Ruang rapat.
Di meja panjang yang dikelilingi oleh orang-orang tertentu baik di sisi kanan maupun kiri, Ayuma terduduk tegas ditengah-tengah mereka, mengadakan pertemuan bersama para pemilik saham Simsung Group serta jajaran petinggi perusahaan.
Suasana tampak mencekam. Semua orang tegang dan hening tanpa kata. Khususnya para petinggi perusahaan yang kelihatan ketar-ketir dan cemas. Menunggu apa yang bakal segera disampaikan Ayuma.
Para investor asing maupun lokal yang menyaksikan ketegangan demikian, saling berbisik-bisik membicarakan Ayuma beserta jajarannya.
"Ooh, jadi dia nona Ayuma? Aku dengar di hari pertamanya kerja, dia telah banyak memecat karyawan secara ugal-ugalan dan tidak hormat."
"Ya betul. Aku benar-benar khawatir tentang nasib perusahaan sebesar Simsung Group ini. Kira-kira bisakah nona Ayuma menjalankan tugasnya dengan baik dan telaten?"
"Entahlah kita lihat saja. Karena mau bagaimana pun nona Ayuma adalah pemilik perusahaan sekaligus pemegang saham terbesar sekarang. Jadi mengenai bangkit dan bangkrutnya perusahaan, semua tergantung pada setiap keputusannya. Mari kita dukung dan percayakan segalanya kepada nona Ayuma."
"Aku setuju. Soalnya berdasarkan penelusuranku, nona Ayuma cuma memecat karyawan-karyawan yang makan gaji buta tanpa harus bekerja keras. Ditambah, nona Ayuma merupakan lulusan kampus ternama di China. Aku yakin ke depan perusahaan akan semakin maju di tangannya."
Tidak sengaja mendengar desas-desus tersebut, Ayuma menaikkan sebelah alis seraya melebarkan senyum liciknya. Sementara Bram dan belasan petinggi perusahaan lainnya kian gelisah.
"Sialan. Kenapa mesti melakukan pemecatan sih?" Batin Bram, melonggarkan dasinya karena digerogoti perasaan panik.
Setelah selesai membolak-balik dan mengamati tumpukan dokumen perusahaan, Ayuma memulai pokok pembicaraan sehingga membuat orang-orang rapat seketika mengalihkan perhatian kepadanya.
"Terima kasih atas kehadiran bapak/ibu sekalian. Selamat datang pada rapat perdana yang dipimpin oleh saya selaku pimpinan Simsung Group, Ayuma Alexa Xavier."
"Saya langsung ke topik pembicaraan."
"Seperti yang anda sekalian ketahui, pemegang saham terbesar perusahaan masih dipegang oleh saya, dengan angka 60%. Walau terkesan amatir dan fresh graduate, saya berjanji kepada bapak/ibu investor terhormat akan bekerja keras serta melakukan yang terbaik demi nama baik Simsung Group. Merilis hingga meluncurkan prodak-prodak berkualitas yang dapat menaikkan profit perusahaan. Kalian tidak perlu khawatir. Di era persaingan label elektronik sekarang, saya jamin Simsung tetaplah penguasanya."
Tutur Ayuma yang mengangguk-anggukkan kepala para investor. Seolah memberikan pertanda bahwa mereka sudah mempercayakan masa depan Simsung Group sepenuhnya ke tangan Ayuma.
Para petinggi perusahaan termasuk Bram menganga heran dan menggeleng tak menyangka. Mereka bagaikan tersihir dan kehilangan kalimat untuk menyela atau bahkan mengetes kemampuan bicara seorang Ayuma.
"Luar biasa. Selain cantik, dia juga pandai meyakinkan orang-orang sekitar. Benar-benar mengejutkan. Ayuma! Siapa kau sebenarnya? Mengapa aku baru mengenalmu sekarang? Bahkan bakat yang kau punya, sepertinya bakal melebihi Adinda!" Batin Bram meneguk salivanya kasar.
Ayuma selanjutnya menguraikan,"Kemudian poin kedua pada rapat perdana saya adalah perombakan posisi petinggi perusahaan."
Deggggg. Saat yang paling ditunggu-tunggu dan ditakuti pun tiba.
Dengan cepat Ayuma manggut mengkode Pak Ernando, yang segera menebarkan file-file ke tangan petinggi-petinggi perusahaan untuk di baca.
"Silahkan di perhatikan seksama." Titah Ayuma.
Dalam sekejap, sorot mata para petinggi perusahaan dan Bram tertuju pada selembaran yang ada di tangan.
Seketima mereka melototkan mata dan hampir melontarkan komplain. Untungnya, Ayuma secepat kilat menegaskan bahwa, "dilarang menyampaikan keluhan apalagi membangkang! Perombakan yang terjadi, semua berdasarkan kinerja dan performa kalian masing-masing! Bagi siapapun yang tidak terima, silahkan ajukan surat pengunduran diri dan angkat kaki!"
Ayuma mengedarkan hawa dinginnya yang mengerikan.
Sehingga membuat orang-orang tertunduk takut, tak berani berkeluh.
Sedangkan Bram nampak terheran-heran mengenai posisinya yang masih menetap. "Dari antara yang lain, hanya posisiku yang sama sekali tidak diturunkan atau beralih ke siapapun."
"Yesss!! Ini benar-benar menguntungkan."
"Syukurlah korupsi yang kulakukan belum ketahuan."
"Ditambah.....,"
Bram menoleh menatap ke arah Ayuma yang mendadak berkedip genit kepadanya.
Deggg. Bram tersentak dan kemudian menduga kalau, "Ke... kedipan macam apa itu?"
"Apa jangan-jangan, Ayuma menaruh rasa padaku?"
Bram melebarkan senyum.
Sementara Ayuma, "Sekarang kau ada dalam kendaliku Bram!!"
...****************...
...****************...
Malam hari. Penthouse Hendrik.
Salah seorang pelayan memanggil dan menuntun Yoga yang awalnya tengah sibuk membereskan pekerjaan kantor Hendrik, untuk menemui seorang wanita di ruang tamu kediaman Xavier.
"Siapa sih bik?" Gerutu Yoga memusatkan pandangannya langsung ke tamu yang datang.
Yoga terbelalak, "nona Ayuma?!!" sekaligus senang.
Tak...Tak... Tak. Tanpa berlama-lama Yoga berlari menghampiri dan seketika memeluk Ayuma yang terduduk manis di sofa, melepas kerinduan.
Greppp.
Ayuma terkekeh senang dan bertanya, "kyaaa Yoga! Kamu apa kabar?"
"Aku baik nona."
Mereka melepas pelukan dan Yoga duduk disebelah Ayuma, "sudah berhari-hari kita belum berjumpa. Nona semakin cantik saja. Selamat ya atas keberhasilannya."
"Ah kamu bisa aja! Pencapaian aku masih belum seberapa kok, hehehe." Balas Ayuma menilik sekeliling memastikan seseorang.
"Ooh ya. Ngomong-ngomong tuan Hendrik dimana?"
"Ah tuan sedang keluar." Yoga menjawab.
"Tapi tumben dia berkeliaran sendirian? Biasanya kalau kemana-mana, pasti bareng kamu terus." Ayuma terheran.
"Aigggh. Tidak usah pedulikan dia. Lagipun dia punya ruang personalnya sendiri yang tidak boleh aku campuri. Hahaha." Sahut Yoga tergelak membuat Ayuma bertanya-tanya. Kemudian Yoga kembali melanjutkan, "ooh ya. Nona kemari mau mengambil barang-barang yang tertinggal kan? Ayo ke atas. Saya mau manggil para bodyguard dulu untuk mengangkutnya ke mobil nona."
Drappp. Yoga beranjak dan berjalan keluar. Ayuma pun menyusul menaiki tangga, menuju bekas kamarnya.
Sesampainya dia, Ayuma memerhatikan kamar tersebut. Dia bernostalgia. Mengingat-ingat mengenai segala susah senang, kenangan, usaha dan kesedihan yang dilewatinya selama masih jadi Adinda.
"Kamar inilah yang menjadi saksi bisu perjuanganku yang mati-matian. Terima kasih mantan kamarku. Aku akan selalu mengenangmu."
Ayuma lantas terenyuh.
Dan tidak berselang lama Yoga muncul bersama beberapa bodyguard, yang cekatan mengemasi barang-barang Ayuma dalam waktu singkat.
Di halaman Penthouse.
"Terima kasih ya Yoga. Kamu benar-benar banyak membantu. Maaf tidak bisa berlama-lama. Lain kali aku akan mengajakmu dan tuan Hendrik mampir ke rumahku. Hehehehe." Ujar Ayuma yang telah stay dekat mobilnya, hendak pulang.
Yoga yang sudah seperti saudara, memasang raut memelas bak dia takkan pernah bertemu lagi dengan Ayuma, "janji ya? Pokoknya nona tidak boleh sombong. Kalau saya ngechat dibalas cepat ya. Jangan tunggu sampai seminggu baru di baca. Anda bagaikan sesosok kakak di mata saya."
Hati Ayuma tersentuh dan ia sontak memeluk Yoga sekilas lalu meleraikannya dengan rasa yang tertinggal.
Sekali lagi, Ayuma memperhatikan sekitar.
Batang hidung Hendrik tidak terlihat.
Ayuma memurungkan wajah.
Namun tiba-tiba saat dia hampir tenggelam dalam kekeliruan perasaan tersebut, mobil Bram nongol. Bruuummm.
"Nona! Itu tuan." Yoga dan Ayuma menilik serentak.
Degggg!
Ayuma membentangkan mata mendapati Hendrik turun dari mobil bersama wanita asing yang tidak ia kenali.
"Di... Dia, siapa??" Ayuma ternganga.
Tepat di depan matanya, Hendrik menuntun Zahra keluar mobil. Dia mengulurkan tangan sembari tersenyum hangat, "welcome my love. Selamat datang di kediaman Xavier."
Zahra yang terkekeh-kekeh geli, meletakkan tangannya ke telapak Hendrik. "Hahaha. Kamu ngada-ngada ih."
Keduanya segera melangkah maju menuju pintu masuk kediaman.
Tetapi betapa terkejutnya Hendrik, menemukan sesosok Ayuma berdiri diam dengan mulut menganga lebar tatkala memperhatikan dirinya dan Zahra.
"A.. Ayuma??" Hendrik terperangah.
Kedua pasang mata Ayuma dan Hendrik saling berpacu.
Zahra yang kebingungan lantas merangkul lengan Hendrik dan bertanya, "sayang? Dia siapa?"
Degggg.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments