3. Tuan Tunanetra

Ezar fokus pada kemudinya. Ia baru saja akan kembali ke kantor setelah meninjau lokasi pembangunan proyek terbarunya di dekat pantai. Padahal hari sudah mulai sore namun Ezar belum makan apa pun sejak pulang dari luar kota tadi. Tapi Ezar tidak ada waktu untuk mengisi perutnya sejenak dan tetap harus kembali ke kantor saat ini juga karena ada beberapa berkas penting yang harus Ezar tinjau lebih lanjut. Akhir-akhir ini Ezar benar-benar tidak boleh lengah sedikit pun. Ezar tidak ingin proyek yang tengah dibangunnya gagal ditengah jalan hanya karena kelalaian Ezar.

Ponsel Ezar pun tiba-tiba berdering menandakan panggilan masuk. Ezar langsung mengangkatnya tanpa melihat siapa yang meneleponnya. Sebisa mungkin Ezar menyetir dengan fokus walau satu tangannya ia gunakan untuk memegang ponsel.

"Halo."

"Ezar, kau di mana?"

Ezar menjauhkan sebentar layar ponselnya untuk melihat nama pemanggil.

"Mama," gumam Ezar. Kemudian Ezar kembali menempelkan layar ponsel ke telinganya. "Ada apa, Ma?"

"Jadi kapan kau akan membawa menantu Mama ke rumah, Ezar?"

Ezar menghela napas kasar. sudah ia duga, mamanya menelepon hanya untuk membahas pernikahannya. seharusnya tadi Ezar tidak perlu menjawab telepon dari mamanya. Saat ini Ezar sedang banyak beban pikiran karena pekerjaan di kantor menumpuk ditambah lagi orang tuanya yang baru pulang dari tugas di Inggris sudah menagih calon istri Ezar bahkan juga berniat menikahkan Ezar dalam waktu dekat.

Oh, ayolah kawan. Ezar tidak pernah dekat dengan wanita mana pun. Ezar lebih memilih menghabiskan waktunya di kantor daripada keluar bersenang-senang dengan wanita. Ya, itu prinsip hidupnya sejak lama. Pekerjaan lebih penting.

Ezar memijit pelipisnya. Ia mulai pusing dengan mamanya yang rewel soal pernikahan.

"Ma, aku sedang fokus menyetir sebaiknya kita bicarakan hal itu lain waktu," tukasnya.

"Lain waktu bagaimana Ezar.. Mama dan papa sudah tidak sabar ingin menggendong seorang cucu. Kau anak satu-satunya harapan kami, kau juga sudah dewasa, sudah cukup untuk menikah."

Ezar kembali menghela napas lalu menepikan mobilnya sebentar. Ezar tidak mau mengambil resiko menyetir dengan kepalanya yang pusing mendengar ocehan mamanya. Kalau sudah begini mungkin tidak ada cara lain selain mengiyakan ucapan mamanya agak pembicaraan ini cepat selesai.

"Baiklah, Ma, nanti lagi ya sekarang Ezar harus kembali ke kantor secepatnya."

Ezar mendengar suara helaan napas di seberang sana.

"Memangnya tidak ada gadis yang sudah kau tiduri? kau sudah dewasa pasti kau sering bermain dengan gadis-gadis di hotel kan? coba bawa gadis yang kau tiduri ke rumah."

UHUK

Ezar tersedak ludahnya sendiri. Rasanya sangat terkejut. Bagaimana bisa mamanya berbicara sefrontal itu padanya? Dan apakah Ezar baru saja dituding sebagai pria hidung belang atau sugar daddy oleh mamanya sendiri?

"Ma, walau pun melajang Ezar masih menjadi bujangan yang terhormat dan suci. Tolong jangan katakan yang macam-macam!" tegas Ezar dengan kesal.

"Jika tidak ada satu pun gadis yang kau bawa ke rumah besok Mama akan menikahkanmu dengan gadis pilihan Mama. Mama tutup ya teleponnya."

Ezar langsung melempar ponselnya ke kursi penumpang dengan asal begitu sambungan telepon terputus. Sungguh Ezar sangat lelah dengan keinginan orang tuanya. Tidakkah mereka mengerti dengan pekerjaan Ezar?  Dan.. bagaimana bisa Ezar menikah dengan wanita asing pilihan mamanya? Itu gila! Tidak pernah terpikirkan oleh Ezar sebelumnya jika dirinya sendiri akan dijodohkan.

Baiklah. Ezar tidak mau perjodohan. Setelah dipaksa untuk menikah sekarang Ezar bahkan tidak diberi waktu untuk mencari dan memilih sendiri pasangannya. Apakah Ezar harus mencari seorang gadis hari ini juga? Kalau pun Ezar menemukan gadis cantik sesuai tipenya, belum tentu gadis itu mau ketika Ezar mengajaknya menikah saat itu juga.

Ezar jadi frustasi sendiri. Daripada menikah dengan pilihan mamanya yang belum tentu termasuk tipe Ezar, bukankah lebih baik Ezar mencari sendiri gadis yang sekiranya membuat Ezar tertarik?

Mungkin Ezar harus mencarinya hari ini juga.

Tapi ke mana dan di mana?

Ezar membuka sedikit kaca jendelanya untuk menghirup udara luar lalu memejamkan matanya sejenak. Banyak beban di pikirannya sekarang. Ezar butuh menenangkan diri sebelum kembali bekerja dan berusaha mencari calon istri pilihannya sendiri.

"Tuan, kumohon jadilah suamiku."

Kening Ezar berkerut samar. Matanya masih tertutup. Mungkinkah ia berharap ada seorang gadis yang mengatakan kalimat itu kepadanya sampai-sampai dirinya harus terbawa halusinasi suara? Itu gila.

"Jadilah suamiku ya? Kumohon."

Ezar langsung membuka matanya detik itu juga. Ternyata itu bukanlah bayangan halusinasinya tapi memang benar ada seseorang di luar sana yang mengatakan kalimat itu secara langsung dan terdengar oleh Ezar.

Di balik kacamata hitamnya Ezar bisa melihat seorang gadis memakai kaos putih kebesaran dan hotpants yang menampilkan setengah paha mulusnya itu berdiri di trotoar sambil berbicara pada orang-orang yang lewat. Gadis itu tidak sekedar berbicara, ia menawarkan dirinya sendiri kepada setiap laki-laki yang lewat.

Ezar pun kembali menurunkan kaca mobilnya lebar-lebar lalu menajamkan pendengarannya. Ia penasaran apa yang dilakukan gadis gila itu disekitar Mall milik Ezar. Jadi maksudnya gadis itu sedang menawarkan dirinya ke orang-orang?

"Tuan, jadilah suamiku. Aku akan memuaskan mu sebagai seorang istri." Gadis itu memohon pada seorang pria yang lewat di hadapannya.

"Ck. Kalau mau memuaskan orang pergi saja ke club malam. Dasar gadis gila!"

Pria itu malah menolak dengan cara kasar lalu mendorong gadis itu hingga terjungkal. Ezar meremat rambutnya. Bisa-bisanya ada pria sekasar itu kepada gadis yang baru ia temui dijalan. Entah kenapa mendengar seorang pria memaki seorang gadis hatinya terasa panas. Rasanya tidak pantas seorang gadis dimaki-maki bukanya dihormati. Walau Ezar melajang dan tidak pernah tertarik dekat dengan wanita, Ezar masih punya etika terhadap perempuan. Ezar langsung memperhatikan ekspresi gadis itu yang langsung berubah menjadi murung.

Tapi tak berapa lama kemudian gadis itu bangkit dan malah memaki balik pria tadi. Sepertinya ada rasa kesal dan emosi yang ingin meledak. Setidaknya itulah yang bisa disimpulkan oleh Ezar.

"Kau yang gila, Tuan! Kau tidak tahu bagaimana nasib hidupku! Aku sedang mati-matian mencari suami tau!" Teriak gadis itu yang semakin mengundang perhatian orang-orang.

