NovelToon NovelToon

Air Mata Istri

Bab 1 - Menantu Mandul

Di Dapur Unit Apartemen, pukul 08.00.

"Dasar wanita mandul!" Gumam Desi menatap Fatimah.

Di dapur Fatimah sedang memasak sup kesukaan dari Yusuf, suaminya. Tiba-tiba datanglah Desi.

“Istri macam apa, udah lima tahun nikah tapi belum bisa kasih keturunan buat suaminya. Aduh kasihan banget anak aku harus dapat istri yang mandul.” Desi sengaja untuk menyindir Fatimah yang sedang mengaduk sayur sup ayam. Dia bahkan tidak peduli perasaan dari Fatimah yang merupakan menantunya.

Fatimah hanya berusaha untuk menahan perasaannya yang begitu pedih. Dia berusaha untuk menahan air matanya agar tidak jatuh di kedua pelupuk matanya. Dia berusaha tetap tegar selama tinggal bersama ibu mertuanya yang super bawel dan cerewet.

“Dasar wanita nggak berguna! Harusnya tahu diri lah menikah selama lima tahun tapi nggak ada hasil sama sekali! Padahal pingin cepet-cepat nikah, eh ternyata....”

Fatimah berusaha untuk menutup kedua telinganya.

“Ya ampun, Ini masakan apa, Fatimah? Kamu masak kayak sampah gini!” Omel Desi ketika dia mencicipin perkedel buatan Fatimah.

“Udah, nggak enak masih aja masak! Kamu itu istri nggak becus! Harusnya putraku tidak menikah dengan wanita seperti kamu yang mandul dan gak becus urus-urusan rumah tangga! Bahkan ngerawat diri aja nggak pernah!”  Lanjut Desi.

Fatimah berusaha untuk menelan semua kata-kata dari Desi. Dia tidak melawan sepatah kata pun dari Desi. Dia hanya terdiam saat itu. Bahkan dia berusaha keras untuk menghadapi kenyataan bahwa dirinya bukanlah perempuan yang sempurna.

“Mama malu sekali punya menantu seperti kamu Fatimah! Beberapa tetangga-tetangga di luar selalu menanyakan kapan kamu hamil? Kamu harusnya ijinkan suami kamu menikah lagi dengan perempuan lain, jika kamu tidak bisa sama sekali menjadi seorang istri yang sempurna!”

Fatimah tetap menahan rasa sakitnya sendirian. Dia berusaha untuk tetap tenang dan sabar. Dia menikah hanya untuk ibadah. "Ya Allah, jangan biarkan diri ini terpancing emosi," batinnya.

Desi sangat dongkol. "Aduh, kamu itu malu-maluin mama. Masa udah lima tahun kamu nikah sama Yusuf, belum juga isi!"

"Sabar Fatimah Kamu pasti bisa untuk bertahan, " batin Fatimah, dia menahan sesak di dadanya.

*

Pukul 19.00, Taman kota, sepulang kerja. Yusuf melihat ada pedagang martabak manis kesukaan Fatimah. Dia mulai berinisiatif untuk memberikan martabak manis favorit Fatimah.

“Aku akan membelikan satu kotak untuk istriku.” Yusuf menggumam sambil menghentikan motornya. Dia mulai memarkirkan motornya di sekitar area pedagang martabak manis pak kumis.

Yusuf adalah seorang lelaki pekerja keras. Dia bekerja di sebuah perusahaan swasta di bagian IT. Dia sangat menyayangi sosok Fatimah sejak pertama kali dia bertemu di sebuah panti asuhan “AT- Taubah”.

Yusuf segera melangkahkan kedua kakinya menuju ke pedagang martabak manis. Lalu dia menghentikan kedua langkah kakinya tepat di gerobak pedagang martabak manis.

“Bang, Saya mau pesan satu martabak manis tanpa topping kacang," ujar Yusuf. Dia tahu karena Fatimah alergi terhadap kacang. Dia sama sekali tidak bisa mengkonsumsi kacang-kacangan.

“Siap, Mas!” balas pedagang martabak manis. “Tunggu sekitar 30 menit ya, Mas.”

Yusuf pun menunggu selama 30 menit.

Yusuf akan memberikan kejutan martabak manis untuk Fatimah.

"Semoga aja kamu suka, Sayang," batin Yusuf, dia duduk di depan rombong 'Martabak Pak Kumis.'

Ilustrasi Gerobak Martabak

Yusuf duduk, dia memegang ponselnya, dia membuka galeri foto istrinya.

Ilustrasi Yusuf Nunggu Martabak Sambil main ponselnya.

"Semoga kamu belum tidur, Sayang," gumam Yusuf, dia tersenyum kecil.

*

Di Kamar, Pukul 21.00.

Fatimah duduk melamun di tepi ranjang kamarnya. Helaan napas berat.

"Ternyata orang ketiga, bukan cuman pelakor, tapi keluarga," Fatimah merasa sesak di dada, dia mendonggakkan kepalanya ke atas langit kamarnya. "Aku nggak boleh lemah, karena aku akan berjuang demi ibadah seumur hidupku. Apapun yang terjadi aku nggak akan nyerah."

Fatimah sedang merenung, lalu mendengarkan ada suara ketukkan pintu.

[TOK!]

[TOK!]

[TOK!]

"Apa itu mas Yusuf?" Gumam Fatimah, dia cepat-cepat menghapus air matanya. Dia segera menutupnya dengan riasan tipis. "Huft! Jangan sampai mas Yusuf tahu, kalau aku habis nangis."

Fatimah berjalan keluar, dia berusaha tenang. "Pasti mas Yusuf."

Fatimah menghentikan kedua langkah kakinya. Tangan kanannya meraih ke gangang pintu.

[CKLEK!]

Fatimah mencium aroma makanan hingga merasuk ke kedua rongga hidungnya.

"Mas?!" Fatimah menguratkan senyuman di wajahnya.

“Mas Yusuf bawa martabak manis pak Kumis?” Tebak Fatimah.

Yusuf tersenyum, lalu dia memberikan satu kantong kresek berisi satu kardus martabak manis ke Fatimah.

"Makasih, Mas," senyuman bahagia Fatimah, lalu dia juga membawakan tas Yusuf.

"Sama-sama sayangku," balas Yusuf, dia tersenyum, lalu dia menutup pintu unit apartemennya.

Fatimah berjalan masuk, ia menaruh tas Yusuf di sofa ruang tamu, lalu ia menuju ke dapur.

Yusuf duduk di sofa ruang tamu, dia sedikit lelah dengan pekerjaan di kantornya.

Fatimah membuka kardus martabak manis favoritnya. Dia juga membuatkan kopi untuk Yusuf. Dia juga menyiapkan baskom untuk merendam kaki Yusuf.

Ilustrasi Martabak Manis Pak Kumis

Yusuf tersenyum, ia memberikan sebuah kresek berisi sekotak martabak manis.

Desi keluar kamar, dia menghampiri Yusuf yang duduk di sofa ruang tamu.

"Heem... Terlalu memanjakan istri nggak baik, Yusuf. Lagian istri kamu ini nggak berguna sama sekali,” ceplos  Desi menatap sinis ke Fatimah. "Kamu harusnya hemat, jangan terlalu buang-buang duit, apalagi buat istri yang nggak ada gunanya!"

"Mama, jangan mulai lagi," Yusuf menatap kedua sorot mata Desi.

“Ya ampun, kamu nggak ada gunanya nikah sama perempuan mandul ini. Harusnya kamu nikah lagi sama perempuan yang bisa kasih kamu keturunan. Mama malu setiap kali tetangga nanya kapan Fatimah hamil?” Desi menaikkan nada suaranya.

Fatimah mendengarnya hingga ke dapur. Dia merasa sesak di dadanya.

"Kamu harusnya menikah lagi dengan wanita lain, Suf.  Wanita yang lebih subur, bukan malah kamu bertahan sama wanita mandul kayak dia!" Ucap Desi.

"Cukup, Ma. Yusuf sampai kapanpun nggak akan menduakan cinta Fatimah, walau dia tidak bisa mengandung benih keturunan dari Yusuf," balas Yusuf.

"Yusuf, mama itu cape jadi omongan tetangga dan temen-temen arisan mama. Sampai kapan mama harus menahan malu punya menantu mandul seperti Fatimah?!"

Di Dapur Fatimah merasa sesak, dia mencengkeram tangannya di ujung bajunya. Dia meneteskan air matanya.

"POKOKNYA MAMA INGIN KAMU MENIKAH LAGI! MAMA NGGAK PEDULI! KAMU HARUS NURUT SAMA MAMA! ATAU KAMU JADI ANAK DURHAKA!" Putus Desi.

"Ma, aku nggak mungkin melakukan semua itu, karena aku ...."

"Mas, aku nggak masalah kalau kamu nikah lagi, aku nggak mau jadi istri yang egois," cetus Fatimah, dia tersenyum. Dia membawa secangkir teh hangat, lalu dia letakkan di meja ruang tamu. "Tenang aja, Mas. Aku ikhlas."

"Sayang kamu bicara apa, kenapa kamu..."

“Kamu udah dengerin apa kata istrimu barusan?" Desi menatap Yusuf. "Dia setuju kalau kamu menikah lagi, lagian istri kamu akan mendapatkan surga, kalau dia mau dimadu."

Fatimah tersenyum, dia menatap Yusuf dengan kedua mata berkaca-kaca. "Mas, aku siap untuk dimadu sama kamu."

Yusuf memberikan isyarat mengelengkan kedua kepalanya. "Enggak, Sayang. Aku yang nggak sanggup bersikap adil membagi cintaku untuk wanita lain."

"Mas..."

Bab 2 - Cibiran Teman Arisan Mertua

Di depan rumah kediaman keluarga Yusuf. Mobil Yusuf berhenti di area parkiran.

"Mas..."

"Kamu kenapa gugup kayak gitu?"

"Aku insecure sama teman-teman arisan mamamu, aku nunggu di sini aja ya, Mas."

Yusuf menatap Fatimah.

"Mas, kenapa menatapku seperti itu?" Tanya Fatimah tersipu malu.

"Kamu itu istriku, aku nggak peduli dengan apa kata orang. Aku sangat mencintaimu, sayang."

"Halah, kamu gombal, Mas." Fatimah memukul kecil ke Yusuf, dia tersipu malu.

"Aku nggak pernah memintamu menjadi wanita sempurna, tapi aku akan membuat segala kekuranganku sebagai pelengkap hidupku," ucap Yusuf. Dia mengecup ujung kepala Fatimah, dia menggandeng tangan Fatimah. "Ayo masuk!"

Yusuf dan Fatimah masuk ke Rumah, mereka jalan beriringan. Bahkan Yusuf mengenggam erat tangan Fatimah, dia seolah tak ingin jika terlepaskan

*

Di ruang tamu, terlihat beberapa teman-teman arisan Desi. Mereka yang begitu sangat sibuk membicarakan tentang pencapaian mereka.

Di sudut ruangan, terlihat seorang perempuan cantik dan seksi. Dia menikmati satu gelas minuman di tangan kanannya.

"Penasaran banget sama model istrinya mas Yusuf? Apa dia lebih cantik dariku? Atau lebih..." Gumam Gea, dia tersenyum kecil.

*

"Ehem..."

"Ada apa Jeng Gita?"

"Apa itu menantu Jeng Desi yang mandul?"

"Iya, betul, Jeng Gita."

"Ya kelihatan sih, kayak lemes gitu. Yang mangkannya dia itu ga bisa."

"Emang gitu, iyalah Jeng Rere. Kenapa sih Jeng Desi nggak nyari menantu lagi?" Rere menatap ke Desi. "Masa nggak punya cucu dari Yusuf. Padahal pewaris dan penerus harusnya ada."

Desi hanya bisa tersenyum kecut.

"Jeng, kenapa sih kok malah diem aja?" Desak Rere, dia terkenal biang nyinyir.

"Maaf tante-tante semua, istri saya tidak mandul. Cuman Allah masih belum memberikan kepercayaan sama saya dan istri saya," timpa Yusuf.

"Ya ampun Yusuf, kamu terlalu bucin sama istrimu. Masa nikah udah lima tahun masih aja nggak isi?" Sindir Rere, dia tersenyum masam.

"Udahlah, Jeng Rere. Mungkin aja mereka lagi program child free. Mereka sengaja buat nggak pengen punya anak," Susi.

"Yaelah. Child free itu cuman alasan mereka. Aslinya itu ya nggak bisa ngasih keturunan alias wanitanya aja mandul," tepis Rere, tertawa miris.

Yusuf langsung pergi, dia menghampiri Fatimah. Dia langsung mengandeng tangan Fatimah keluar dari rumah kediaman keluarganya.

"Mas, kita mau ke mana?" Tanya Fatimah.

"Udara di sini nggak cocok buat kita," jawab Yusuf.

"Loh kalian kok buru-buru sih," ujar Gea.

"Sorry, Ge. Kita mendadak ada urusan. Lain kali aja kita ngobrol bareng," ucap Yusuf.

"Assalamualaikum, Ge," ucap Yusuf dan Fatimah.

"Walaikumsalam," balas Gea.

Yusuf mengandeng tangan Fatimah begitu erat. Mereka melangkah bersama.

Sementara Gea menatap mereka dari jauh. "Aku pasti akan dapatin kamu, Mas," ucapnya.

*

Di Mobil Yusuf dan Fatimah, mereka terlihat deg-degkan. Mereka sudah lama tidak bertemu dengan Desi. Atau berkunjung ke sana.

Fatimah tampak cemas, dia merasa takut bertemu dengan ibu mertuanya. Bahkan dia yakin kalau ibu mertuanya selalu saja menekannya. Apalagi usia pernikahannya sudah lama sekali.

"Mas, harusnya kita tetap di sana, pasti nanti mama kecewa sama kita," Fatimah menatap Yusuf.

"Sayang, aku nggak mau kalau kamu terluka dengan kata-kata teman-teman mamaku. Lebih baik aku menjauhkan kamu dari sana. Kesehatan mentalmu lebih baik. Masalah mamaku, aku akan urus, sayang," Yusuf menangkupkan kedua telapak tangannya di wajah Fatimah.

"Mas..."

"Udah, kamu nggak usah cemas," Yusuf menatap Fatimah, ia mengusap kepala Fatimah.

"Ya Allah terima kasih, engkau telah mengirimkan lelaki terbaik di dunia. Cintanya yang lebih besar dariku," batin Fatimah. Dia sejenak memeluk Yusuf.

"Ayo, kita pulang." Yusuf mengenggam erat tangan Fatimah, ia membukakan pintu mobil bak ratu.

"Makasih, Mas," Fatimah menyimpulkan senyuman.

"Sama-sama, sayang," balas Yusuf.

Lalu Yusuf masuk ke dalam mobil, ia langsung memasangkan sabuk pengaman untuk Fatimah. Dia menyalakan mesin mobilnya.

Mobil keluar dari area rumah kediaman keluarga Yusuf, lalu melaju begitu sangat cepat menyapu jalanan kota Surabaya.

[WUSH]

Mobil melaju begitu cepat menyapu jalanan kota.

*

Pukul 16.00 sore.

Di dekat kolam renang, Gea sedikit bete.

"Arghh! Nyebelin banget si mas Yusuf! Kenapa dia malah nikah sama wanita kudet itu?!" Gea dongkol, dia terlihat uring-uringan.

Di Kolam Renang Rumah Keluarga Besar Yusuf.

"Gea, kenapa muka kamu kayak strikaan lecek?" Desi menatap Gea.

Gea menghela napas berat.

"Kenapa sih tante harus merestui mas Yusuf sama wanita itu? Kenapa tante tega banget nggak cegah hubungan mereka?" Gea menatap Desi. "Dulu tante pernah janji, kalau aku sama mas Yusuf sama-sama dewasa, akan menikah. Tapi kenapa tante malah menikahkan mas Yusuf sama wanita lain?"

Desi memeluk Gea yang duduk di tepi kolam renang. Wajah Gea cemberut.

"Emang Gea masih mau nikah sama mas Yusuf, tapi jadi istri keduanya?" Tanya Desi.

"Hmmmm...." Gea menatap Desi, dia berpikir keras.

*

Bab 3 - Mulut Pedas Mertua

Pukul 03.00 Pagi, kedua mata Fatimah terbuka lebar. Dia menguap berulang kali. Dia berusaha mengumpulkan nyawanya.

[HOAM!]

Fatimah menuruni ranjang, dia menampakkan kedua kakinya di atas lantai.

"Fatimah, kamu nggak boleh ngantuk," gumam Fatimah, dia langsung berjalan ke kamar mandi. Dia mengambil air wudhu.

