Pagi hari yang begitu cerah, terpancar sinar matahari berwarna keemasan. Meski langit barat masih sedikit gelap, namun Dimas dan Indah sudah siap dengan seragam ASN nya. Waktu itu pukul enam kosong empat, dimana para tetangganya masih sibuk memasak dan mengurus anak dan suami mereka masing masing, dengan backsound teriakan tetangga yang membangunkan anak dan suami merema, Dimas dan Indah menikmati sarapan mereka diatas meja makan. Sepertinya suasana pagi yang terdengar gaduh itu sudah biasa mereka dengar setiap harinya, terlihat dari mereka yang menikmati sarapan dengan santainya. Mereka tinggal di kawasan perumahan subsidi yang jarak antar rumah tetangga saling berdekatan, bahkan terbilang tak ada celah antara rumah satu dan rumah yang lain. Dengan santai dan tenangnga mereka menikmati sarapan, usai sarapan. Dimas menuju kamar untuk mengambil tas ranselnya, sementara indah membereskan perkakas makan yang usai mereka gunakan. Mencuci dan meletakkannya di sebuah rak piring.
"Yuk sayang kita berangkat, sudah setengah tuju takutnya telat" Kata Dimas yang sudah bersiap dan telah memakai sepatu.
"Mas tunggu didepan aja dulu, aku mau ambil tas" Jawab Indah sembari mengelap tangannya menggunakan lap tangan yang tergantung didekat wastafel.
"Ini yang kamu maksud?" Kata Dimas sambil mengangkat tas ransel kecil milik Indah.
"Loh, udah di ambilin toh? " Ujar indah tersenyum sembari menerima tas yang Dimas berikan padanya.
"Yuk kita keluar" Dimas mengulurkan lengannya hendak menggandeng Indah.
Indah menerima tangan Dimas dan menggandeng nya. Mereka keluar rumah menuju mobil yang terparkir didepan rumah mereka. Dimas mengunci pintu terlebih dahulu sebelum masuk kedalam mobil, usai mengunci pintu, dan telah memastikan bahwa pintu telah terkunci. Dimas masuk kedalam mobil, mobil mereka melakukan perlahan meninggalkan rumah. Saat didepan rumah tetangganya mereka menyapa tetangganya yang tengah berjemur sambil menunggu tukang sayur datang.
"Mari bu" Sapa Dimas dengan ramahnya.
"Oh ya pak silahkan" Jawab ibu ibu disanaa sama ramahnya.
Mobil Dimas melaju dan menambah kecepatan, ibu ibu yang tengah menunggu tukang sayur datang memandang body belakang mobil Dimas yang menjauh.
"Eh bu, pak Dimas sampai sekarang belum punya anak ya?" Tanya junilah salah satu tetangga Dimas yang agak jauh.
"Belum, kata mereka usia pernikahan mereka sudah dia tahun tapi belum juga dapat momongan" Jawab Ainun menanggapi.
"Kejar karier terus sih" Jawab ibu yang lain.
"Kasihan ya, padahal mereka terlihat nggak ada kurangnya. Mereka cantik dan tampan, pekerjaan mapan, rumah sudah ada. Sayang sekali belum ada momongan" Junilah menanggapi dengan opininya.
"Halah, udah nggak usah dibahas. Ujian orang itu beda beda. Daripada yang ekonominya pas pasan tapi punya anak tiap tahun, mending belum dikasih anak tapi ekonominya mapan" Jawab rohimah menanggapi dan menyudahi percakapan mereka.
Di dalam mobil yang melaju, Indah tampak tenang duduk disamping Dimas yang tengah mengemudi.
"Hari ini ada apel pagi, dan katanya akan ada informasi pegawai yang akan dimutasi ke sebuah daerah" Kata Dimas membuka percakapan.
"Di mutasi? Apa alasannya dimutasi, lalu siapa yang akan di mutasi ke daerah? " Tanya Indah pada Dimas.
"Kalau siapa yang dimutasi mas kurang tau sayang, tapi untuk mutasi ke daerah mananya, kalau nggak salah ada yang akan dimutasi ke kampung ibu. Di desa sumber waras, dan akan ditempatkan di kabupatennya" Kata Dimas menjawab.
