis senin kamis. Sudah mau pingsan karena kehabisan oksigen. Bahkan mau berucap pun susah dan cuma melambaikan tangan aja kayak say hello gitu. Padahal itu kode supaya Rain berhenti dan jangan pergi. Maila mengatur napasnya terlebih dahulu dan dengan kesabaran setipis tissue itu Rain menunggu.
"Calon suami lo di depan!"
Jeduaaaar ....
Tiba-tiba ada suara petir menggelegar. Cuma Rain yang dengar karena jantungnya yang berdebar kencang bercampur kilatan emosi.
Bara! Laki-laki itu sudah mulai mengibarkan bendera perang. Rain pikir Bara tidak akan mengganggunya setelah kejadian di kafe kemarin. Rain juga mengira jika Bara tidak akan pernah tahu dimana Rain kuliah. Nyatanya dugaan Rain meleset dan sekarang laki-laki itu ada di depan.
Menjadi pusat perhatian para cewek-cewek. Rain tersenyum miring dan mengabaikan ucapan Maila. Memilih mengambil motornya lalu tancap gas.
"Heh, lo mau kemana? Itu dia di depan!" Maila mengambil helm Rain. Mencegah gadis itu pergi.
"Dia kesini cuma mau tebar pesona aja. Paling juga cari Mona!"
"Emang dia kenal Mona?"
"Mana gue tahu!"
Rain merebut helm yang ada ditangan Maila dan langsung pergi begitu saja. Memaksa para mahasiswi minggir sejenak. Tidak peduli sama umpatan mereka. Ya orang ganggu jalan jadi Rain nggak salah dong.
Rain menghentikan laju motornya di depan gerbang. Menatap laki-laki itu yang sedang mengobrol dengan Mona dan kedua temannya. Raut wajah Bara yang datar dan dingin saat menanggapi Mona itu entah kenapa membuat Rain puas.
Dia pun melangkah mendekat membuat Bara langsung tersenyum.
"Ya ampun ... Jangan senyum gitu. Aku jadi meleleh," kata Mona.
Membuat Rain ingin muntah saja. Mona memang terlalu lebay.
"Hay, Sayang," sapa Bara.
Mona yang tadi menunduk pun mendongakkan kepalanya. Menatap Bara dengan berbinar kedua temannya mengikuti arah pandang Bara.
"Sayang?" ulang kedua temannya.
"Lo pacarnya dia?" tanya Tika, sahabat Mona.
"Serius?" Hompi, sahabat Mona satunya lagi juga ikut bertanya.
Sementara Mona menatap tidak suka ke arah Rain.
"Eh ganteng, kamu pasti mau benerin mobil sama dia ya? Dia ini kan cuma montir bengkel biar bisa kuliah di sini!"
"Montir?" tanya Bara menatap Mona dan Rain bergantian.
Sementara Rain tidak peduli dan malah asyik ngunyah permen karet.
"Sayang, beneran kamu kerja di bengkel?" Bara tidak percaya jika Rain bekerja di bengkel.
Padahal Rain kaya raya dan bisa hidup enak tanpa perlu susah-susah cari uang untuk kuliah. Kenapa malah milih hidup susah seperti ini? Bara selalu tidak habis pikir dengan pikiran Rain yang super ajaib itu.
"Kok manggilnya sayang terus? Eh kita udah tiga kali ketemu kata orang jodoh loh!" ucap Mona.
"Aaah, pantesan kalian cocok!" sahut Rain.
Terkejut sih karena mereka sudah bertemu tiga kali itu berarti Bara sudah lama di kota tersebut.
"Ini nggak seperti yang kamu pikirkan, Sayang."
"Gue nggak peduli!" Rain mengangkat kedua bahunya dan pergi begitu saja.
"Sayang, tunggu!" Bara mengejar Rain tapi Mona menahan tangan Bara.
"Lo apa-apaan sih!" Bara menghempaskan tangan Mona dan masuk ke dalam mobil.
Mengejar laju motor Rain yang melaju dengan kecepatan diatas rata-rata. Bara nggak mau Rain salah paham. Dia sangat kesal sama Mona. Bisa-bisanya mengatakan jika sudah bertemu tiga kali. Padahal pertemuan itu nggak sengaja dan nggak membuat Bara peduli. Monanya aja yang terlalu percaya diri.
"Sial!" Bara memukul stir mobilnya karena kejebak macet.
Kalau sudah begini, Bara bisa apa? Dia hanya bisa menunggu sampai jalanan lancar. Sambil mengutak-atik ponsel dan mengirim sesuatu kepada seseorang. Bara tidak sabar mendapatkan balasan dari orang yang baru saja dia kirimkan pesan.
Apapun akan bara lakukan demi mendapatkan Rain kembali. Dapatnya susah banget, giliran udah dapat mau nikah malah ada aja halangannya.
"Ayo jalan! Lama banget!" protes Bara yang sudah frustasi.
Bara melirik ponselnya yang ada di dashboard mobil. Membuka chatt dari seseorang dan tersenyum bahagia karena ada secercah harapan.