Tempat wudhu, di dekat toilet rumah.

Fatimah usai berwudhu, lalu dia segera masuk ke dalam kamar. Dia mengambil mukena. Lalu dia segera melaksanakan sholat tahajud empat rakaat, lalu ditutup dengan witir.

"Assalamualaikum warrahmatullah," ucap Fatimah menoleh ke kanan lalu ke kiri.

Fatimah berdzikir, lalu dia mengadahkan kedua tangannya. Air matanya seakan menetes. Dadanya sesak.

"Ya Allah, kenapa engkau berikan hamba ujian seperti ini? Apa hamba sanggup berbagi cinta dengan wanita lain?" Fatimah berkata lirih, air matanya terjatuh seketika. Bibirnya gemetaran.

Sejenak Fatimah membayangkan tentang pernikahan kedua suaminya. "Ya Allah hamba-Mu ini, jauh dari kata sempurna. Bahkan hamba tidak sanggup harus dimadu," batinnya.

Di ranjang kamar Yusuf masih tertidur lelap.

Fatimah masih mengingat kalimat obrolan menyakitkan tentang dirinya di Arisan tadi pagi.

"Ngapain sih jeng Desi masih aja mempertahankan menantu mandul?"

"Betul, Jeng. Masa jeng nggak pengen punya cucu kayak kita-kita."

Fatimah berusaha sabar, dia bahkan masih bisa tersenyum di arisan teman-teman mertuanya. "Ya Allah, wanita mana yang tidak ingin mengandung 9 bulan, bahkan memiliki seorang anak?" Batinnya. "Ya Allah hamba sungguh-sungguh meminta dan berharap kepada-Mu. Bahwa hamba juga ingin dipanggil ibu dari seorang anak yang hamba lahirkan."

Fatimah tak sanggup, dia bersujud di atas sajadah panjangnya. Dia merasakan hatinya tersayat. Air matanya tak sengaja jatuh membasahi kedua pipinya.

"Ya Allah, aku mohon kabulkan doaku, kali ini aja. Aku ingin hidup bahagia bersama keluarga kecilku, ya Allah," ucap Fatimah dari lubuk hati terdalamnya, dia menangis di atas sajadahnya hingga tertidur lelap di atas sajadah.

*

Fatimah tertidur di atas sajadahnya. Hingga terdengar adzan subuh berkumandang.

Yusuf terbangun, dia mengerjap-kerjapkan kedua matanya, dia duduk sejenak di atas ranjang kamarnya, dia menoleh ke samping tidak mendapati istrinya.

"Ke mana Fatimah?" Gumamnya.

Yusuf menemui Fatimah tertidur di atas sajadah, dia langsung turun dari ranjang kamarnya.

"Sayang bangun, udah adzan subuh."

Fatimah terbangun, dia menatap Yusuf.

"Jam berapa mas?"

"Udah jam setengah lima. Ayo kita ambil air wudhu dan sholat berjamaah."

Fatimah tersenyum. Dia menganggukkan kepalanya.

Kemudian mereka jalan bersama ke kamar mandi, mereka mengambil air wudhu. Hingga terdengar gemericik air keluar dari kran kamar mandi.

Fatimah dan Yusuf kembali ke kamar. Mereka berdua membentangkan sajadah. Lalu mereka segera sholat berjamaah.

Fatimah dan Yusuf melaksanakan sholat dua rakaat. Mereka begitu khusyuk. Hingga di akhiri dua salam.

"Assalamulaikum warrahmatullah," ucap Yusuf, lalu diikuti Fatimah.

Usai melaksanakan sholat, mereka lanjut mengaji bersama.

Fatimah melakukan tadarus bersama dengan Yusuf. Mereka membaca surah Al-Waqiah bersama. Setiap ayat-ayat mereka baca pelan-pelan dan merdu.

*

Paginya, Gea lari pagi di komplek rumahnya, dia berkeringat cukup banyak. Dia mulai mengatur pernapasanya. Dia mencium aroma bubur ayam.

"Kayak makan buryam enak nih," gumam Gea, kedua matanya membidik ke gerobak penjual bubur ayam.

Di pojok terlihat penjual bubur ayam 'Mang Ucup' terlihat sangat ramai pembeli. Beberapa orang banyak yang pesan bungkus.

Lalu Gea berjalan ke sana. Dia sudah tidak tahan menikmati semangkok bubur ayam. Dia merasa cacing di perutnya sedang berdemo.

"Pak, satu porsi buryam. Gak pakai kacang, terus tambah topping ayam dan sate telur puyuh. Oh ya telurnya setengah matang ya, Pak," ucap Gea, lalu dia duduk di bangku panjang.

"Siap, Nona cantik!" Balas tukang bubur ayam.

Beberapa pembeli terlihat menikmati bubur ayam. Mereka terlihat lahap.

Gea mengambil sate usus sambil menunggu bubur ayamnya tersaji.

Gea menghabiskan enam tusuk sate usus ayam.

"Non, ini buburnya," ucap tukang bubur ayam menyajikan semangkok bubur ayam pesanan Gea di atas meja.

"Ok, Pak. Terima kasih," balas Gea.

Gea langsung melahap bubur ayam, dia sedikit meniup, sebelum masuk ke mulutnya.

"Emang enak sarapan bubur ayam habis jogging," gumam Gea. Dia begitu menikmatinya. Dia begitu lahap memakan setiap suapan sendok yang masuk ke dalam mulutnya.

*

Hari minggu pagi, pukul 09.00.

[TOK!]

Suara ketukan pintu unit apartemen.

Fatimah langsung melangkahkan kedua kakinya. "Aduh, siapa ya pagi-pagi gini bertamu?"

Sementara Yusuf berendam di bathtub. Dia menikmati suasana di kamar mandi. Dia juga sudah memasukkan bathboom. Dia merasakan rileksasi. Helaan napas berat, setelah menjalani enam hari kerja.

"Ya Allah, aku nggak akan pernah mungkin menduakan dia," gumam Yusuf, dia menikmati air hangat di Bathtub.

Lalu Yusuf segera keluar dari bak mandi, dia membilas tubuhnya dengan air pada shower. Dia segera meraih handuk, dia lilitkan dari pinggang hingga lutut.

Yusuf keluar dari kamar mandi, dia mengebas-kebaskan sedikit rambutnya yang basah. Dia berjalan ke walking closet, dia memilih pakaian santainya.

"Kayaknya pakai ini aja deh," Yusuf mengambil kaos oblong dan celana pendek, dia langsung menatap dirinya di cermin. Dia menyemprotkan parfum aroma maskulin.

Yusuf menaruh kembali handuk di jemuran depan kamar mandinya.

*

Di ruang makan.

"Ya ampun, kamu itu gimana sih Fatimah, jam segini masih malas-malasan! Masak di atas meja nggak ada makanan sarapan pagi untuk suamimu! Kamu mau kasih makan angin?!" Desi menatap Fatimah.

"Iya, Ma. Maaf tadi Fatimah bangun kesiangan."

"Halah! Kamu itu emang dasar istri pemalas! Kamu aja masih berantakan! Aduh!" Desi kesal. "Untung mama bawa makanan, kalau enggak pasti Yusuf nggak keurus sama kamu!"

Fatimah mengelus dada.

"Kamu itu harusnya layani suami dengan baik! Kamu itu emang nggak becus!" Desi kesal.

Fatimah tidak membantah sepatah katapun.

"Yaudah, kamu siapin ini sarapan pagi untuk suamimu! Masa mama harus turun tangan juga buat ngurus suamimu!" Dengus kesal Desi.

"Maaf, Ma."

"Percuma aku maafin kamu, tapi kamu tetep ngulang lagi! Kamu nggak becus!" Omel Desi.

Fatimah membantu menyajikan rendang daging yang dibawa ibu mertuanya. Dia juga sudah menyiapkan nasi.

Nasi dan daging rendang telah tersaji di atas meja makan.

Tatapan wajah Desi begitu sinis

"Dasar menantu nggak becus!" Umpat Desi dalam hati.

*

"Loh mama ke sini? Kenapa mama nggak ngabarin Yusuf, kan Yusuf bisa jemput mama?"

"Halah, kamu itu. Nggak mungkin jemput mama. Kamu kan lebih prioritasin istrimu," sindir Desi.

"Ma, kenapa sih nggak suka banget sama Fatimah? Padahal dia itu sayang sama mama."