"Heeemm, semoga saja kita nggak di mutasi ya, soalnya masih nyaman dinas disini" Kata Indah menyampaikan harapannya.
"Yah, kita lihat aja" Kata Dimas menanggapi.
Kurang dari enam puluh menit, Dimas dan Indah telah sampai di kantor. Mereka segera menempati ruangan mereka masing masing, indah masuk kedalam ruangannya yang berisi lima orang. Didalam sudah ada Hanifah yang datang duluan.
"Selamat pagi fa" Sapa Indah pada hanifah.
"Eh, pagi juga ndah. Sini sini buruan duduk, ada informasi hots dari kantor kita buruan" Hanifa dengan tak sabarnya menarik Indah dan mendudukkan indah pada kursinya.
"Ih apaan sih, santai dong" Rutuk Indah pada Hanifah.
"Nggak bisa santai, ini penting" Kata Hanifah.
"Kamu udah denger belum kalau staf di kantor ini banyak yang dimutasi ke kantor Kabupaten? " Kata Hanifah membukanya dengan pertanyaan.
"Tau dari mas Dimas, tapi nggak tau kalau bakalan banyak yang dimutasi. Emang kenapa sih kok dimutasi?" Tanya Indah penasaran.
"Kalau alasannya aku kurang tau, tapi yang jelas. Kamu dan Dimas termasuk pegawai yang akan dimutasi" Kata Hanifah memberi tau.
"Hah? Serius? " Indah terkaget mendengarnya, ada rasa sedih dalam hatinya.
"Aku sedih kalau kamu benar benar dimutasi ndah, nggak ada teman buat gibah lagi. Disini staf yang sebaya sama aku cuma kamu, yang lain udah pada tuir tuir" Kata Hanifah sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
"Huuufftt, aku sebenarnya juga belum siap untuk dimutasi. Karna pastinya harus beradaptasi lagi sama lingkungan baru dan orang orang baru, apalagi ini nggak jelas alasannya apa" Jawab Indah yang terlihat tak bersemangat.
Beberapa detik setelah Hanifah bercerita, pengumuman apel pagi pun terdengar, sehingga mereka berdua kini keluar ruangan dan menuju lapangan dan mengambil sikap barisan.
Indah melihat ke barisan yang Dimas berdiri di barisan paling depan, meskipun postur tubuh Dimas tinggi besar. Dimas selalu berdiri paling depan saat apel pagi berlangsung. Dimas secara tak sengaja memandang ke arah Indah, sehingga mata mereka saling bertemu pandang.
Pandangan mereka seakan saling merespon.
:apa?: sorot mata Dimas seakan bertanya.
:kita dimutasi: jawab Indah menggunakan gerak bibirnya.
Namun karna Dimas tidak mengerti apa yang Indah maksud, sehingga Dimas mengabaikannya. Karna tak direspon, Indah merasa kesal pada Dimas dan Indah mencebik kesal.
Apel pagi pun kini di mulai, pak gubernur yang menjadi pembina apel pada pagi itu. Ada beberapa yang pak gubernur sampaikan, dan salah satunya adalah informasi dan menyebutkan nama nama yang akan dipindah tugaskan ke kabupaten.
"Saya tidak bisa menyebutkan dengan detail apa alasan kalian saya pindahkan. Intinya, nama nama yang sudah saya sebutkan tadi telah melakukan pelanggaran berat. Sehingga saya tidak bisa memberikan toleransi lagi, saya harap keputusan ini diterima meskipun berat bagi kalian yang menerimanya" Ujar pak gubernur pada amanat apel pagi pada hari itu.
Wajah orang orang yang telah disebutkan namanya dan dipindah tugaskan tampak lesu dan tak bersemangat, termasuk Indah dan Dimas. Usai apel pagi, mereka semua kembali pada tugas mereka masing masing.
Setelah mendengar pernyataan jika dirinya dan istrinya dipindah tugaskan di desa, Dimas berusaha menerima akan kenyataan yang ia Terima. Ia kembali berkutat seperti biasanya didepan komputernya, Dimas berusaha untuk mengesampingkan tentang problem yang ia alami. Disaat ia tengah menyibukkan diri, tiba tiba pintu ruangannya terketuk dari luar. Dimas menoleh sejenak lalu beranjak dari tempat duduknya, lalu Dimas membukakan pintu. Agak kaget dimas, setelah tau bahwa yang telah mengetuk pintu itu adalah pak gubernur.
"Selamat pagi menjelang siang Pak dimas, boleh saya bicara sebentar dengan anda" Sapa pak gubernur dengan senyum kariernya.
Dimas seakan susah menelan salivanya, namun dimas berusaha untuk tetap tenang karna saat ini ada banyak staf yang berlaku lalang hendak menuju ruangan mereka masing masing.
"Silahkan pak" Dimas mempersilahkan pak gubernur untuk masuk kedalam ruangannya.
Pak gubernur masuk dan tanpa disuruh untuk duduk, pak gubernur duduk di kursi depan meja kerja dimas dengan menyilangkan kaki.
"Bagai mana pak Dimas, apakah anda siap untuk saya mutasi ke desa. Atau... " Pak gubernur menjeda perkataannya, sementara Dimas masih bergeming dibelakang pak gubernur.
"Atau anda mau saya batalkan mutasi itu, dan anda serta Bu Indah akan tetap bertugas disini, namun dengan syarat tutup mulut anda mengenai anggaran perbaikan jalan di daerah terpencil kala itu. Maka dengan satu jentikan jari, semua akan saya batalkan" Lanjut pak gubernur berkata.
Sebenarnya jantung Dimas telah berdegup kencang, pasalnya Dimas juga pernah mendapat ancaman dari pak gubernur kalau Dimas nekat melaporkan pejabat daerah itu ke pihak yang berwenang, maka bukan hanya di mutasi, namun bisa juga dimutilasi. Dan Dimas pun tau, kalau atasannya adalah orang yang sangat arogan serta nekat dalam bertindak. Namun Dimas juga tak mau, di cap sebagai pegawai yang kotor, bekerja tanpa kejujuran. Dimas juga telah berjanji pada ibunya, bahwa ia akan menjadi seorang ASN yang amanat.
"Maaf Pak, saya akan Terima kalau saya dan istri saya di pindah tugaskan. Untuk kasus bapak, tenang saja itu akan menjadi urusan bapak dengan Tuhan. Tapi jika suatu saat nanti bapak ketahuan oleh pihak yang berwajib, anggap saja itu sebagai imbas dari perbuatan bapak" Kata Dimas menolak tawaran pak gubernur dengan tegas.
Deg...
Jantung pak gubernur seakan berhenti sejenak, hawa panas dalam tubuhnya tiba tiba menjalar dari ujung kaki sampai ujung kepala. Amarah mulai menguasai dirinya, namun pak gubernur berusaha menahanya dan menahan diri agar tidak menghakimi Dimas ditempat. Karna konsekuensinya akan berimbas pada citranya sebagai gubernur.
"Ingat pak Dimas, saya tidak akan tinggal diam jika ada masalah dengan saya, sebelum masa jabatan saya berakhir. Anda yang akan saya cari pertama kali" Pak gubernur mencengkram kerah baju Dimas dengan mengancamnya, namun pak gubernur merapihkan nya kembali setelah melepaskannya.
Pukul tiga sore, Dimas dan Indah sudah sampai rumah. Mereka berdua menjatuhkan diri duduk pada sofa secara bersamaan. Karna mereka sama sama lelah, selain kepikiran dengan persoalan dalam pekerjaan mereka. Mereka berdua juga kepikiran tentang alasan mereka yang dimutasi tanpa tau apa penyebabnya.
"Mas, aku masih bingung. Kita dipindah tuga tapi alasannya nggak jelas, kayaknya ada sesuatu yang di rahasiakan deh" Kata Indah membuka percakapan.
