NovelToon NovelToon

Polygamy Or Divorce

Bab. 1 Reuni

Matahari muncul dari ufuk timur, seorang gadis menggeliatkan badannya dan dia segera beranjak dari tempat tidur. Dirinya berjalan untuk membuka tirai jendela. Tak puas hanya menghirup udara yang sedikit, dia pun membuka pintu balkonnya.

Gadis berwajah manis itu tersenyum lebar, dia memejamkan mata lalu mendongakkan kepalanya ke atas. Beberapa detik kemudian, dia menatap ke bawah dimana tukang kebun sedang menyapu halaman.

"Hem, udara pagi memang sangat segar." ujar gadis itu.

Fatimah Az-Zahra, itulah nama lengkap dari sang pemilik paras manis nan mempesona tersebut . Zahra melirik jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi. Ya, gadis itu sudah terbiasa bangun pagi seperti ini.

"Zahra, apa kau sudah bangun?" panggil seseorang dari luar kamar yang tak lain adalah Mama dari Zahra sendiri.

"Iya, Ma! Sebentar!" Zahra bergegas berjalan menuju pintu kamar, dia membukanya dan langsung tersenyum saat melihat wajah Mamanya yang bersinar di pagi hari.

"Pagi, Ma." Zahra mengecup pipi sang Mama.

"Pagi, Sayang. Mama pikir kau belum bangun. Ayo cepat mandi! Setelah itu kita sarapan bersama." perintah sang Mama.

Zahra mengangguk lalu dia menutup pintu kamar setelah Mama pergi dari sana. Gadis itu melakukan apa yang Mamanya katakan.

Tak lama kemudian, Zahra sudah bersiap dengan memakai outfit biasa. Ya, hari ini dia reunian dengan teman kuliahnya. Zahra berjalan menuruni anak tangga, gadis itu melihat Mamanya yang sudah duduk di kursi meja makan.

"Mama," Zahra berjalan mendekati meja makan.

"Duduklah, Nak. Mama sudah menyiapkan menu spesial untukmu."

Zahra melihat ke meja makan, dari raut wajahnya terlihat dia begitu bahagia. Bagaimana tidak, Mama memasakkan Sup buntut kesukaan Zahra. Gadis itu langsung mengambil piring dan mengisinya dengan sedikit nasi lalu sup beserta sambal khas dari Mama.

"Eum, masakan Mama memang tidak diragukan lagi. Ra jadi sedih, bagaimana jika nanti Ra menikah dan berumah tangga? Pasti Ra akan tinggal terpisah dari Mama, lalu Zahra tidak bisa lagi menikmati masakan Mama yang super lezat ini." ucap Zahra dengan nada bersedih.

"Sayang, kenapa kau bicara seperti itu? Jika ada waktu Mama pasti akan berkunjung ke rumahmu, lalu memasakkan makanan yang banyak untukmu." Mama tersenyum mencoba untuk membujuk Zahra, alasan gadis itu belum menikah di usianya yang sudah menginjak dua puluh lima tahun ini karena dia tidak ingin jauh dari Mamanya.

"Ck, Mama membuat Ra sedih pagi-pagi begini."

"Hei, kau yang mengkhayalkannya. Kenapa malah menyalahkan Mama?" wanita paruh baya itu tertawa melihat wajah lucu milik Zahra.

Zahra tidak ingin memperpanjang perbincangan, dia memilih diam lalu melahap sarapannya hingga habis.

Beberapa menit kemudian, mereka sudah selesai sarapan. Zahra melirik ponselnya yang ada di atas meja, seseorang mengirimkan pesan agar Zahra tidak melupakan reuni yang diadakan.

"Zahra?"

Zahra yang kala itu masih sibuk dengan ponselnya langsung menoleh dan meletakkan benda pipih berbentuk segi empat itu di atas meja.

"Mama ingin berbicara serius denganmu."

"Ada apa, Ma?"

"Kau masih belum memiliki seorang kekasih? Nak, usia Mama sudah tidak lagi muda. Mama ingin segera melihatmu menikah dan Mama ingin secepatnya menggendong cucu seperti teman-teman arisan Mama yang lainnya."

"Nanti akan ada saatnya, Ma."

"Kapan, Nak? Selalu jawaban itu yang kau katakan jika Mama bertanya masalah pernikahan."

"Ma, Ra tidak ingin berdebat dengan Mama. Mama doakan saja yang terbaik untuk Ra, saat ini Ra masih ingin fokus dengan pekerjaan."

"Apalagi yang kau cari, Nak? Harta? Menurut Mama apa yang kita miliki saat ini sudah lebih dari cukup. Pengalaman kerja? Mama rasa kau sudah puas dengan pengalaman kerjamu yang sudah hampir lima tahun ini. Usiamu juga sudah pantas untuk menikah, Nak."

"Ma, Mama tidak perlu memikirkan hal itu. Mencari pendamping hidup tidaklah mudah, Ma. Menikah itu hanya sekali seumur hidup, maka Ra tidak boleh salah dalam memilih pasangan." Zahra melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia tidak ingin berdebat dengan Mamanya, maka dari itu Zahra memutuskan untuk pamit meskipun waktu perkumpulan reuni masih cukup lama.

Zahra masuk ke dalam mobil, dia melajukan kendaraan beroda empat itu menjauh dari pekarangan rumah mewahnya. Di dalam mobil, Zahra mengingat kembali perkataan Mamanya. Siapa bilang dia tidak ingin menikah? Tentu saja sangat ingin karena pernikahan adalah keinginan setiap manusia. Namun, Zahra membayangkan hal yang sudah terjadi pada teman kerjanya.

Setelah wanita itu menikah beberapa tahun, suaminya berselingkuh dan menikah dengan wanita lain. Zahra sangat takut akan hal itu, dia tidak ingin patah hati karena baginya pernikahan hanya berlaku satu kali seumur hidup. Zahra tidak bisa menerima sebuah pengkhianatan, maka dia harus teliti memilih pasangan.

Tak lama kemudian, Zahra sampai di sebuah kedai kopi. Dia turun dan masuk kedalam sana. Dirinya memesan coffee late untuk menghangatkan tubuh dan pikiran yang sedang berperang.

Tak lama kemudian, coffee pesanan Zahra tiba. Gadis itu sengaja memesannya menggunakan cup dan bukan gelas. Dia membuka aplikasi Instagram dan tak sengaja melintas postingan kakak kelasnya dulu yaitu Evan.

"Ini, ini benar kak Evan? Astaga ternyata dia sangat tampan setelah tumbuh dewasa." mata Zahra tidak bisa berbohong jika dia tertarik dengan pemuda tampan itu. Sejujurnya semasa Zahra kuliah dulu, dia sudah tertarik dengan kakak seniornya itu.

"Dia membuat caption, meet old friends. Itu artinya, bertemu teman lama dan ada emot bendera Indonesia. Berarti?" Zahra tidak sadar jika senyumnya langsung terbit hingga menampakkan giginya yang rata dan bersih.

Zahra menggigit bibir bawah lalu dia memeluk ponselnya. "Baiklah, Zahra. Kau harus terlihat cantik dan feminim, kau akan kembali bertemu dengan pemuda yang selalu kau rindukan itu."

Gadis itu beranjak dari kursi, dia membawa coffee - nya yang baru berkurang sedikit. Saat membuka pintu, tanpa sengaja Zahra menubruk seseorang. Dia tidak melihatnya karena sangat bahagia hingga ceroboh.

"T—tuan, maaf." Zahra merasa tidak enak dengan pemuda yang ada di depannya itu.

"Tidak masalah, Nona. Maaf saya juga tidak melihat karena terlalu buru-buru." pemuda itu berkata dengan sopan, tanpa menunggu jawaban dari Zahra, dia langsung masuk ke dalam kedai itu.

Zahra melihat cup yang ada ditangannya, terlihat coffee tadi tumpah sedikit mengenai baju pemuda itu.

"Astaga, coffee nya tumpah." Zahra kembali masuk ke dalam untuk mengganti rugi, mungkin saja baju pemuda itu kotor akibat perbuatan cerobohnya.

Setelah berada di dalam, Zahra mencari pemuda tadi tetapi tidak ketemu.

"Dimana dia? Pemuda tadi masuk ke dalam sini, tidak mungkin aku salah lihat." gumam Zahra bingung.

Ketika Zahra membalikkan badan, dia melihat pemuda itu yang sudah memakai pakaian khusus pegawai.

"Oh, jadi dia pekerja di tempat ini." Zahra mengangguk pelan. Dia berniat untuk menghampiri pemuda itu, tetapi di urungkan karena melihat sang pemuda yang sangat sibuk melayani pelanggan.

"Kalau begitu kapan-kapan saja aku akan menemuinya." Zahra pergi dari sana karena sebentar lagi waktu reunian akan tiba.

Bersambung

Bab. 2 Mencari pekerjaan

Di tempat lain, tepat pukul delapan pagi, seorang wanita paruh baya dengan sigap membuka selimut gadis yang saat ini masih nyaman bergelung didalamnya. Sontak hal itu membuat sang gadis terkejut bukan kepalang, di tambah hujan lokal di dalam kamarnya membuat kasurnya basah kuyup.

Gadis tersebut mencampakkan selimut dan bangkit dari ranjang, dia menatap wajah wanita paruh baya yang ada di depannya.

"Tante, apa yang tante lakukan? Lihat! Kasurku jadi basah, apa Tante tidak bisa membangunkanku dengan cara biasa? Tidak perlu menyiramku seperti ini!" bentak gadis itu yang tak lain adalah Anna.

"Hei! Turunkan nada bicaramu, dasar gadis durhaka! Tidak punya sopan santun!" wanita paruh baya itu pun tidak terima.

"Jika saja Tante tidak menyiramku, mungkin aku bisa berbicara lembut. Tapi ini? Apa yang tante lakukan padaku itu sudah sangat keterlaluan. Apa salahku?"

"Kau itu pemalas, bisanya hanya tidur, tidur, dan tidur! Kau tidak memikirkan kerja atau mencoba mencari penghasilan. Kau tidak malu di usiamu yang sudah dewasa ini kau masih menjadi pengangguran? Lihat teman-temanmu, mereka semua bekerja, membantu orang tuanya!"

"Apa harta peninggalan papa sudah habis, hm?" Anna tidak punya rasa takut sama sekali.

"Kau hanya mengandalkan harta warisan yang menghasilkan sedikit uang itu? Harta yang ditinggalkan papamu sangat sedikit, kau tidak perlu membahasnya di depanku!"

Anna tersulut emosi, ingin sekali dia memaki wanita paruh baya yang menjadi Tante nya itu.

"Apa! Kau tidak senang?" Rosalinda- Tante Anna tahu jika keponakannya sekarang sedang marah.

Anna pergi dari hadapan Linda sambil membawa emosinya yang hampir meledak. Dia menghentakkan kaki di lantai seraya menggerutu.

"Aku sangat bosan tinggal dirumah ini, aku ingin bersama Mama." gerutu Anna tetapi masih bisa di dengar oleh Linda.

"Kau bilang apa? Ingin tinggal bersama Mamamu? Pergilah sana, aku juga tidak akan peduli!" teriak Linda saat Anna sudah masuk ke dalam kamar mandi.

Anna menutup pintu cukup kencang hingga membuat jantung Linda hampir saja melompat dari tempatnya.

"Dasar gadis gila!" caci Linda dan pergi dari kamar Anna, dia sama sekali tidak berniat membereskan kamar keponakannya yang basah.

Beberapa menit kemudian, Anna berjalan keluar dari kamarnya. Dia dapat melihat Tante dan sepupunya yang sedang berada di meja makan.

"An? Kau mau kemana?" tegur sang sepupu yang bernama Arka, pemuda berusia dua puluh tujuh tahun itu heran melihat penampilan Anna yang sudah rapi.

"Aku ingin pergi, mencari pekerjaan." jawab Anna cuek.

"Pekerjaan? Ada apa denganmu?"

Anna hanya melirik sang Tante yang duduk di kursi, wanita paruh baya itu sama sekali tidak meliriknya ataupun menegurnya.

"Itu tidak penting, intinya aku ingin bekerja." ketus Anna hendak pergi tetapi langkahnya terhenti akibat pertanyaan dari Arka.

"Kau tidak sarapan terlebih dahulu?"

Anna menggeleng, dia segera bergegas keluar dari rumah.

Setelah berada di luar, Anna bingung harus pergi kemana. Pekerjaan? Tidak pernah terlintas di benak Anna untuk bekerja.

"Memusingkan, aku harus bekerja apa dan mencarinya dimana? Ini semua karena wanita tua itu! Dia benar-benar menyebalkan, aku ingin sekali pergi dari rumahnya, tapi aku tidak ingin meninggalkan harta warisan papa."

Anna pun menjadi putus asa, dia menendang sesuatu dan tanpa sengaja mengenai punggung seseorang.

"Ya ampun! Astaga, dewa Ganesha." Anna berlari kecil menghampiri pria yang tadi terkena kaleng.

"T—tuan, Anda baik-baik saja?" Anna mengigit bibir bawahnya sambil tersenyum nyengir.

Pria itu bersidekap, dia menatap Anna dengan kesal. "Apa kau kurang kerjaan?"

"Saya bukannya kurang kerjaan, Tuan. Saya malah sedang mencari pekerjaan."

"Pantas saja," pria itu tersenyum remeh.

"Ya sudah, saya tidak punya banyak waktu. Kalau begitu saya permisi, Tuan. Maaf sekali lagi," Anna berlalu dari hadapan sang pria.

"Hei—" pria itu menggeleng kesal.

"Apes!" ucap Anna sambil berjalan menjauh.

Anna terus berjalan menyusuri beberapa gedung yang tinggi dan mewah, tanpa sengaja gadis itu melihat sebuah spanduk bertuliskan, lowongan kerja. Bola mata Anna berbinar, dia segera berjalan ke gedung itu.

"Permisi," sapanya pada sang security.

Security itu menatap Anna dari atas sampai bawah, dia mengerutkan dahinya karena baru melihat Anna.

''Maaf, Nona. Ada yang bisa saya bantu?"

Anna melirik spanduk yang menempel di dinding, dia menunjuknya dengan jari. "Apa benar disini ada lowongan kerja?"

"Benar, Nona."

"Kebetulan, saya sedang mencari pekerjaan. Apa saya bisa melamar kerja disini?"

"Direktur utama ada di dalam, Anda bisa masuk dan bertanya pada resepsionis terlebih dahulu."

"Baiklah, terima kasih." Anna pergi masuk ke dalam, dia menghampiri meja resepsionis dan bertanya tentang masalah lowongan kerja.

Resepsionis itu mengantarkan Anna ke ruangan direktur utama.

"Nona, Anda datang di waktu yang sangat tepat karena pemimpin kami ada di kantor ini. Semoga saja Anda bisa langsung di interview dan bekerja di kantor ini. Semangat!" resepsionis cantik itu mencoba menyemangati Anna, sementara Anna menjawabnya dengan senyum dan terima kasih.

Anna masuk ke dalam ruangan karena sudah di perbolehkan oleh sang asisten pribadi direktur utama. Setelah berada di dalam, Anna terlihat gugup, dia tidak bisa melihat wajah calon bosnya karena pria itu menghadap ke belakang.

"Permisi, Tuan. Maaf menganggu waktunya.''

Pria itu terdiam, dia seperti tak asing mendengar suara itu. Tak ingin menunggu lama, dia pun memutarkan kursinya dan membuat Anna terkejut.

"A—Anda?" Anna menunjuk pria itu, tetapi dia sadar dengan posisinya saat ini, hingga dia langsung menurunkan jari telunjuknya.

****

Di tempat lain, Zahra sudah sampai di tempat tujuan. Dia melihat sudah banyak orang disana, tentu saja teman-teman seangkatannya. Seorang gadis bertubuh seksi berjalan menghampiri Zahra, dia adalah Elea, sahabat dekat Zahra sejak kuliah dulu .

Elea berprofesi sebagai model, dia sering berkeliling ke luar negeri karena pekerjaan.

Kedua wanita itu berpelukan, tak lupa mereka melakukan cipika-cipiki.

"Hai, Zahra. Sudah lama kita tidak bertemu, kau terlihat semakin cantik."

Zahra tersenyum manis. "Kau bisa saja, kau juga sangat cantik, El."

"Tentu saja aku harus terlihat cantik, Ra. Aku ini 'kan seorang model." Elea mulai mengeluarkan sikap sombongnya, tetapi Zahra yang sudah paham hanya menggeleng saja.

Tak lama kemudian mereka saling bertegur sapa dan bertukar kabar, tiba-tiba kehadiran seseorang menghentikan pembicaraan mereka semua. Ya, seorang pria yang sangat tampan dan berwibawa, siapa lagi kalau bukan Evan.

Pria itu berjalan sangat cool dengan gaya angkuhnya. Dirinya tersenyum simpul melihat para teman lama dan para juniornya dulu.

Bisik-bisik pun mulai terdengar, banyak gadis yang mengangumi ketampanan Evan. Mereka bahkan saling berebut untuk bertukar sapa dengan Evan.

Zahra yang melihat itu hanya mampu menatap tanpa berkedip.