Jadi gadis itu sedang mencari seorang suami?

Ezar menghela nafas. Hah.. apa lagi ini? Kenapa wanita sangat obsesi sekali terhadap sebuah pernikahan? Bahkan mama Ezar sendiri sangat terobsesi ingin Ezar segera menikah. Dan sekarang lihatlah gadis itu bahkan rela mengorbankan harga dirinya demi bisa menikah. Sebenarnya apa yang disukai wanita tentang pernikahan? Ezar tidak mengerti hal itu.

Tapi Ezar malah tertarik untuk turun dari mobil dan mendekati gadis itu.

...* * *...

Embun menghela napas kasar kemudian mendongak ke atas untuk menatap langit. Hari sudah mulai gelap dan ia belum mendapatkan satu pun pria yang mau menjadi suaminya. Embun sudah lelah berdiri di sekitar mall besar dan mewah yang ada di pusat kota hanya untuk mencari pria kaya yang mau menjadi suaminya. Target Embun adalah mencari pria kaya raya yang dapat dan mau melunasi hutang-hutangnya.

Namun yang Embun dapat seharian ini hanyalah makian orang-orang. Mungkin saat ini pria-pria yang tadi bertemu Embun sedang membicarakan Embun sebagai gadis gila. Tak apa, mereka tidak tahu bagaimana nasib kehidupan Embun yang sebenarnya dan mungkin Embun memang harus segera menyerahkan tubuhnya pada preman itu besok. Embun pasrah. Mencari suami tentunya tidak semudah itu. Embun sudah ingin menyerah.

Embun pun menguncir rambutnya dengan asal dan berantakan hanya untuk mengurangi rasa gerah. Tubuhnya sudah berkeringat dan penampilannya sudah berantakan. Lantas siapa yang mau meliriknya jika penampilannya sudah tidak segar lagi.

Tiba-tiba seseorang menepuk bahu Embun dari belakang. Embun langsung berbalik badan untuk melihat siapa yang berani menepuk bahunya. Mungkin saja salah satu pria kaya mendatanginya tapi seketika raut wajah Embun langsung berubah masam. Kenyataan memang tak pernah sesuai dengan ekspektasi. Tangannya pun terkepal melihat sosok lelaki cupu berkacamata dan berkerah atas berdiri di hadapannya dengan tubuh gemetar seperti orang yang sedang gugup.

"Apa?!" tanya Embun sedikit membentak.

"K-Kau sedang mencari seorang suami bukan?" tanya pria itu dengan gugup. Suaranya sampai ikut bergetar.

Berhadapan dengan gadis secantik Embun tentunya membuat pria itu gugup.

"Ya. Apa masalahmu? Apa kau akan mengatakan aku gila seperti orang-orang?"

"Bukan. A-Aku bersedia menjadi suamimu."

Embun sempat terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya berdecak.

"Ck! Aku mencari suami yang kaya raya dan tampan. Maaf tapi kau tidak termasuk ke dalam tipe yang aku cari, Tuan. Kau bahkan jauh dari kata tampan dan aku juga tidak yakin dengan isi dompetmu," tukas Embun dengan sinis.

Pria itu terperanjat dan langsung pergi setelah Embun menolaknya mentah-mentah. Tentunya pria itu merasa sangat malu karena Embun seperti sudah mempermalukannya. 

"Apa ku mencari suami sepertiku, Nona?"

Suara bariton membuat Embun kembali menoleh ke belakang. Kali ini seorang pria berkacamata hitam dan berjas rapi. Embun mendengus.

"Tidakkah ada pria normal yang aku incar mendatangiku? Tadi pria jelek dan miskin sekarang malah pria buta yang datang." Embun menggerutu sendiri.

Setelah mengabaikan pria berkacamata itu selama beberapa saat, Embun pun kembali melirik pria itu.

"Lupakanlah, Tuan tunanetra. Aku tidak tertarik pada pria buta yang bahkan tidak dapat melihat nominal uang sepertimu. Kau hanya akan menyusahkanku," desis gadis itu.

Embun bergegas pergi meninggalkan Ezar yang tertawa entah karena apa. Embun semakin yakin jika pria itu benar-benar gila. Namun Ezar tiba-tiba maju dan menghadang jalannya. Ezar pun langsung membuka kacamata hitamnya sehingga memperlihatkan bagaimana karisma yang tersembunyi di balik kacamata hitam tadi. Embun sampai menahan napasnya melihat mata tajam yang penuh kuasa itu.

Apakah pria ini benar-benar buta?

"Aku tidak buta, Nona gila!" desis Ezar dengan sarkas.

Embun mengerjap. "Apa katamu?!"

"Ya, bukankah orang-orang mengataimu gila? Ternyata kau memang benar-benar gila. Memaki orang seenaknya. Bagaimana jika aku benar-benar orang buta yang kau maksud? Aku pasti akan sangat sakit hati." Ezar menyentuh dada kirinya.

"Hei!"

"Kau mencari suami kaya tapi kau sendiri berkata seenaknya pada orang asing. Apa kau berpikir akan ada pria yang mau menerimamu jika dirimu saja seperti itu?"

Embun hanya diam sambil fokus mengamati penampilan Ezar. Tampaknya pria di depannya ini seorang kaya raya. Matanya menelisik penampilan Ezar dari atas ke bawah. Berjas, berpakaian kantoran, dan sangat berkarisma. Jangan lupakan wajahnya yang tampan dan terlihat jelas berdarah campuran luar. Apakah ada pria buta seperti ini? Oke. Sepertinya Embun baru saja mengalami suatu kebodohan. Rasanya Embun tidak berani lagi mengeluarkan kata-kata untuk menilai pria di depannya dengan cepat.

Tampan dan kaya raya. Sosok suami yang dicari Embun.

Lalu haruskah Embun meminta pria itu menjadi suaminya? Tapi Embun merasa malu karena sudah menuduh lelaki itu buta. Ayolah, Embun. Kau baru saja mengatai orang kaya itu buta. Rasa penyesalan memang selalu datang di akhir.

"Kenapa melamun? Sedang menyesali perkataanmu ya?" sahut Ezar.

"A-Apa? Tidak."

"Matamu tak berhenti mengamati semua yang ada padaku ini."

Lalu Ezar balas mengamati penampilan Embun. Keningnya mengerut samar. Tiba-tiba tangan Ezar menarik ikat rambut Embun tanpa izin. Rambut Embun pun langsung tergerai bebas dan berantakan. Ah, Ezar sudah salah langkah sepertinya. Ezar berharap dapat melihat Embun mengibaskan rambutnya yang halus seperti di iklan shampo.

"Tuan, kau-"

"Kau pikir akan ada orang yang tertarik menikah denganmu jika pakaianmu seperti itu? Kau bahkan tidak cukup pandai berdandan," ujar Ezar sambil sedikit meledek.

"Apa? Tapi ini pakaian yang nyaman untukku dan memang seperti ini penampilanku." 

"Kau terlihat seperti gadis tomboy. Meski wajahnya memang sedikit menarik, tapi siapa yang mau menikahi gadis tomboy? Bahkan kau terlalu terlihat sederhana." Ezar tertawa kecil.

"Tapi tidak perlu melepas ikat rambutku juga kan?! Aku baru saja selesai menguncirnya dengan susah payah!" Embun mendengus sebal.

"Tapi ternyata kau terlihat lumayan seksi dengan rambut berantakan seperti itu." 

Mata Embun membulat. Ia menatap Ezar dengan pipi yang merona. Ezar hanya tersenyum kecil ke arahnya. Segera Embun merapikan rambutnya yang kusut untuk menepis rasa salah tingkah yang ia rasakan. Setelah selesai merapikan rambutnya kini Embun berdiri dengan perasaan gugup. Matanya melirik Ezar dengan ragu-ragu.

"Ada apa, Nona?"

