Di tempat lain, tepat pukul delapan pagi, seorang wanita paruh baya dengan sigap membuka selimut gadis yang saat ini masih nyaman bergelung didalamnya. Sontak hal itu membuat sang gadis terkejut bukan kepalang, di tambah hujan lokal di dalam kamarnya membuat kasurnya basah kuyup.
Gadis tersebut mencampakkan selimut dan bangkit dari ranjang, dia menatap wajah wanita paruh baya yang ada di depannya.
"Tante, apa yang tante lakukan? Lihat! Kasurku jadi basah, apa Tante tidak bisa membangunkanku dengan cara biasa? Tidak perlu menyiramku seperti ini!" bentak gadis itu yang tak lain adalah Anna.
"Hei! Turunkan nada bicaramu, dasar gadis durhaka! Tidak punya sopan santun!" wanita paruh baya itu pun tidak terima.
"Jika saja Tante tidak menyiramku, mungkin aku bisa berbicara lembut. Tapi ini? Apa yang tante lakukan padaku itu sudah sangat keterlaluan. Apa salahku?"
"Kau itu pemalas, bisanya hanya tidur, tidur, dan tidur! Kau tidak memikirkan kerja atau mencoba mencari penghasilan. Kau tidak malu di usiamu yang sudah dewasa ini kau masih menjadi pengangguran? Lihat teman-temanmu, mereka semua bekerja, membantu orang tuanya!"
"Apa harta peninggalan papa sudah habis, hm?" Anna tidak punya rasa takut sama sekali.
"Kau hanya mengandalkan harta warisan yang menghasilkan sedikit uang itu? Harta yang ditinggalkan papamu sangat sedikit, kau tidak perlu membahasnya di depanku!"
Anna tersulut emosi, ingin sekali dia memaki wanita paruh baya yang menjadi Tante nya itu.
"Apa! Kau tidak senang?" Rosalinda- Tante Anna tahu jika keponakannya sekarang sedang marah.
Anna pergi dari hadapan Linda sambil membawa emosinya yang hampir meledak. Dia menghentakkan kaki di lantai seraya menggerutu.
"Aku sangat bosan tinggal dirumah ini, aku ingin bersama Mama." gerutu Anna tetapi masih bisa di dengar oleh Linda.
"Kau bilang apa? Ingin tinggal bersama Mamamu? Pergilah sana, aku juga tidak akan peduli!" teriak Linda saat Anna sudah masuk ke dalam kamar mandi.
Anna menutup pintu cukup kencang hingga membuat jantung Linda hampir saja melompat dari tempatnya.
"Dasar gadis gila!" caci Linda dan pergi dari kamar Anna, dia sama sekali tidak berniat membereskan kamar keponakannya yang basah.
Beberapa menit kemudian, Anna berjalan keluar dari kamarnya. Dia dapat melihat Tante dan sepupunya yang sedang berada di meja makan.
"An? Kau mau kemana?" tegur sang sepupu yang bernama Arka, pemuda berusia dua puluh tujuh tahun itu heran melihat penampilan Anna yang sudah rapi.
"Aku ingin pergi, mencari pekerjaan." jawab Anna cuek.
"Pekerjaan? Ada apa denganmu?"
Anna hanya melirik sang Tante yang duduk di kursi, wanita paruh baya itu sama sekali tidak meliriknya ataupun menegurnya.
"Itu tidak penting, intinya aku ingin bekerja." ketus Anna hendak pergi tetapi langkahnya terhenti akibat pertanyaan dari Arka.
"Kau tidak sarapan terlebih dahulu?"
Anna menggeleng, dia segera bergegas keluar dari rumah.
Setelah berada di luar, Anna bingung harus pergi kemana. Pekerjaan? Tidak pernah terlintas di benak Anna untuk bekerja.
"Memusingkan, aku harus bekerja apa dan mencarinya dimana? Ini semua karena wanita tua itu! Dia benar-benar menyebalkan, aku ingin sekali pergi dari rumahnya, tapi aku tidak ingin meninggalkan harta warisan papa."
Anna pun menjadi putus asa, dia menendang sesuatu dan tanpa sengaja mengenai punggung seseorang.
"Ya ampun! Astaga, dewa Ganesha." Anna berlari kecil menghampiri pria yang tadi terkena kaleng.