Bersambung

Bab. 3 Mulai bekerja

Keesokan harinya, Anna sudah mulai bekerja. Dia ditempatkan sebagai sekretaris di kantor itu, untung saja dulunya Anna melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang kuliah. Kini berbekal ilmu yang dia miliki dirinya bisa menjabat sebagai seorang sekretaris.

Hari pertama bekerja yang membuat gadis malas seperti Anna harus bersikap profesional. Dia menghilangkan kemalasannya agar bisa terus berada di kantor tersebut, pekerjaannya saat ini mungkin akan melelahkan tetapi Anna ingat tujuan awalnya yaitu menghasilkan uang dan menutup mulut bibinya.

"Selamat pagi, Tuan." Anna berada di ruangan milik Jhonny.

"Katakan apa saja jadwal saya hari ini."

"Baik, Tuan. Pertama, pukul sepuluh pagi, Anda harus hadir di cafe Cemara karena akan mengadakan meeting dengan klien dari Hongkong. Setelah itu, Anda diminta untuk meninjau lokasi pembangunan yang sudah 70% jadi. Lalu, ada meeting penting di room sekitar pukul tiga sore. Itu jadwal Anda hari ini, Tuan. Apa ada yang bisa saya bantu lagi?"

Jhon memberikan dua buah map pada Anna. ''Kau harus mempelajari proposal itu, berhubung kau karyawan baru, jadi kau harus mempelajari beberapa tugas yang menjadi kewajibanmu."

"Baik, Tuan. Saya akan mempelajarinya, terima kasih karena sudah mempercayai saya untuk menjadi Sekertaris Anda."

"Hm." Jhon mengangguk.

Anna pun berpamitan untuk pergi dari ruangan bosnya, dia membawa berkas yang tadi Jhon berikan. Setelah sampai di meja, Anna membuka map itu. Dia membacanya dengan teliti, saat meeting nanti pasti dia yang harus menjelaskan pada klien tentang kerjasama mereka.

"Cukup sulit, tapi aku akan mencobanya." ucap Anna setelah selesai membaca berkas yang ada.

Waktu berjalan dengan cepat, tak terasa jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi dan kini Anna juga Jhon telah berada di cafe Cemara. Mereka sedang menunggu klien dari Hongkong yang mungkin akan terlambat beberapa menit akibat macetnya perjalanan.

Anna terlihat sangat gugup, dan ekspresi itu diperhatikan oleh Jhon.

"Kau tidak perlu setegang itu. Cobalah rileks, percaya jika kau bisa melakukan semuanya."

"Terima kasih, Tuan." Anna hanya bisa menjawab seadanya.

Tak lama kemudian, datanglah dua orang yang bisa dipastikan jika itu adalah klien mereka. Setelah bertegur sapa, kedua orang itu langsung duduk dan meminta penjelasan tentang keuntungan kerjasama serta keunggulan perusahaan JAY Group. Anna membuka pembicaraan tentang kerjasama, dia terlihat sangat lancar dalam pembawaan dan tenang menyampaikannya.

Beberapa saat kemudian, klien dari Hongkong itu memahami perkataan Anna, tanpa berpikir panjang, mereka menyetujui kerjasama itu. Tentu saja hal tersebut membuat Jhonny senang.

"Terima kasih, Tuan Mark. Mungkin saja kita bisa menjadi partner bisnis yang sama-sama menguntungkan."

"Terima kasih kembali, Tuan Abray. Senang bisa bekerjasama dengan Anda, saya harap kerjasama ini bisa berjalan dengan lancar tanpa masalah apa pun."

"Tentu saja, Tuan. Anda tidak perlu risau."

Semuanya bersulang minuman untuk merayakan hari jadi kerjasama mereka. Setelah itu, Tuan Mark dan sekertarisnya berpamitan untuk kembali karena masih banyak urusan yang harus mereka selesaikan.

Setelah kliennya pergi, Anna baru bisa bernapas dengan lega. Dia menyandarkan tubuhnya di kursi sambil menghela napas.

"Ada apa denganmu, Anna?"

"Akhirnya semua berjalan lancar, Tuan. Jujur tadi saya sangat gugup karena baru pertama kali menjelaskan sesuatu yang sangat penting di depan orang besar seperti Tuan Mark." ucap Anna penuh kejujuran.

Jhon tertawa pelan, dia menggeleng mendengar penuturan polos dari Anna.

"Baiklah, masih banyak yang harus kita kerjakan. Saat ini kita akan pergi meninjau lokasi." Jhonny pergi terlebih dahulu meninggalkan Anna. Gadis itu pun membuntuti sang bos dari belakang.