"Kalau alasannya nggak bisa disebutkan memang nggak wajar, tapi ada banyak yang di pindah tugaskan. Mau curiga, tapi banyak yang di mutasi bukan cuma kita aja. Udah nggak usah overthinking, mending kita Terima aja keputusan yang sudah diputuskan. Mau protes kita hanya bawahan" Kata Dimas menanggapi, namun mata Dimas ter pejam dan kepalanya bersandar pada baju Indah.
Indah melirik sekilas pada suaminya, dan ia berusaha untuk positif thinking. Indah terheran heran dengan suaminya, seseorang yang sabar dan pasrah menerima apapun kenyataan yang ia Terima. Ada rasa bersyukur, namun ada rasa heran karna sikap suaminya itu.
"Ya sudah, buruan mandi. Terus bikinin makanan ya, aku laper. Biar aku yang cuci banyunya" Kata Dimas mengangkat kepalanya dari pundak sang istri.
Indah hanya mengangguk lalu ia beranjak lebih dulu, ia mengganti pakaiannya terlebih dahulu. Lalu Indah menuju dapur untuk membuatkan makanan untuk suaminya, sementara Dimas berada ditempat cucian. Mencuci pakaian kotor yang sudah dua hari belum sempat ia cuci, serta mencuci seragam yang tadi pagi mereka pakai. Usai melakukan aktivitas mereka masing masing, Dimas dan Indah juga telah mandi. Mereka kemudian makan malam bersama, Indah memaksakan makanan kesukaan suaminya. Ya itu cah kangkung, dengan lauk tempe goreng dan berbagai macam gorengan.
"Ini makanan terfavorit, enak sekali. Terimakasih sayang" Kata Dimas memuji masakan sang istri setelah menyuapkan suapan terakhir ke dalam mulutnya.
"Halah, gombal" Jawab Indah seraya menepuk lengan sang suami seraya mengambil dan membereskan piring kotor yang ada diatas meja.
"Loh aku serius, ini makanan paling enak" Jawab Dimas seraya membututi Indah dari belakangnya.
"Udah, nggak usah sok sok muji muji begitu, mendingan bantuin cuci piring" Kata Indah sambil menghidupkan keran di wastafel.
"Wetetetet. Kalau soal cuci piring aku angkat tangan" Dimas mengangkat tangan lalu melangkah mundur.
"Nggak bisa, cepet bantuin" Indah berbalik badan hendak memanggil dan menyuruh Dimas untu mencuci piring, namun Dimas sudah keburu pergi duluan.
"Hemm dasar mas Dimas, paling susah kalau dimintain tolong cuci piring" Gumam Indah sambil geleng geleng kepala.
Lalu Indah melanjutkan dan menyelesaikan mencuci piring. Usai mencuci piring, Indah menghampiri suaminya di kamar. Indah pikir kalau suaminya berada di kamar, namun dikamar tidak ada disana.
"Lah kemana dia, kok di kamar nggak ada" Indah celingak celinguk menelisik ke sudut kamar, namun tetap tak ia temukan.
"Kemana dia" Gumam Indah lagi. Bersamaan itu Indah mendengar suara suaminya yang tengah menyapa seseorang didepan rumah.
"Iya nih pak, baru pulang. Bapak dari mana? " Tanya Dimas pada bapak bapak yang ia sapa.
Dari arah belakang Dimas, Indah keluar dari dalam rumah hendak menghampiri Dimas.
"Eh, bu" Kata bapak bapak yang juga menyapa Indah sembari menganggukan kepala dengan ramahnya.
"Iya Pak, dari mana? " Indah juga membalas sapaan bapak itu.
"Enggak ini tadi kebetulan lewat aja, eh pak Dimas lagi nyaranin tanaman" Jawab bapak itu.
Dimas dan Indah tersenyum, mereka berasa basi sejenak. Lalu bapak bapak itu berpamitan untuk melanjutkan perjalanannya.
Karna waktu telah menjelang maghrib, Dimas dan Indah masuk kedalam rumah. Menghidupkan semua lampu, Dimas mengambil wudhu dan hendak berangkat ke masjid untuk melaksanakan sholat maghrib berjama'ah di masjid.
Dari belakang Dimas, Indah tersenyum licik menunggu suaminya selesai berwudhu. Dimas membalikkan badan seusai berwudhu, Indah menatap Dimas dengan menaik turunkan alisnya sambil tersenyum jahil.
"Ngapain kamu senyum senyum begitu?" Tanya Dimas curiga.
"Nggak papa, emang nggak boleh senyum? Bukannya senyum itu ibadah?" Tanya di Indah sambil perlahan mendekati Dimas.
"Nggak usah aneh aneh kamu, ngapain deket deket. Sana sana, nanti kita sentuhan wudhu aku bisa batal" Usir Dimas sambil menahan tawa dan menciprati Indah menggunakan sisa air di tangannya.
"Bercanda dulu kali"
"Nggak ada bercanda bercanda, nanti aku telat ke masjid"
"Nggak sholat di masjid kan bisa sholat di rumah"
Indah terus menggoda Dimas sambil menatap dengan tatapan jahil, Dimas menghindar agar tidak bersentuhan dengan istrinya. Tawa tak bisa lagi mereka tahan, gema tawa mereka terdengar di tempat wudhu dalam rumah mereka.
"Pak Dimas, ayo kita kemasjid" Kata pak lurah mengajak Dimas dengan berteriak didepan rumah Dimas.
Seketika tawa mereka terhenti, dan Dimas memanfaatkan kediaman Indah untuk kabur.
"Aku sudah ditunggu pak lurah, aku berangkat ya sayang. Asalammualaikum" Terburu buru Dimas melangkah keluar rumah meninggalkan Indah.
"Yah kabur, Walaikumsalam" Jawab Indah sambil memandangi punggung Dimas yang menjauh.
Indah kemudian mengambil air wudhu dan bersiap untuk melaksanakan sholat maghrib.
Di perjalanan menuju masjid pak lurah dan Dimas sambil mengobrol ringan.
"Oh ya pak Dimas, besok malam ada acara pengajian di masjid. Nanti pak Dimas ikut pembentukan panitia ya, ba'da maghrib nanti jangan langsung pulang" Kata pak lurah pada Dimas.
"Oh, saya juga jadi panitia nantinya pak? " Tanya Dimas.
"Loh iya, sebagian warga kita jadikan panitia, dan bapak saya daftarkan jadi panitia" Kata pak lurah pada Dimas.
Karna jarak antara rumah dan masjid tidak terlalu jauh, mereka telah sampai di masjid. Sampai di masjid mereka duduk menunggu iqomah. Di rumah usai melaksanakan sholat maghrib Indah duduk di sofa sambil menonton televisi seraya menunggu Dimas pulang. Lama menunggu Dimas pulang, Indah menelfon sang ibu untu sekedar mengobrol dan berkabar.
"Halo bu, lagi apa? " Indah menyapa sang ibu saat sambungan telfon terhubung.
"Lagi santai nih, kamu lagi ngapain" Tanya sang ibu balik.
"Lagi santai juga, sambil nungguin mas Dimas pulang"
"Memang Dimas kemana?"
"Mas Dimas lagi ke masjid, nggak tau nih, udah lewat waktu maghrib. Bahkan menjelang isya, tapi dia belum juga pulang"
"Mungkin dia sekalian sholat isya"
"Tapi dia nggak biasanya kayak gini, tapi ya bener juga apa yang ibu bilang, mungkin dia nunggu isya sekalian"
"Oh ya bu, Indah juga mau kasih kabar ke ibu. Rumah yang di sini niat Indah, mau Indah jual aja. Karna Indah juga bakal pindah tugas ke desa sumber waras" Indah memberi tau.
"Jadi kamu mau pulang kampung nak?"
"Iya, tapi masih bulan depan bu"
"Ya sudah, tinggal sama ibu dan bapak aja" Kata ibu Indah menawarkan.
"Indah nggak bisa mutusin keputusan sekarang, Indah harus ngobrol dulu sama mas Dimas" Jawab Indah menanggapi tawaran sang ibu.
"Oh ya sudah, harus dipikir secara matang ya" Kata sang ibu.
"Iya ma, ya udah. Besok lagi ngobrolnya, udah masuk waktu isya, indah mau siap siap sholat dulu" Pamit Indah sebelum mengakhiri telfonnya.
Usai melaksanakan sholat iya, Indah kembali duduk di sofa ruang tamu. Ia sedikit gelisah, karna waktu isya sudah lewat sangat lama namun Dimas belum juga kembali ke rumah.
"Mas Dimas kemana sih, kok belum pulang juga" Gumam Indah sambil melirik jam di dinding.
Baru berniat hendak menelfon, Indah melihat ponsel suaminya berada di meja dengan miliknya.
"Duh, mau di telfon tapi mana mungkin dia kemasjid bawa ponsel" Gumam Indah lagi.
Dengan perasaan yang gelisah, Indah keluar ke depan teras. Berharap Dimas akan segera pulang, rasa cemas begitu menguasai hatinya. Tiga puluh menit Indah mondar mandir didepan teras sendirian, ada tetangganya kebetulan lewat didepan rumahnya hendak ke warung.
"Eh bu Indah, sedang apa? Kok tumben malam malam begini ada diteras sendirian? " Sapa tetangganya berasa basi.
"Eh iya bu, ini saya lagi nungguin mas Dimas, dari masjid. Kok dari maghrib sampai isya pun sudah lewat tapi belum pulang juga, saya khawatir bu" Jawab Indah.
"Ya ampun, emang pasutri muda lagi bucin bucin nya ya. Nggak bakal ilang kok bu, tadi katanya di masjid ada acara rembukan pembentukan panitia, karna ada acara pengajian untuk besok. Dan saya dengar katanya mau ngundang habib" Jelas tetangganya.
"Oh begitu ya bu, suami ibu juga ikut kumpulan?" Tanya Indah.
"Iya, sampai sekarang suami saya juga belum pulang"
Mendengar pernyataan dari tetangganya itu, Indah agak lebih tenang. Walaupun masih ada perasaan gelisah di hatinya, setelah itu Indah kembali masuk ke dalam rumah. Memutuskan untuk menunggu Dimas didalam rumah, sekitar pukul sepuluh malam, Dimas baru tiba di rumah.
"Sayang, bukain pintunya" Panggil Dimas seraya mengetuk pintu.
Indah bergegas membukakan pintu untuk Dimas, didepan pintu Dimas menunggu Indah membukakan pintu. Dan saat pintu terbuka dan menampakan wajah sang istri yang terlihat cemberut, terkaget Dimas dibuatnya.
"Waduh, nyai ratu kayaknya marah ini" Gumam Dimas dalam hati menyadari kalau istrinya marah padanya, melihat dari raut wajah Indah, Dimas sudah mampu menebak.
"Sayang, kamu belum tidur ternyata" Kata Dimas seraya menyengir kuda dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Gimana aku bisa tidur kalau kamu aja belum pulang kamu itu kemana ke masjid dari maghrib sampai ba'da isya belum juga pulang mana nggak ngomong lagi kalok pulang telat" Oceh Indah dengan nada yang sangat cepat tanpa titik koma.
"Waduh, ngomel nya kenceng banget. Ekspedisi ekspres pun kalah cepat dengan omelan nya" Gumam Dimas namun Indah mampu mendengarnya.
"Apa kamu bilang mas?"
"Oh enggak sayang, kamu cantik banget. Aku bilang gitu tadi"
"Kamu pikir aku nggak denger?"
"Aaaaduh sayang, sakit ampun ampun" Dimas memekik dan meringis kesakitan saat Indah mencubit perutnya.
"Nggak ada kata ampun, kamu itu udah punya istri, jadi kemana mana harus ngomong sama istri kamu. Jadi aku nggak kepikiran kayak gini, kamu nggak tau kan gimana cemasnya aku nunggu kamu pulang tapi kamu nggak pulang pulang, malah kayak bang Toyib aja" Omel Indah meluapkan rasa kesalnya pada suaminya.
"Heeeemmmm, baru ditinggal ke masjid aja kangen. Gimana kalok ditinggal nikah lagi" Celetuk Dimas menggoda Indah.
"Apa? Nikah lagi?, kamu mau macam macam sama aku? " Indah memelototi Dimas, namun bukannya takut dipelototi istrinya. Dimas malah tertawa dan meledek istrinya.
"Hahaha, ampun sayang. Bercanda deh suwer" Kata Dimas sambil berlari menuju kamar.
"Dasar, sini kamu. Bakal aku kasih pelajaran kalau kamu mau nikah lagi" Indah menutup pintu dan menguncinya, lalu Indah meraih bantal di sofa dan melemparkannya kearah suaminya.
"Aduh" Tanpa bidikan yang akurat, Indah hanya asal asalam melempar bantal itu namun sukses mengenai kepala sang suami.
"Rasain, mau macam macam sih sama aku"
Alhasil mereka bergurau dengan saling kecar layaknya anak kecil yang bermain didalam rumah. Gelak tawa menggema didalam rumah, mereka menikmati candaan itu meskipun nafas mereka tersengal sengal karna berlarian. Sampai mereka merasa lelah dan sama sama menjatuhkan diri diatas ranjang.
"Awas aja ya kalau kamu benar benar berniat mau memadu aku, ku potong milikmu sampai ke akarnya" Kata Indah mengancam Dimas.
"Waduh, jangan dong. Aku kan cuma bercanda, kalok dipotong sampai akarnya nanti kita nggak punya baby gimana" Kata Dimas menatap Indah dengan perasaan takut.
"Ya kan aku bilang, makanya jangan macam macam. Aku nggak main main" Kata Indah menyentil kening Dimas.
"Aduh" Dimas menggosong keningnya yang disentil oleh Indah.
"Tapi kalok kita main sekarang boleh?" Dimas bangun terduduk menatap Indah sambil menaik turunkan alisnya menggoda Indah.
"Waduh, singanya mulai lapar. Haaaaa" Tanpa basa basi Dimas langsung mengungkung istrinya. Dan lampu mati Otomatis, entah apa yang Dimas lakuka pada Indah pada saat itu.
Malam yang kian larut telah mereka lewati dengan tidurnya yang lelap. Suasana malam yang tenang telah mereka lewati dengan suka cita, dengkuran kecil terdengar dari wanita berparas cantik berusia dua puluh sembilan tahun, meskipun rambutnya acak acakan bagai singa yang baru terbangun dari tidurnya. Namun aura kecantikkan nya tak mampu dikalahkan, dan laki laki yang terkulai disampingnya juga nampak damai dalam tidurnya. Laki laki berusia tiga puluh tahun dan berparas tampan, bertubuh atletis dengan perawakan tinggi dan berkulit putih. Pada pukul enam pagi mereka belum juga terbangun, baru terbangun saat mendengar suara alarm yang berbunyi.
Krrriiiiiinnnggg......
Indah dan Dimas berjingkrak kaget saat sama sama mendengar suara alarm. Dimas mengusap pipi dekat mulutnya, mengucek matanya dan mematikan alarm. Akan tetapi keterkejutan mereka belum usai disana, Dimas kembali kalang kabut saat melihat jam telah menunjukan pukul enam pagi.
"Haaaa, sayang bangun. Kita kesiangan" Dimas buru buru menyebabkan selimut dan beringsit turun dari ranjang.
Indah pun sama kalang kabutnya ia terbangun, Dimas dan Indah sama sama berlari menuju kamar mandi hendak mandi. Namun mereka malah saling berebut untuk masuk kedalam kamar mandi.
"Aku dulu" Kata Dimas hendak masuk.
"Nggak bisa aku dulu" Balas Indah tetap tak mau kalah.
Mereka saling dorong dorongan ingin masuk kedalam kamar mandi. Namun tiba tiba mereka saling terdiam dan memindai satu sama lain, sampai mereka tertawa berjamaah diambang pintu kamar mandi. Mereka baru menyadari bahwa tak ada sehelai benang pun menutupi tubuh mereka. Mereka teringat, apa yang terjadi sebelumnya.