"T—tuan, Anda baik-baik saja?" Anna mengigit bibir bawahnya sambil tersenyum nyengir.
Pria itu bersidekap, dia menatap Anna dengan kesal. "Apa kau kurang kerjaan?"
"Saya bukannya kurang kerjaan, Tuan. Saya malah sedang mencari pekerjaan."
"Pantas saja," pria itu tersenyum remeh.
"Ya sudah, saya tidak punya banyak waktu. Kalau begitu saya permisi, Tuan. Maaf sekali lagi," Anna berlalu dari hadapan sang pria.
"Hei—" pria itu menggeleng kesal.
"Apes!" ucap Anna sambil berjalan menjauh.
Anna terus berjalan menyusuri beberapa gedung yang tinggi dan mewah, tanpa sengaja gadis itu melihat sebuah spanduk bertuliskan, lowongan kerja. Bola mata Anna berbinar, dia segera berjalan ke gedung itu.
"Permisi," sapanya pada sang security.
Security itu menatap Anna dari atas sampai bawah, dia mengerutkan dahinya karena baru melihat Anna.
''Maaf, Nona. Ada yang bisa saya bantu?"
Anna melirik spanduk yang menempel di dinding, dia menunjuknya dengan jari. "Apa benar disini ada lowongan kerja?"
"Benar, Nona."
"Kebetulan, saya sedang mencari pekerjaan. Apa saya bisa melamar kerja disini?"
"Direktur utama ada di dalam, Anda bisa masuk dan bertanya pada resepsionis terlebih dahulu."
"Baiklah, terima kasih." Anna pergi masuk ke dalam, dia menghampiri meja resepsionis dan bertanya tentang masalah lowongan kerja.
Resepsionis itu mengantarkan Anna ke ruangan direktur utama.
"Nona, Anda datang di waktu yang sangat tepat karena pemimpin kami ada di kantor ini. Semoga saja Anda bisa langsung di interview dan bekerja di kantor ini. Semangat!" resepsionis cantik itu mencoba menyemangati Anna, sementara Anna menjawabnya dengan senyum dan terima kasih.
Anna masuk ke dalam ruangan karena sudah di perbolehkan oleh sang asisten pribadi direktur utama. Setelah berada di dalam, Anna terlihat gugup, dia tidak bisa melihat wajah calon bosnya karena pria itu menghadap ke belakang.
"Permisi, Tuan. Maaf menganggu waktunya.''
Pria itu terdiam, dia seperti tak asing mendengar suara itu. Tak ingin menunggu lama, dia pun memutarkan kursinya dan membuat Anna terkejut.
"A—Anda?" Anna menunjuk pria itu, tetapi dia sadar dengan posisinya saat ini, hingga dia langsung menurunkan jari telunjuknya.
****
Di tempat lain, Zahra sudah sampai di tempat tujuan. Dia melihat sudah banyak orang disana, tentu saja teman-teman seangkatannya. Seorang gadis bertubuh seksi berjalan menghampiri Zahra, dia adalah Elea, sahabat dekat Zahra sejak kuliah dulu .
Elea berprofesi sebagai model, dia sering berkeliling ke luar negeri karena pekerjaan.
Kedua wanita itu berpelukan, tak lupa mereka melakukan cipika-cipiki.
"Hai, Zahra. Sudah lama kita tidak bertemu, kau terlihat semakin cantik."
Zahra tersenyum manis. "Kau bisa saja, kau juga sangat cantik, El."
"Tentu saja aku harus terlihat cantik, Ra. Aku ini 'kan seorang model." Elea mulai mengeluarkan sikap sombongnya, tetapi Zahra yang sudah paham hanya menggeleng saja.
Tak lama kemudian mereka saling bertegur sapa dan bertukar kabar, tiba-tiba kehadiran seseorang menghentikan pembicaraan mereka semua. Ya, seorang pria yang sangat tampan dan berwibawa, siapa lagi kalau bukan Evan.
Pria itu berjalan sangat cool dengan gaya angkuhnya. Dirinya tersenyum simpul melihat para teman lama dan para juniornya dulu.
Bisik-bisik pun mulai terdengar, banyak gadis yang mengangumi ketampanan Evan. Mereka bahkan saling berebut untuk bertukar sapa dengan Evan.
Zahra yang melihat itu hanya mampu menatap tanpa berkedip.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments