Bab 3

Shafana dan Daren mendapati rumah sedang kosong,

Karena penasaran Shafana bertanya kepada Bibi yang biasa membantu pekerjaan rumah mereka yaitu Bi Minah

Bibi mengatakan Tuan dan Nyonya yang merupakan orang tua mereka sedang pergi Dinas di luar kota,

Orang Tua Shafana dan Daren adalah seorang PNS di kantor Gubernur, Ayahnya sendiri adalah seorang Wakil Gubernur dan Ibunya Seorang Guru SMP.

Biasanya kalau kedua orang tuanya sedang Dinas pasti pulangnya sekitar dua mingguan atau bisa jadi lebih lama.

Shafana akan merasa kesepian saat orang tuanya tak ada di rumah berbeda dengan Daren yang bahagia, karena dia bisa bebas saat tak ada orang tuanya.

Kebetulan malam itu Gladis sedang menginap di rumah Shafana untuk menemani gadis itu agar tak terlalu kesepian.

Shafana dan Gladis sedang menonton TV di ruang tamu, tiba-tiba Daren keluar dari dalam kamarnya dengan bertelanjang dada, Gladis yang melihat itu merasa terkejut dan berteriak.

"Kak Dareeennnn, jangan menodai mataku yang masih suci ini"

"Kak, ngapain sih, keluar nggak pakai baju?"

Daren tak menghiraukan protes kedua gadis itu, dia malah mengibas-ngibaskan rambutnya yang basah sehingga memercikkan air dan mengenai mereka.

Shafana memutar bola matanya, malas menanggapi kakaknya yang sudah terkena sindrom sok ganteng.

"Nggak usah di lihatin dong, gitu aja kok repot"

"Gimana nggak di lihatin, kakak melintas di hadapan kami"

Ucap Gladis dengan sebal, tapi masih menatap tubuh Daren yang menggoda.

"Eh, anak kecil, kok kamu lihatnya bernafsu gitu, Aku jadi takut di perkosa sama kamu"

Canda Daren pada sahabat adiknya itu.

"Kak, mending kakak pergi deh, sebelum Aku lempar remote TV"

Ancam Shafana.

"Ok...Ok...Bahaya kalau tuan putri ngambek"

Daren kembali masuk ke dalam kamarnya, dia memang suka menjahili adiknya itu.

***

Keesokan harinya....

Shafana dan Gladis pergi ke sekolah bersama, seperti biasa mereka pergi ke sekolah dengan menaiki Bus.

Di kelas Shafana melirik meja tempat Daffa duduk, dia tak melihat Pemuda itu dan berpikir mungkin Pemuda itu masih sakit, apalagi semalam keadaan kakinya terlihat cukup parah.

Shafana melewati harinya seperti biasa, sampai saat pulang sekolah tiba, kali ini Gladis tak bisa menginap di rumah Shafana, karena Mamanya akan pergi ke rumah salah satu saudara mereka yang baru lahiran dan Gladis harus menemani adiknya di rumah.

"Maaf ya, Ana, Aku nggak bisa nginap di rumah mu hari ini, soalnya Mama suruh Aku jagain adik"

"Ya, udah nggak masalah, kamu hati-hati ya pulangnya"

mereka berpisah di halte Bus, karena Bus yang di naiki Gladis berbeda dengan Bus yang di naiki Shafana.

Saat sedang menunggu di halte Shafana terpana melihat mobil yang berhenti tepat di hadapannya, kaca jendela mobil itu terbuka, Shafana dapat melihat orang yang duduk di kursi belakang mobil itu dia seorang wanita cantik dengan pakaian rapi dan modis, kacamata hitam menghiasi wajahnya yang imut dan cantik.

Sang supir keluar dari mobil dan menghampiri Shafana.

Shafana mengenal wajah supir itu dia adalah orang yang sama saat menjemput Daffa semalam.

"Nona, silahkan masuk ke mobil, Nona muda ingin bicara sebentar sama Nona"

Ucap lelaki tua itu.

Shafana ragu-ragu, tapi tiba-tiba pintu mobil itu sedang di buka dari dalam.

Shafana melamun, tapi wanita itu mengisyaratkan agar Shafana masuk kedalam mobil.

Shafana mendekat tapi ia tak sampai masuk kedalam mobil.

"Maaf, ada apa ya?"

Wanita itu pindah posisi agar lebih mendekat dengan Shafana.

"Kamu satu kelas dengan Daffa?"

"Iya, emangnya kenapa?"

"Kamu bisa nggak ikut ke rumah saya untuk menjenguk Daffa"

Shafana merasa ada yang aneh, kenapa tiba-tiba dia di suruh menjenguk Daffa, sepengetahuannya dia sama sekali tak berteman dengan Daffa, bahkan mereka terkesan seperti musuh.

"Dia ingin di jenguk seseorang, kata Pak supir kamu temannya Daffa"

Kemarin di rumah Daffa...

Daffa duduk di sofa di bantu Pak supir, dia minta pada pelayan untuk menghubungi Dokter keluarga mereka, Mas Arya.

Marissa yang baru pulang terkejut melihat kaki adiknya terluka penuh darah.

"Ada apa dengan mu, kenapa kaki mu berdarah"

Ucap Marissa panik.

"Cepat hubungi Mas Arya"

Daffa sama sekali tak terlihat seperti orang kesakitan, dia terlihat biasa meski Marissa begitu panik.

"Nggak usah lebay, ini cuma luka kecil"

"Kamu ini kenapa sih?"

"Aku nggak kenapa-kenapa, lagian sejak kapan kamu perduli pada ku, kamu kan wanita karir yang sibuk dan jarang pulang ke rumah"

Mendengar ucapan adiknya itu, Marissa merasa bersalah, tapi apa daya nya, sejak orang tua mereka meninggal, Marissa harus meneruskan usaha keluarganya untuk menggantikan Papa nya, jika tidak harta mereka akan di kuasai adik Papanya dan biaya hidup mereka akan di jatah setiap bulannya, Sejak itu Marissa terjun langsung untuk memimpin perusahaan demi masa depannya dan adiknya Daffa, tapi siapa sangka Daffa jadi membencinya karena tak pernah ada saat masa sulitnya, bahkan saat Daffa merindukan kasih sayang orang tuanya, kakak perempuannya tak pernah menguatkannya, padahal Marissa pun sama kesepiannya seperti Daffa.

"Kamu pikir Aku mau seperti ini, Aku itu kerja untuk masa depan kita, bukan seperti kamu yang bisanya cuma buat ulah"

Daffa tak mau membalas ucapan Marissa.

Sampai ia di obati oleh Mas Arya Daffa hanya diam, sehingga membuat Mas Arya penasaran dan bertanya pada Marissa.

"Ada apa dengannya?"

"Dia marah pada ku, biarkan aja"

"Marissa kamu jangan gitu sama Daffa, dia itu cuma butuh perhatian, kamu nggak lihat dia selalu murung dan kesepian, dia bahkan tak punya teman seperti remaja yang lain, Aku kasihan melihatnya"

"Jadi Aku harus gimana, apa Aku harus terus di sampingnya, bagaimana dengan pekerjaan ku?"

"Dia butuh seorang teman, jika tidak Aku takut akan berpengaruh dengan mentalnya, jangan sampai dia terjerumus dengan hal-hal yang buruk, Aku bahkan menemuka rokok di dalam kamarnya"

"Dasar anak nggak tau diri, bisa-bisanya dia buat masalah lagi, kemarin dia di keluarin dari sekolah akibat memukul teman sekelasnya, sekarang dia merokok, Aku harus memberi pelajaran padanya agar dia sadar"

Saat Marissa akan mendatangi Daffa di kamarnya, langkahnya terhenti saat Pak Karyo bicara.

"Nona Muda, jangan marah pada Tuan Muda, kasihan dia, tadi waktu kecelakaan Tuan Muda di bantu seorang gadis baik hati, sepertinya Tuan Muda menyukai gadis itu, sebab saat di mobil saya sempat melirik Tuan Muda dari kaca mobil, dia tersenyum sambil melihat gadis itu dari kaca jendela, bukankah itu sesuatu yang sangat langkah, Tuan Muda belum pernah tersenyum setelah kecelakaan itu"

Marissa menatap Pak Karyo, dia masih bingung dengan apa tujuan Pak Karyo mengatakan itu padanya.

"Kita minta tolong Nona itu agar mau menjadi teman Tuan muda agar Tuan Muda nggak kesepian lagi"

"Emang gadis itu mau berteman dengan brandal seperti dia?"

"Minta tolong pada gadis itu, mungkin dia bisa membantu"

Marissa berpikir sejenak, mungkin benar kata Pak Karyo, jika Daffa mempunyai seorang teman, mungkin dia tak merasa kesepian.

Itulah sebabnya Marissa ingin bertemu langsung pada Shafana dan minta tolong agar mau menjadi teman adiknya, bahkan ia juga akan memberikan uang pada Shafana jika mau menjadi teman Daffa.

Terpopuler

Comments

Mukmini Salasiyanti

Mukmini Salasiyanti

jgn pk uang dong, sa...
itu tak baik tuk yg kan. mulai pertemanan

2024-07-31

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!