"K-Kalau begitu apakah kau mau menjadi suamiku, Tuan?" tanya Embun dengan gugup.

Embun tahu ini salah. Dengan tidak tahu malunya dia meminta orang yang baru saja dia bentak untuk menjadi suaminya. Hei, Ezar mengatainya seksi dan bilang wajahnya cukup menarik maka sudah pasti Ezar tertarik padanya kan? Ya. Semoga saja. Ia hanya mencobanya siapa tahu beruntung. 

"Kau sangat menarik tapi kau juga terlihat murahan. Maaf, aku ke sini karena penasaran saja."

Ezar pun langsung bergegas pergi menuju mobilnya setelah mengatakan kalimat yang mungkin membuat gadis itu kecewa. Tapi Ezar tidak ingin berlama-lama dengan gadis gila itu lagi. Ezar sendiri bingung kenapa ia malah menghampiri Embun. Itu hanya membuang waktunya saja dan sekarang Ezar merasa menyesal karena telah membuang waktunya. Ternyata Embun bukanlah gadis yang dicarinya. Ezar salah dan telah melakukan hal bodoh.

Tiba-tiba ada sebuah tangan yang menghalangi Ezar ketika hendak membuka pintu mobil dan tangan itu malah kembali menutup pintu mobilnya dengan kencang. Ezar mengerjap. 

Sekarang mau apa lagi gadis itu?

"Nona, menyingkirlah," ujar Ezar dengan dingin.

"Kau kaya raya dan tampan. Mobilmu juga sangat mewah, Tuan," puji Embun sambil memperhatikan mobil Ezar.

Ezar mengerutkan keningnya. "Lalu?"

"Kumohon, jadilah suamiku, Tuan."

Ezar mendengus lalu kembali membuka pintu mobilnya. Namun lagi-lagi Embun menahan tangannya. Dengan wajah memelas Embun memohon padanya.

"Kumohon Tuan. Nikahi aku."

Mendadak Ezar jadi diam saja. Ezar berdiri membelakangi Embun dan terdiam cukup lama di sana. Gadis itu pun mulai merasa aneh. Embun mencoba melepaskan tangan Ezar barangkali Ezar ingin bergerak tanpa dipegang olehnya atau mungkin Ezar tidak suka disentuh oleh orang asing.

Begitu pegangan tangannya terlepas tubuh Ezar langsung tumbang. Dengan sigap Embun pun menahan tubuh Ezar agar tidak membentur trotoar. Gerakan yang begitu mendadak karena terkejut.

"Tuan!"

Embun langsung panik. Ezar tiba-tiba tak sadarkan diri. Embun tidak tahu harus berbuat apa-apa disaat orang-orang sekitar memperhatikannya dengan aneh. Masalahnya Embun saja tidak kenal dengan Ezar. Tahu namanya saja tidak. Embun melirik orang-orang di sekelilingnya yang juga terkejut dan sedang melihat ke arahnya.

"Hei, cepat bantu aku! Jangan cuma melihat!" bentak Embun pada orang-orang sekitar.

Orang-orang pun mulai membantu Embun menggotong tubuh Ezar masuk ke dalam mobil. Walau begitu, setelahnya Embun bingung tidak tahu harus mengantar pria itu ke mana. Apakah Embun harus membawanya ke rumah sakit?

Tidak. Embun takut ditanya-tanya oleh pihak rumah sakit. Tidak mungkin Embun mengatakan Ezar pingsan setelah dipaksa menikah oleh Embun pada dokter kan. Akan sangat memalukan. Embun tidak tahu apa yang menyebabkan Ezar tiba-tiba pingsan padahal sebelumnya pria itu terlihat baik-baik saja.

"Ya Tuhan seharusnya aku menyerah saja untuk mencari suami. Aku bahkan memaksa hingga membuatnya pingsan," gumam Embun merasa bersalah.

Lalu sekarang ... Embun harus membawa pria ini ke mana?

Terpopuler

Comments

Hanik Suyanti

Hanik Suyanti

lanjuttt

2020-03-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!