Bab 5

Gladis menghampiri Shafana yang sedang duduk di kursinya.

"Kamu nggak ke kantin?"

Gladis baru saja dari kantin dan membawa beberapa cemilan di tangannya.

"Nggak deh, Aku masih kenyang"

Gladis udah menjatuhkan pantatnya di atas kursi, namun dia melirik Shafana yang ingin beranjak pergi.

"Mau kemana?"

"Mau ke toilet, mau ikut?"

"Nggak deh, Aku di sini aja"

Shafana buru-buru berjalan karena dia sudah kebelet pipis.

Setelah selesai menyelesaikan panggilan alamnya, ia pun hendak kembali ke kelasnya, saat di perjalanan ia tak sengaja melihat Adrian kakak kelas yang sering mengganggunya, dengan cepat ia mencari jalan lain agar tak bertemu dengan Pemuda ganjen itu, Shafana bergidik ngeri jika ingat saat terakhir kali ia berpapasan dengan Adrian, Pemuda itu hampir saja memeluknya dari belakang.

Shafana lewat taman belakang sekolah yang sepi, banyak yang bercerita taman belakang itu sangat angker.

Bulu kuduk Shafana sampai berdiri melewati tempat itu, ia mempercepat langkahnya, karena tiba-tiba udara di tempat itu terasa dingin, Shafana melihat ada kepulan asap dari balik dinding tiang bangunan.

Jantung Shafana seketika berdetak kencang, dia mengutuk dirinya yang berani melewati tempat ini.

langkah Shafana kini sudah berlari-lari kecil, ia mencoba mengabaikan kepulan asap yang berterbangan di udara membentuk huruf o.

Tiba-tiba tangannya di tarik seseorang, sehingga membuat Shafana berteriak sekencang mungkin.

"Aaaahhhhhh....."

Shafana memejamkan matanya, dia sangat ketakutan, jika membuka mata pasti dia akan langsung pingsan, karena sebenarnya dia adalah seorang gadis yang penakut.

Tangan itu semakin mengeratkan genggaman di pergelangan tangan Shafana yang masih menghadap belakang dan menutup mata.

"Tolong jangan ganggu Aku hantu, Aku nggak akan melewati tempat ini lagi"

Tubuh Shafana sudah bergetar dan kakinya terasa lemas.

"Hei....gadis bodoh, Aku bukan hantu"

Shafana semakin ketakutan ternyata hantu itu bisa bicara juga dan dia marah dikatakan sebagai hantu.

"Iya, maaf, kamu bukan hantu, tolong lepaskan tangan ku, Aku mau pergi"

Orang yang menarik tangan Shafana itu melepaskan tangan Shafana secara tiba-tiba sehingga membuat Shafana hampir terjerembab, namun tangannya kembali di tarik oleh tangan itu sehingga tubuhnya berbalik dan melihat wajah orang yang ada di hadapannya itu.

Ana, menatap pemuda itu dengan tatapan tak percaya, Pemuda itu dengan santai menghisap rokok yang diapit kedua jarinya dan menghembuskan asap rokok itu ke wajah Shafana, sehingga membuat gadis itu terbatuk-batuk.

"Kamu?"

Pemuda itu menatap Shafana dengan wajah datar, sambil terus menghisap rokok itu semakin dalam, kemudian menghembuskan asapnya ke wajah Shafana.

"Dasar orang gila, Aku laporin kamu ke guru, biar kamu di hukum"

"laporin aja, Aku nggak takut"

"Awas kamu ya"

Shafana buru-buru meninggalkan tempat itu dan mencari guru piket memberi tahu ada murid yang merokok di sekolah.

Bukannya merasa takut Pemuda itu malah sengaja mendatangi Shafana dan guru itu.

"Ini Pak orangnya yang tadi merokok di belakang kelas di dekat taman"

Pak guru menghentikan langkah Daffa yang masih sedikit terpincang-pincang.

"Apa benar yang di katakan Ana, tadi kamu merokok?"

Daffa menghela nafas,

"Iya, Pak, kami berdua merokok bersama"

Ana terbengong sebentar mendengar ucapan Daffa, kemudian membantah pernyataan Daffa.

"Enak aja, kamu yang merokok, bukan Aku"

Pak guru masih menyelidiki kedua muridnya itu.

"Kalau Bapak nggak percaya cium aja aroma nya, pasti bau asap rokok"

Pak guru mengendus seperti anjing pelacak.

"Ana kenapa kamu bau asap rokok?"

Tanya pak guru balik pada Shafana.

Shafana belum sempat menjawab, tapi Daffa langsung menyela.

"Ya, karena kami merokoknya barengan Pak, bahkan tadi dia yang paling banyak menghisap rokoknya"

Ucap Daffa, dengan nada meyakinkan.

"Bohong Pak, bukan Aku tapi dia yang merokok"

"Sudah...sudah, kalian berdua ikut Bapak ke kantor, kalian harus di hukum"

Daffa tersenyum licik pada Ana, sedangkan Ana menatap penuh kebencian pada Daffa.

Mereka di nasehati habis-habisan, kemudian di hukum berlari 10 kali di lapangan sekolah, karena bukan guru yang memprogoki mereka secara langsung dan mereka saling tuduh saat di nasehati.

Daffa berlari dengan kaki yang masih terpincang-pincang, sedangkan Ana berlari cepat meninggalkan Daffa, Shafana sudah dua kali putar namun Daffa masih satu kali putaran, saat Ana mendekati Daffa dia berkata pada Pemuda itu,

"Dasar pecundang, kejar Aku kalau bisa"

Ana menjulurkan lidahnya pada Daffa untuk mengejek pemuda itu yang berlari sangat lamban.

Melihat tingkah Ana, Daffa menjadi panas dan mengencangkan larinya, sebenarnya kakinya sudah tak terlalu sakit dia hanya berpura-pura lemah agar mendapat perhatian dari kakaknya Marissa.

Kaki jenjang Daffa melangkah dengan cepat melewati Ana, bahkan posisi mereka sekarang sudah sejajar, Ana mengeluarkan semua kemampuannya untuk mendahului Daffa, tapi ukuran kaki mereka sangat berbeda, sehingga membuat Ana kelelahan untuk mendahului Daffa.

kini Daffa yang mengatakan sesuatu pada Ana.

"Cuma segitu kemampuan mu, kaki pendek mu itu harus di latih biar bisa berlari lebih cepat"

Ana semakin kesal pada Daffa dan berusaha mendahului Daffa.

"Aku harap kaki panjang mu itu patah"

Ucap Ana saat posisi mereka sejajar.

Akhirnya mereka menyelesaikan hukuman berlari memutari lapangan sebanyak 10 kali putaran.

Ana terduduk lemas di lapangan, nafasnya ngos-ngosan, seluruh tubuhnya dibasahi keringat.

begitu juga Daffa, dia pun ikut duduk bersebelahan dengan Ana, sambil membuka kancing baju seragam sekolahnya sehingga menampakkan kaos dalamnya.

Ana beranjak dan meninggalkan Pemuda itu dia muak melihat kehadiran Pemuda itu.

Daffa menatap kepergian Ana dengan wajah datar dan acuh tak acuh.

"Ana kamu dari mana aja?"

Tanya Gladis pada gadis yang terlihat lusuh dan berantakan itu.

Ana masih sebal dan membersihkan keringatnya dengan sapu tangan yang baru dia ambil dari dalam tas nya.

Gladis memperhatikan wajah Ana yang kesal.

"Kamu kenapa?"

"Aku di hukum"

"Kok bisa, bukannya tadi kamu ke toilet, kamu di hukum karena ke toilet?"

"Aku di hukum karena anak baru sialan itu"

Nggak biasanya Ana ngomong kasar, tapi kali ini dia benar-benar kesal pada Pemuda itu, bisa-bisa nya dia memfitnah Shafana, untung aja Pak guru tak memanggil orang tuanya, kalau tidak Shafana bisa di omelin habis-habisan sama Mamanya.

"Maksud kamu Daffa?"

"Jangan sebutin nama dia di hadapan ku, Aku alergi mendengarnya"

Saat Ana mengatakan itu Daffa sedang melewati mereka dan melirik ke arah Ana.

Ana langsung menutup mulutnya, bukan karena takut pada Pemuda itu tapi dia malas berurusan dengan orang seperti Daffa, sekarang Daffa menjadi salah satu daftar orang yang harus di hindari Ana sama halnya dengan Adrian.

Ana memang mencatat daftar orang yang harus di hindari dalam hidupnya, karena dia ingin hidupnya tenang dan damai dan dia tak ingin berurusan dengan orang-orang yang merugikan hidupnya nanti, jenis seperti Adrian yang ganjen dan Daffa yang brandal adalah tipe manusia nggak berguna menurut Ana.

Terpopuler

Comments

Mukmini Salasiyanti

Mukmini Salasiyanti

😁😃🤣

2024-07-31

0

anggita

anggita

antara Adrian yg ganjen atau Daffa yg brandal... 🙄

2024-07-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!