"Udah, nggak usah ketawa terus. Ini kita bisa telat kalok rebutan begini" Kata Dimas menghentikan tawanya.
"Ya terus gimana, kamu nggak mau ngalah" Kata Indah.
"Kita ambil jalan tengah" Kata Dimas sambil menaik turunkan alisnya.
"Gaaasss" Jawab Seakan tau maksud sang suami padanya.
Mereka usai mandi langsung memakai seragam kerjanya, karna sudah hampir terlambat dan tak sempat membuatkan sarapan. Indah dan Dimas memutuskan untuk sarapan di kantin kantor saja, dengan terburu buru Indah dan Dimas berangkat bersama.
Sampai di kantor, Dimas dan Indah mengisi daftar absensi terlebih dahulu menggunakan mesin absen digital.
"Wuiiih, tumben kamu berangkat mepet waktu begini, biasanya paling g on time. Bahkan beberapa menit sebelumnya udah dateng duluan" Kata Romi teman satu kantor Dimas sambil merangkul Dimas dengan friendly nya.
"Aku kesiangan bangunnya, bahkan aku juga belum sempat sarapan" Kata Dimas menjawab.
"Lah kok bisa?" Tanya Romi kaget.
"Udah lah, nggak. Usah kepo terlalu dalam, makanya nikah biar tau" Kata Dimas melepaskan rangkulan Romi.
"Apa hubungannya jamal? " Tutuk Romi sambil memandang punggung Dimas yang menjauh menuju ruangannya.
"Coba dipikir apa hubungannya, kalok udah tau. Silahkan kirim jawabannya secepatnya" Kata Dimas seraya tertawa kearah Romi.
"Dih, apaan sih. Malah kayak kuis aja" Romi tak mengerti apa yang Dimas maksud.
Sementara itu, Indah didalam ruangannya menjatuhkan diri terduduk pada kursinya, melihat Indah tak biasa duduk grusah grusuh seperti itu. Hanifah langsung menegur Indah.
"Kenapa sih, tumben amat duduknya nggak bisa santai" Kata Hanifah menegur.
"Capek banget rasanya" Jawab Indah.
"Apaan? , kerja aja belum baru juga dateng"
"Iya, tapi ini capeknya beda. Badanku pegel pegel, rasanya kayak remuk" Jawab indah sambil memelengkan kepalanya ke kanan dan kekiri seperti gerakan meregangkan otot.
Hanifa yang baru paham, langsung membulatkan bibirnya seakan menyebut huruf O, lalu menutup mulutnya dan mengulum senyum.
"Nggak papa, biar cepet positif. Siapa tau langsung dapat twins" Kata Hanifah menanggapi.
"Tau apa kamu soal cepat positif, emang kamu tau apa yang aku lakuin"
"Ya elah Indah Indah, aku bukan anak kecil. Umur kita nggak jauh beda. Mana mungkin aku nggak tau"
"Hah? Jangan jangan kamu suka nontonin flm ono ya?"
"Hus, sembarangan. Ya enggak lah"
Hanifah terus menggoda Indah, sampai Indah pipinya berwarna merah karna menahan malu.
"Udah, kamu itu belum nikah, nggak usah penasaran. Nikah makanya biar tau"
"Halah, jurus andalannya nyuruh orang nikah, gimana mau nikah. Pacar aja nggak punya"
"Loh Romi nggak kamu akui sebagai pacar"
"Dih sembarangan, mana mungkin aku pacaran sama Romi. Bujang absurd kayak gitu bukan tipe saya mbiaaak"
"Loh, jodoh mana ada yang tau, siapa tau kalian jodoh. Romi kan udah usaha mau deketin kamu"
"Dia cuma caper, udah ah kerja lagi" Ucap Hanifah yang malah kesal sendiri.
"Idih, ngegodain orang giliran digodain ngambek" Indah menel pipi Hanifa sambil tertawa.
"Siapa yang ngambek, udah kerja kerja" Kata Hanifah menyingkap tangan Indah dari pipinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!