*******

Menempuh jarak sekitar satu setengah jam membuat Anna sangat letih, baru hari pertama bekerja dia sudah merasakan kelelahan seperti ini. Pada akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, karena perusahaan Jhon bergerak di bidang property, maka mereka kali ini meninjau tempat pembuatan villa.

Keduanya turun dari mobil, seperti biasanya, Jhon berjalan mendahului Anna. Demi menjaga keselamatan, pria itu memakai helm proyek terlebih dahulu sebelum memasuki lokasi, begitupun dengan Anna.

"Selamat datang, Tuan. Anda bisa melihat sendiri bagaimana hasil kerja kami, dan saya perkirakan mungkin dua Minggu atau satu bulan lagi villa ini sudah bisa di huni."

Jhon mengangguk. ''Sangat rapi dan sesuai keinginan saya.'' pria itu meminta tambahan beberapa hal pada sang mandor proyek, seperti kolam renang di belakang dan tempat olahraga khusus agar para penghuni Villa tidak perlu repot-repot keluar dari area tersebut.

Anna yang sedang melihat-lihat pembangunan hanya berdecak kagum, gedung itu sangat indah dan besar, Anna berpikir berapa rupiah yang Jhon habiskan untuk pembangunan villa tersebut.

"Tapi, apakah semua itu uang Tuan Jhon sendiri? Bisa saja dari hasil kerjasama. Ck, sudahlah! Kenapa aku harus pusing memikirkannya?'' Anna berbicara sendiri dan tanpa sengaja dia menginjak sesuatu hingga terpeleset.

Bruk

"Aw!" teriak Anna kencang membuat semua mata tertuju padanya.

Jhon yang kala itu masih sibuk berbicara dengan mandor proyek langsung berlari menghampiri Anna. Meskipun Anna adalah bawahannya, tetapi Jhon tidak pernah membedakan hal itu.

"An, mengapa bisa—" Jhon melihat lutut Anna yang berdarah akibat benturan batu.

"Ssh,'' Anna mendesis pelan merasakan perih di area kakinya. Dia tersenyum tipis. "Tuan, Anda jangan khawatir, ini tidak —" ucapan Anna terputus dan berganti teriakan karena Jhon mengangkat tubuh Anna.

"T—tuan, kenapa Anda—"

"Sudahlah, tidak perlu banyak bicara. Kau tau, kakimu ini terluka, maka dari itu harus segera diobati. Apa kau ingin kakimu ini busuk akibat infeksi?"

Anna menggeleng cepat, dia terdiam sambil melingkarkan kedua tangannya di leher Jhon. Gadis itu diam-diam memperhatikan wajah Jhon dari dekat. Sungguh tampan dan penuh wibawa.

'Ya ampun, apa yang kau pikirkan wahai gadis bodoh?' batin Anna dalam hati memaki dirinya sendiri karena sudah berani mengagumi atasannya.

Jhon membawa Anna ke sebuah pondok kecil yang tak jauh dari proyek pembangunan. Tempat itu biasanya dijadikan sebagai peristirahatan para pekerja.

"Tunggu disini! Saya akan mengambil kotak obat terlebih dahulu." Jhon pergi meninggalkan Anna tanpa menunggu jawaban dari gadis tersebut.

"Dia sangat baik, perhatian, dan tidak gengsi sama sekali meskipun aku ini hanyalah bawahannya." ucap Anna terpikat akan kebaikan Jhonny.

Tak lama kemudian, Jhonny pun kembali dengan membawa kotak obat yang selalu tersedia di dalam mobilnya. Pria itu membuka kotak tersebut dan mengeluarkan alkohol serta kapas. Saat Jhon ingin membersihkan luka yang ada di kaki Anna, gadis itu pun melarangnya.

"Jangan, Tuan! Biar saya saja, saya akan mengobatinya sendiri. Terima kasih karena Tuan sudah membantu saya, dan maaf jika saya merepotkan Anda."

Jhon meletakkan kapas di tangan Anna. ''Kau tidak perlu meminta maaf, ini sebuah musibah dan kita tidak tahu kapan datangnya."

Anna tersenyum tipis, dia mulai mengobati lukanya sementara Jhon kembali menemui sang mandor proyek. Setelah Jhon pergi, Anna mengipas kakinya yang terluka agar tidak terasa perih.

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!