"Halah, nggak mungkin."

Fatimah hanya diam, dia menuangkan minuman ke gelas ibu mertuanya dan suaminya.

"Harusnya kamu dulu kalau cari istri yang punya bibit, bobot, dan bebet baik. Bukan sama istri yang nggak bisa kasih keturunan buat kamu," Desi menyindir ke Fatimah, tatapan sinis.

Fatimah berusaha mengabaikan, dia berusaha menjaga hatinya.

"Ma, harusnya jaga perasaan Fatimah, dia juga perempuan seperti mama."

"Ya nggak usah disamakan, lagian mama juga udah menemukan calon istri kedua buat kamu. Yang pasti dia dari keluarga jelas."

Fatimah berusaha sabar, dia mengelus dadanya. Dia menahan air mata di kelopak matanya.

"Ya Allah, aku sungguh nggak sanggup diduakan dengan wanita lain, kenapa engkau memberikan ujian seperti ini?" Batin Fatimah.

"Ma, aku akan cek ke dokter kandungan, tapi aku yakin kalau Fatimah itu bisa punya keturunan," ucap Yusuf.

"Halah! Dia itu nggak akan pernah mungkin bisa, lagian dokter kandungan langganan mama bilang, kalau Fatimah itu akan sulit hamil," ucap Desi.

"Sulit, tapi masih bisa kemungkinan Fatimah bisa hamil, Ma."

"Kemungkinan cuman sepuluh persen kata dokter, itu ya hanya harapan tipis. Sampai kapan mama nungguin, sampai mau mati?!"

"Ma, jangan ngomong gitu. Ini bagian ujian dari Allah."

"Halah, lagian kalau kamu poligami, kn Fatimah bisa mendapatkan surga, lagian ini buat kepentingan bersama," ujar Desi.

"Mas, udah. Aku bersedia buat dimadu sama kamu, aku ikhlas, Mas," balas Fatimah, dia tersenyum.

"Aku yang nggak bisa, Fat. Ini keputusan besar, aku takut nggak bisa adil sama kamu ataupun istri keduaku nanti," Yusuf menolak halus.

"Mas, aku nggak apa-apa. Kamu bisa melakukan perintah ibumu, lagian surgamu masih di ibumu," kata Fatimah.

"Aku nggak bisa, Fat. Aku nggak mau nyakitin kamu." Yusuf menatap Fatimah.

"Lagian, istri kamu udah setuju, yaudahlah. Kamu nurut sama mama," ucap Desi.

"Tapi aku yang keberaratan, Mas."

"Kamu memang sekarang nggak pernah dengerin mama lagi, udah mama cape ngomong sama kamu, Suf! Kamu memang nggak ngertiin mama," Desi langsung beranjak pergi.

"Ma, bukan maksud Yusuf ...."

Desi pergi meninggalkan unit apartemen Yusuf dan Fatimah, dia tampak kesal. Mulutnya komat-kamit. Sepanjang jalan menyusuri lorong, dia ngomel dalam hati.

"Anak nggak pengertian! Pasti ini pengaruh buruk dari Fatimah!" Dengus kesal Desi.

Di ruang tamu, Yusuf dan Fatimah berbincang bersama, usai sarapan pagi. Mereka sambil menikmati kopi.

"Mas, harusnya kamu nggak boleh gitu sama mamamu," ujar Fatimah.

"Enggak sayang, aku nggak bisa melihat kamu sedih atau menderita, aku hanya ingin kamu bahagia sayang," ucap Yusuf. "Aku menikahimu untuk menua bersama, bahkan aku nggak peduli jika kamu pada akhirnya nggak bisa kasih aku keturunan. Kita masih bisa adopsi anak," ucap Yusuf menatap Fatimah, dia mengecup jemari-jemari tangan Fatimah.

"Tapi mas...."

"Nggak usah peduliin ucapan mereka, aku dan kamu yang ngejalani semua ini. Mereka hanya penonton dalam rumah tangga kita. Aku percaya ini adalah takdir yang telah Allah berikan kepada kita," ucap Yusuf. "Besok kita ke Panti Asuhan, siapa tahu kita menemukan anak yang cocok buat kita adopsi."

Yusuf meraih tangan Fatimah kembali.

"Iya, Mas."

*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!