Aira membulatkan mata juga dengan refleks membuka mulutnya lebar, yang diikuti dengan telapak tangannya terangkat menutupi bibir.
“Oh my God, ganteng banget,” celetuk Aira dan sontak membuat Jo menoleh padanya.
“Lebay!” ucap Jo dengan nada ketus. Dia pun membenarkan posisi tas di bahunya, lalu ikut berjongkok untuk membantu Dira membereskan kertas-kertas itu. Ternyata bener, dia orangnya.
“Maaf, saya benar-benar nggak sengaja,” ucap Dira sembari menyerahkan tumpukan kertas yang berhasil dia rapikan. Tak lupa, dia juga mengambil kertas-kertas yang berhasil Jonatan kumpulkan dan menyerahkannya kepada sang pria.
“No problem, Dira,” ucap sang pria yang kemudian berlalu begitu saja dari hadapan Dira.
Awalnya Dira hanya menanggapi dengan santai dan berniat melanjutkan langkahnya ke kantin. Namun, sekujur tubuhnya terasa membeku saat mengingat sesuatu.
“Tunggu dulu. Hei!” panggil Dira kepada sang pria.
Pria itu kembali menoleh ke belakang. Kali ini keduanya berhasil beradu pandang.
“Kamu memanggil saya?” tanya sang pria memastikan.
“Iya. Kamu siapa?” tanya Dira merasa penasaran. “Apa kita pernah saling kenal?” Ya, Dira memang harus menanyakan hal itu untuk sekadar menenangkan hati. Buka hanya soal nama, melainkan tentang mata dan kenyamanan yang Dira rasakan saat berada di dekatnya walau hanya beberapa detik.
“Saya Arya, dosen baru di sini, menggantikan Bu Salma yang sedang cuti. Soal nama kamu, waktu di luar tadi, saya nggak sengaja baca nama yang tertera di beberapa buku yang kamu bawa. Jadi, saya simpulkan kalau itu nama kamu.” Sang pria lantas menampilkan senyum terbaik kepada Dira, sebelum akhirnya pergi begitu saja dari hadapan tiga sahabat itu.
Dira masih terpaku seraya kembali menetralkan perasaan. Saat melontarkan pertanyaan, terbesit sedikit harapan dalam hati kalau orang itu adalah orang yang selama belasan dia tunggu kehadirannya. Namun, sayang sekali, nama yang disebutnya, bukanlah Kevin.
Aira dan Jonatan mendekati Dira, mengapit gadis itu di antara keduanya. Bahkan, mata mereka juga mengikuti arah fokus sang sahabat.
“Ternyata emang beneran cakep. Pantes radarnya si Vina kuat banget,” gumam Aira yang sebenarnya terdengar jelas di telinga Dira, tetapi dia enggan meresponsnya. Hati Dira masih begitu kecewa mendapati kenyataan kalau nyatanya Kevin memang belum kembali.
“Lo kenal sama dia, Dir?” tanya Jonatan memastikan.
Dira menggelengkan kepala. “Nggak. Tadi dia yang nyerempet gue.”
“Ya ampun, kalau gue jadi lo nih, ya, Dir, dia nabrak gue, gue bakal pura-pura pingsan biar digendong sama dia.” Aira begitu terpesona pada ketampanan dosen baru. Bahkan, dia berharap suatu saat nanti mereka bisa menjadi sepasang kekasih yang akan hidup bahagia bak di negeri dongeng.
“Ngelantur mulu nih anak. Udah deh yuk, Dir, kantin aja. Tinggalin aja nih nenek lampir satu!” ajak Jonatan seraya meraih pundak Dira dan menggandengnya.
Beberapa langkah, mereka masih dalam posisi tersebut. Namun, saat Dira kembali ke kesadarannya, dengan segera dia menjauhkan tangan kekar sang sahabat dari pundaknya.
“Jaga ... jarak. Oke!” pinta Dira sambil menampilkan senyum yang dia paksakan, lalu mempercepat langkahnya ke kantin.
“Dir, lo cari bangku kosong dulu deh buat kita. Biar gue yang pesen,” pinta Jonatan yang tak ingin apabila Dira dan Aira, tidak lebih tepatnya dia tak ingin Dira lelah mengantre. “Lo pesen seperti biasanya kan, Dir?” Dira hanya mengangguk. “Terus lo gimana, Ra?”
“Samain aja, deh,” ucap Aira. Kepalanya celingukan ke kiri dan kanan, mencari celah bangku kosong di area kantin yang cukup luas, walaupun tak seluas setengah dari luas fakultasnya sendiri.
“Tuh, mereka udah selesai. Yuk, buruan ke sana aja sebelum keduluan yang lain,” ajak Dira dengan telunjuk tertuju pada sebuah bangku kantin yang tak jauh dari pintu masuk dan baru saja ditinggal oleh pengunjung sebelumnya.
Dira dan Aira duduk di sana sambil memainkan ponselnya. Tak lama, Jonatan datang dengan membawa tiga buah gelas plastik berisi jus buah kesukaan masing-masing.
“Rame banget ya, padahal masih pagi ....”
“Masih pagi mata lo siwer, Ra? Lihat jam dong, ini udah waktunya makan siang pea’.” Lagi-lagi Jonatan bersikap tak ramah pada Aira. Sangat berbeda saat memperlakukan Dira. Begitu lembut, hangat, dan penuh kasih sayang.
Aira hanya mencebikkan bibir menanggapi ucapan Jonatan.
“Masih lama nggak, Jo? Soalnya gue laper banget, tadi belum sarapan.” tanya Dira yang mulai merasakan perih di perutnya.
“Nggak deh, di tempatnya Mbak Arum yang pesen dikit, kok. Paling bentar lagi selesai ....”
Belum selesai Jo mengatakan kalimatnya, seorang wanita yang usianya sepuluh tahun dari mereka tiba sambil membawa sebuah nampan berisi dua mangkuk bakso dan sebuah mangkuk soto Lamongan kesukaan Aira.
“Mas Jo, maaf nih, lontongnya habis. Apa mau diganti nasi aja?” tanya Mbak Arum, pemilik salah satu stan di kantin kampus.
“Dir, mau nasi?” Jonatan meminta persetujuan Dira.
“Eh, nggak usah, Mbak. Bakso aja cukup, kok. Gue udah telat makan, kalau kebanyakan entar malah begah,” jawab Dira jujur.
“Oh ya udah, nggak usah, Mbak.”
“Loh, Jo, kalau lo mau makan sama nasi, ya udah, pesen aja. Ini kita split bill, kan?”
“Nggak usah. Gue lagi kaya hari ini. Jadi makanan ini, gue yang traktir.” Jonatan bersikap sok kaya yang membuat Aira kembali bereaksi.
Aira begitu asyik dengan makanannya hingga rasanya malas menanggapi obrolan dua sahabatnya. Namun, matanya langsung membola, makanan yang sudah berada di dalam mulut, mendadak terasa begitu sulit untuk ditelan.
Sendok yang dia pegang sontak terlepas begitu saja dari tangan Aira. Tepukan keras langsung dia layangkan pada pundak Dira hingga gadis itu tersedak.
“Eh, sorry, sorry, nggak sengaja. Lo nggak pa-pa, kan, Dir?” tanya Aira memastikan setelah menyadari kesalahannya.
“Lo ngapain sih, Ra? Sadar nggak, apa yang lo lakuin itu bisa bahayain Dira!” Jonatan langsung memberikan segelas air pada Dira dan memegangi gelas tersebut hingga gadis itu selesai minum.
“Ih, Jo, maaf sih ... gue tuh ....”
“Maaf, apa saya boleh duduk di sini? Soalnya saya sudah cari tempat yang kosong ternyata nggak ada,” ucap Arya.
Kemunculan Arya di kantin rupanya sukses menimbulkan kehebohan. Statusnya yang masih lajang berparas tampan dan tubuh atletis, tentu menjadikannya pusat perhatian. Tak hanya itu, tak sedikit juga yang bahkan memanggil namanya seraya menunjukkan bentuk hati (sarangheo) dengan jari telunjuk dan jempol ala-ala Korea.
Jonatan yang tak begitu menyukai Arya, langsung meletakkan tasnya di bangku yang masih kosong dengan kepala tertunduk, seolah tak memedulikan keberadaan pria itu di sana.
“Aih, Jo!” tegur Aira dengan mata melotot.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Retno Marsudi
kog dira bisa gk kenal kevin ya,,, umurnya terpaut jauh banget ya😏😏
2020-06-21
0
Desi Komalasari
visualnya dong thorrr
2020-03-19
1
NAM
siap kakak... Ditunggu yaa... udah aku setor koq masih review... makasih yaa kak...
2019-11-30
1