Shafana memungut bukunya yang terjatuh dan melirik kepergian Pemuda itu dengan gayanya yang sombong.
Setelah mengetahui Pemuda yang bernama Daffa itu seorang pendendam Shafana sebisa mungkin tak berurusan dengannya.
Seperti kata pepatah kalau jodoh tak akan kemana, entah mereka berjodoh atau hanya kebetulan saja.
Di siang yang begitu terik, Shafana sedang berdiri di halte bus, menunggu kendaraan itu untuk mengantarnya pulang, tiba-tiba terdengar suara dentuman yang cukup keras sehingga menarik perhatian para pengguna jalanan , mereka berbondong-bondong berlari menuju sumber suara dentuman itu, Shafana ingin ikut melihat, tapi ia merasa takut jika nanti yang ia lihat adalah sebuah kecelakaan, karena memang dia sedikit takut melihat orang yang kecelakaan.
Beberapa menit kerumunan itu bukannya semakin berkurang malah semakin bertambah, seseorang yang baru saja melihat kejadian itu menghampiri Shafana, seorang wanita yang memakai seragam satpam memperhatikan seragam sekolah Shafana.
"Dek, itu teman kamu ya?"
wanita itu mengisyaratkan dimana orang-orang sedang berkerumun.
Shafana yang bingung hanya tersenyum tipis, dia tak mengerti ucapan wanita itu.
"Seragam kalian sama, berarti anak itu satu Sekolah dengan kamu, kasihan juga anak itu dia habis tertabrak, tapi dia bersikeras tak mau di bawa ke rumah sakit, polisi juga belum datang, kelihatannya dia bingung sekali"
Ucapan wanita itu membuat Shafana jadi penasaran, kalau benar orang itu satu Sekolah dengannya dia harus menolongnya, dengan ragu Shafana mendekati kerumunan orang-orang, betapa terkejutnya ia melihat Seorang Pemuda yang sedang duduk di jalan, celana panjang birunya sudah sobek akibat gesekan aspal jalanan dan ada darah yang terus mengalir dari dalam celana itu.
Seorang wanita membujuk Pemuda itu agar mau di bawa ke rumah sakit, namun pemuda itu menolak dengan tegas dia tak mau pergi ke rumah sakit dan seperti berusaha menghubungi seseorang menggunakan ponselnya, namun sepertinya orang yang di hubungi nya sama sekali tak menjawab panggilannya, sehingga membuatnya kesal dan menggerutu
"Brengsek, dasar sial"
Ucapnya sambil membanting hp nya di jalanan, membuat orang-orang yang berkerumun menjadi tambah kesal melihat kelakuannya.
Shafana geleng-geleng kepala melihat tingkahnya.
Cih, dasar aneh, sikapnya itu benar-benar tidak tau terimakasih, padahal orang-orang ingin membantunya.
Shafana merasa tak perlu membantu orang sombong seperti Daffa, tapi dia tak tega meninggalkan Pemuda itu sendirian di jalanan.
Shafana mendekati Pemuda itu, berjongkok sambil mengeluarkan saputangan dari dalam tas ranselnya, mengikatkan saputangan untuk menghentikan darah yang mengalir dari pergelangan kaki pemuda itu.
"Hei...ngapain kamu, nggak usah sok-sok an mau menolongku, pergi kamu dari sini"
Bukannya berterimakasih Pemuda itu malah menghempaskan tangan Shafana agar menjauh darinya.
Orang-orang yang tadinya kasihan padanya mendadak menghujatnya.
"Dasar berandal, sudah di tolong bukannya berterimakasih, tinggalkan saja dia, biar sekalian mati di jalanan"
Ucap seorang Bapak-bapak.
Berlahan mereka pun meninggalkan Daffa, yang berusaha untuk berdiri namun selalu saja terjatuh, karena kakinya terluka parah.
"Sini biar Aku bantu berdiri"
Shafana masih berbaik hati menolong Pemuda itu, meski tadi dia sudah di permalukan di depan orang banyak, tapi jika kali ini Daffa tetap sombong, Shafana bersumpah akan meninggalkannya, benar kata Bapak-bapak tadi, biar sekalian dia mati di jalanan ini.
"Nggak perlu"
Daffa masih tetap sombong, sehingga membuat Shafana geram dan benar-benar kehabisan kesabaran.
"Baiklah, Aku pergi, tunggu saja Polisi yang menolong mu"
Ucap Shafana sambil berdiri dan membersihkan rok sekolahnya yang kotor akibat di dorong Daffa saat mengikatkan saputangan di pergelangan kakinya.
mendengar kata Polisi, Daffa jadi berpikir dua kali untuk tidak meminta bantuan Shafana,
Rumah sakit dan Polisi sesuatu yang membuatnya trauma, dia sama sekali tak ingin berurusan dengan keduanya.
