Bab 4

Akhirnya Ana setuju untuk ikut ke rumah Daffa setelah di bujuk oleh Marissa.

Daffa sedang bermain game di kamarnya dengan menggunakan ponselnya.

Marissa mengetuk pintu kamar Daffa.

"Daf, ada teman kamu datang, katanya mau jenguk kamu"

Daffa tak menghiraukan ucapan kakaknya itu, dia tak percaya karena sejak kapan dia memiliki seorang teman.

"Daf, cepat keluar, teman kamu nungguin tu"

Dengan kesal Daffa membanting ponselnya ke tempat tidur.

"Apa lagi sih, gangguin aja"

Daffa berjalan menuju pintu.

"Daffa cepat keluar!!"

Marissa berteriak agar Daffa mendengar ucapannya.

Saat Marissa akan mengetuk pintu kamar itu, Daffa sudah membuka pintunya.

"Apaan?"

"Ada teman kamu, mau jenguk katanya"

"Aku nggak punya teman, suruh aja dia pulang, salah orang itu"

"Kamu ini Gimana sih, temuin dulu kenapa sih"

Daffa menghela nafas panjang dan merasa berat menemui tamunya itu, entah siapa orang yang mengaku sebagai temannya itu.

Ana duduk di ruang tamu, rasanya ia sangat gelisah, berkali-kali ia bergeser agar bisa duduk dengan nyaman, sebenarnya dia merasa sangat aneh, kenapa dia harus menemui Daffa Pemuda sombong itu.

Dari tangga rumahnya Daffa membuka lebar matanya, rasanya ia tak percaya dengan yang ia lihat, gadis resek itu, mengunjunginya?

Daffa yang mengenakan pakaian santai berjalan dengan sedikit terpincang-pincang.

kini dia sudah duduk di hadapan Shafana.

Menatapnya penuh selidik.

"Ngapain kamu kesini?"

Daffa sengaja ketus pada gadis itu, karena dia sama sekali nggak suka melihat Shafana.

Shafana menghela nafas, ternyata keputusannya salah menerima ajakan Marissa untuk menjenguk Pemuda sombong yang ada di hadapannya ini.

"Gimana keadaan kamu?"

"Kamu lihat sendiri kan, Aku baik-baik aja"

"Oh, kalau gitu Aku pamit ya!"

Shafana segera meninggalkan Daffa

Dia sama sekali tak kesal pada Daffa, karena dia sudah tau perangai Pemuda sombong itu, yang penting dia sudah menepati janjinya pada Marissa untuk menjenguk Daffa.

Shafana pulang menggunakan taxi,

Setelah Ana meninggalkan Daffa, Pemuda itu kembali ke kamarnya,

Marissa memperhatikan ada yang aneh dengan adiknya itu.

Sikap Daffa semakin hari semakin tertutup dan terkesan tak ingin di dekati oleh siapa pun.

Daffa membuka laptop nya, membuka aplikasi pertemanannya, dia memiliki seorang teman di dunia Maya sejak SMP.

Daffa dan teman dunia Maya itu sering bercerita tentang masalah apa pun, bahkan Daffa menceritakan semua kesedihan nya selama ini pada temannya itu.

"Bro?"

"Ya, ada apa?"

"Gue lagi bingung ni?"

"Bingung kenapa, bingung masalah cewek?"

"Nggak juga sih, cuma ada seorang cewek yang gue nggak suka, tapi tiba-tiba di jenguk gue, kira-kira apa maksud cewek itu?"

"Mungkin cewek itu suka sama Lo"

"Nggak mungkin, kelihatannya dia juga nggak suka sama gue"

"Mungkin dia kasihan sama Lo, ya cuma rasa kemanusiaan aja"

"Kasihan?"

"Iya, mungkin tampang loh kelihatan menyedihkan"

"Sialan Lo, tapi benar juga ucapan Lo, kemarin itu waktu gue kecelakaan dia mau nyumbang kan duitnya buat gue berobat ke rumah sakit, kurang ajar banget kan?"

"Hahahhaah apa gue bilang tampang lo emang menyedihkan"

"Lo lagi ngapain?"

"Gue lagi di rumah aja ni, nungguin adik gue pulang"

"Oh"

Daffa menghentikan ketikannya

Ting....

Pesan dari temannya masuk.

"Udah dulu ya, adik gue udah datang"

"Ok"

Daffa berbaring di atas kasurnya, dia masih memikirkan pesan temannya yang mengatakan kalau gadis itu cuma kasihan padanya, dia jadi berpikir apa tampangnya memang terlihat menyedihkan, padahal selama ini dia merasa paling tampan.

Shafana membuka pintu kamar Daren, Pemuda itu sedang duduk di sambil menatap laptopnya.

"Kakak lagi ngapain, mau Aku buatkan mie nggak?"

"Mau dong, Mie Aku dua bungkus ya?"

"Minta duitnya, soalnya tadi Aku cuma beli dua, kalau mau tambah harus keluar modal dong"

"Cih, dasar pelit, pinjam dulu duit kamu, nanti Aku ganti, soalnya malas ngambilnya"

"Biar Aku yang ambilin, kakak tinggal bilang aja dimana duitnya"

"Di lemari paling atas"

Ana mengambil selembar uang biru.

"Kak, kembaliannya untuk Aku ya?"

"Eh, enak aja kamu, tau gitu mending Aku pesan makanan dari pada sama kamu masak mie aja biayanya mahal"

"Nggak bisa, pokoknya kembaliannya untuk Aku"

"Ya udahlah terserah kamu aja"

"Kakak tenang aja, Aku masak mienya yang spesial, aku tambahin bubuk tampan biar semua cewek yang menatap kakak terpesona"

"Alah, nggak perlu kamu kasih bubuk tampan, Aku memang udah tampan"

"Ih...sok ganteng"

Shafana malas mendengar kenarsisan kakak nya dan buru-buru ke warung untuk membeli mie instan, kebetulan hari ini Bi Minah nggak bisa datang, karena ada saudaranya yang meninggal.

Shafana dan Daren sedang menikmati mie yang di buat Shafana.

"Kak, Aku boleh pinjam laptop, ada tugas di sekolah"

"Tapi jangan ganggu-ganggu tugas ku ya, kamu kenapa nggak minta di beliin laptop aja sih sama Mama?"

"Kata Mama nanti aja kalau Aku udah kuliah kayak kakak, lagian belum terlalu perlu banget sih, kan masih bisa pakai hp"

"Ya, udah, habis ini Aku mau keluar sebentar, kamu jangan kemana-mana, tadi kenapa kamu pulangnya terlambat?"

"Oh, tadi Aku jenguk teman yang sedang sakit"

"Perginya sama Gladis?"

"Nggak, pergi sendiri"

"Teman kamu yang mana?"

"Adalah, dia anak baru, kakak nggak kenal"

"Cowok atau Cewek?"

"Ih, banyak tanya ya, Cewek kenapa?"

"Cantikan mana sama Gladis?"

"Cantikan monyet"

Shafana jadi kesal gara-gara pertanyaan Daren yang nggak penting.

"Lah, di tanya kok nyolot, dasar aneh"

"Udah deh kakak pergi aja sana, nggak jelas banget sih , jadi orang"

"Oh, iya kirim salam sama teman kamu yang lebih jelek dari monyet itu ya"

"Iya, besok kalau dia udah datang Aku bilangin"

Daren memang senang membuat Shafana kesal.

Shafana jadi tertawa sendiri karena kakaknya itu menyukai Daffa yang lebih jelek dari monyet.

"Benar juga, emang dia mirip monyet"

Shafana ke kamar Daren dan menggunakan laptop Daren untuk mengerjakan tugas sekolah nya, membuat makalah tentang pertumbuhan makhluk hidup yang hidup di air.

Saat sedang asyik mengetik tiba-tiba ada pesan yang masuk, awalnya Ana ingin mengabaikan pesan itu, tapi ia sempat membaca sedikit dari pesan itu.

"Gue mau ketemu dengan Lo, barang yang waktu itu Lo mau udah ada sama gue, atau gue kirim aja ke elo, kirimin alamat Lo?"

Tanpa sadar Shafana membalas pesan itu.

"Maksud kamu barang apa?"

Tak ada balasan dari orang itu, apa dia tau kalau bukan kak Daren yang membalas pesannya?"

Shafana jadi sadar gaya tulisannya berbeda dengan Daren, mungkin temannya kak Daren curiga kalau bukan kak Daren yang balas.

"Lo siapa?"

Shafana terkejut, ternyata benar dugaannya orang ini tau kalau bukan kak Daren yang balas.

"Gue Darenlah"

ketik Shafana.

"Siapa Daren?"

Jangan-jangan kak Daren pakai nama samaran.

Shafana menghapus pesannya, bisa gawat kalau kak Daren tau kalau dia membalas pesan dari temannya.

mudah-mudahan kak Daren nggak tau dan orang ini tak menceritakannya pada Daren, tapi Ana masih penasaran barang apa yang di maksud, dia sedikit khawatir dengan kakaknya itu, dia takut Daren melakukan hal-hal yang merugikan dirinya dan keluarganya.

Terpopuler

Comments

Septi Rahma

Septi Rahma

Makasih sayang kuh❤️❤️❤️👍👍👍

2024-07-27

0

anggita

anggita

like, iklan... shafana, daffa😘. moga novelnya sukses.

2024-07-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!