*
Rain sudah duduk di ruang kerjanya dan menatap layar laptop. Ada banyak kerjaan yang harus dia kerjakan sambil menikmati jus jeruk buatan Bi Marni, salah satu asisten yang bekerja di rumah Rain. Ada dua orang satu nya Pak Slamet, suami Bi Marni.
Mereka bekerja sudah lama sejak Rain di tinggal di kota itu sebulan setelahnya. Rain butuh orang untuk beres-beres dan juga memasak karena dia nggak sempet ngurusin semua itu dan lagi itu juga perintah dari Rean.
Rean nggak mau kalau Rain beli makan di luar terus menerus. Harus jaga kesehatan dan akhirnya Rean lah yang mencari orang untuk bersedia bekerja di rumah Rain. Mendapatkan tempat tinggal juga di sana. Ada beberapa kamar yang memang khusus untuk Art.
Rain cocok dengan kinerja Bibi Marni dan juga Pak Slamet. Mereka juga senang bekerja di rumah Rain karena gadis itu sangat ramah dan selalu memperlakukan mereka dengan baik. Tidak seperti majikan sebelumnya yang selalu memperlakukan mereka semena-mena.
Rain yang sedang fokus pada pekerjaan itu harus terhenti karena suara ketukan pintu.
"Masuk!" titah Rain.
"Non, ada tamu," kata Bi Marni yang baru saja membuka pintu ruang kerja Rain.
"Siapa?" tanya Rain. Sebab selama ini nggak ada yang tahu tempat tinggal Rain.
Hanya Maila yang tahu dan itupun baru semalam dia tahu. Biasanya Rain akan menghabiskan waktu di bengkel dan juga markas.
"Si Mail? Suruh kesini aja, Bi," kata Rain.
Bibi Marni juga sudah kenal Maila semalam. Agak terkejut dengan namanya karena Rain memanggil Mail, seperti nama cowok.
"Bukan, Non. Ini laki-laki yang datang. Ganteng lagi," ucap Bibi Marni.
Kedua mata Rain membulat, dia langsung berlari menuruni tangga dan menuju ruang tamu. Degup jantungnya semakin bertalu-talu kala langkahnya semakin dekat dengan ruang tamu itu.
Benar dugaannya bahwa Bara datang ke rumahnya. Wajah Rain berubah tenang agar tidak membuat laki-laki itu bangga jika Rain terkejut.
"Ngapain lo di sini!" tanya Rain sinis. Dia melipat kedua tangannya di dada.
"Mau ketemu sama calon___"
"Lo tahu nggak pintu ada dimana?" Rain memotong ucapan Bara.
Bara mengangguk. "Coba deh lihat di pintu ada apaan!" titah Rain.
Bara pun menuruti kemauan Rain karena berpikir jika Rain butuh bantuan. Saat berdiri di depan pintu, Rain langsung mendorong tubuh laki-laki itu hingga terhuyung keluar. Dengan begitu Rain bisa menutup pintu dan menguncinya.
"Rain, buka! Kok di tutup sih!" protes Bara.
Laki-laki itu terus menggedor pintu rumah Rain. Seakan ingin mendobraknya sekarang juga.
"Kalau dia datang lagi jangan boleh masuk ya, Bi. Bilang Pak Slamet suruh usir!" titah Rain.
Bibi Marni yang bingung pun hanya bisa mengangguk saja. Menuruti perintah Rain untuk memberitahu kepada suaminya kalau suruh ngusir Bara.
"Gak! Saya nggak akan pergi sampai Rain keluar dari rumah," tolak Bara.
Dia akan berusaha apapun caranya agar Rain mau memaafkan dan kembali ke dalam pelukannya. Meski tidak semudah itu karena hati Rain sudah mati dan tatapan Rain kepadanya sudah berbeda. Bara tahu jika Rain sangat terluka tapi di sini Bara ingin menjelaskan kepada Rain yang selalu tidak mau mendengarnya sedikitpun.
"Nona meminta saya untuk mengusir anda, Tuan muda."
Bara mengeluarkan beberapa lembar uang dan memberikannya kepada Pak Slamet tapi laki-laki berusia empat puluh lima tahun itu menolaknya.
"Saya tidak menerima suap. Anda bisa mengganggu kenyamanan majikan saya. Mau pergi sekarang atau saya lapor polisi karena mengganggu kenyamanan orang lain!" ancam Pak Slamet.
Bara garuk-garuk kepala yang gatal. Mungkin banyak kutu atau ketombe. Dia milih pergi saja dan menunggu Rain di dalam mobil yang terparkir tidak jauh dari rumah Rain. Bara menatap sekitar dan matanya menatap pada rumah disebelah Rain yang rupanya digunakan untuk kost laki-laki.
"Aha ... Gue ngekost aja di situ!"
Bersambung....
Haiii Jangan lupa like dan komen yaaa biar Ala semakin semangat menulisnya.
Salam sayang dari Alaish Karenina 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Rusmini Rusmini
akhirnya ktmu jg yg seson 2 ini
/Heart//Heart/
2024-10-10
1
Noey Aprilia
Hai kk....
stlh skian lma mnghlang y,akhrnya nongol lg.....
D tnggu up'ny lg kk....smngttt....
2024-05-31
1