"Tunggu!"
Ucapannya menghentikan langkah Shafana dan kembali berbalik menatap Pemuda sombong itu.
"Apa lagi!!!"
Teriak Shafana.
"Bantu Aku berjalan"
Shafana menarik tangan Daffa dengan kuat, sebab ia terlanjur kesal pada Pemuda sombong itu.
Dengan kaki kirinya yang terseok-seok Daffa berusaha berjalan menggunakan kekuatan kaki kanannya di bantu Shafana yang membopong tubuhnya menuju halte bus, Shafana mendudukkan Daffa di halte.
"Kenapa kamu nggak mau di bawa ke rumah sakit?"
"Di bilang nggak mau, ya nggak mau, kenapa maksa sih"
"Gimana dengan kaki mu, apa bisa sembuh sendiri kalau nggak di obati, atau kamu nggak punya uang untuk bayar perobatan di rumah sakit, kalau itu alasan kamu, biar Aku yang bayar"
"Hei...kau pikir Aku pengemis, sembarangan bilang Aku nggak punya uang untuk berobat, rumah sakit itu pun bisa ku beli, Aku nggak suka ke rumah sakit, biasanya Dokter yang datang ke rumah untuk mengobati ku"
Ucapnya, tak terima dengan pernyataan Shafana yang merendahkan keuangannya.
"Cih, dasar sombong, Aku nggak bermaksud mengatakan kamu miskin, Aku cuma penasaran kenapa kamu nggak mau di bawa ke rumah sakit"
"Jangan banyak bicara, pinjamkan Aku hp mu, Aku mau menghubungi seseorang"
Shafana mengambil hp nya di saku rok Sekolahnya dan memberikan benda pipih itu pada Daffa.
Setelah berbicara Daffa mengembalikan hp itu pada Shafana.
Lima belas menit kemudian sebuah mobil berhenti di depan mereka, Daffa menyuruh orang yang ada di dalam mobil itu keluar untuk membantunya masuk ke dalam.
Shafana hanya duduk sambil memperhatikan mereka sampai Daffa masuk ke dalam mobil.
"Terimakasih nona"
Ucap Pria tua yang tadi membantu Daffa masuk ke dalam mobil.
Shafana hanya tersenyum, setelah mobil itu pergi dia baru menggerutu.
"Dasar manusia nggak ada akhlak, udah di tolongin, bukannya terimakasih atau pamit, malah pergi begitu aja, mulai hari ini kalau ketemu dia, nggak akan Aku anggap dia manusia, dia lebih cocok jadi kecoa, Aku injak biar mati sekalian"
Shafana sampai berucap karena kesal dia sudah bicara jahat, padahal dia adalah gadis yang bertutur lemah lembut dan penyayang,
Shafana mengelus dadanya sambil berucap
"Sabar Shafana, di dunia ini kita tak selalu bertemu dengan orang baik, dengan bertemu orang seperti Daffa adalah ujian untuk melatih kesabaran"
Shafana tak jadi pulang dengan bus, dia menghubungi saudara laki-lakinya untuk menjemputnya.
****
Seorang Pemuda tampan dengan rambut sedikit gondrong, mata tajam dengan bola mata berwana coklat, persis seperti mata Shafana kini sedang membuka helmnya setelah itu mengibas-ngibaskan rambutnya, seperti seorang model iklan shampo.
Mata tajam itu sedang melirik gadis yang sedang duduk di halte bus, wajah Shafana terlihat malas melihatnya yang sedang menebarkan pesonanya pada pengguna jalanan, terutama beberapa karyawan perusahaan yang sedang melintas.
"Cih, sok ke gantengan"
Gumam Shafana pada Daren, kakak laki-lakinya itu.
"Adik, cepatan naik"
Saat Shafana berdiri Daren melihat ada noda darah di seragam sekolah Shafana, Daren langsung khawatir dan bertanya apa yang terjadi pada Shafana, Shafana pun menjelaskan pada Daren kalau dia tadi membantu temannya yang kecelakaan, sehingga dia ketinggalan bus, dan memutuskan menghubungi Daren yang sedang kuliah.
Mendengar penjelasan Shafana hati Daren sedikit tenang, ternyata Adiknya tidak mengalami hal buruk, sebab jika terjadi sesuatu pada anak kesayangan Mamanya ini hidup Daren juga akan ikut sulit akibat di omelin sama Mamanya, karena tak becus menjaga sang tuan putri.
Daren pun melajukan sepeda motornya, setelah beberapa menit mereka pun akhirnya sampai ke rumah mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
salken, shafana
2024-07-31
1