Zahra amat terkejut akan satu pertanyaan Hendrik yang membuat perasaannya menggebu-gebu.
Awalnya ia terdiam meratapi perkataan sang pujaan hati dan kemudian mengontrol mimik, berpura-pura tidak mengerti. "Ka.. Kamu ngomong apa sih? Aku ngga paham."
Tidak dapat dipungkiri, bila meski Zahra berusaha menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya, tetapi Hendrik yang pada dasarnya mempunyai kepekaan kuat tidak dapat dikelabuinya.
"Kamu jangan pura-pura bodoh Zahra. Aku sudah tahu semuanya! Berhenti berlagak tidak tahu-menahu dengan ekspresimu yang bikin muak itu!" Bentak Hendrik yang menyentakkan Zahra.
Zahra mencoba memutar otaknya lalu tiba-tiba terlunglai lemas ke lantai, mencucurkan air mata.
Brukkk.
"Kamu kenapa sih Hen? Aku benar-benar tidak tahu maksud dari pertanyaanmu yang dadakan itu! Huuuu!"
"Padahal niatku baik menghampirimu ke kantor untuk mengantarkan bekal makan siang! Tapi apa yang kudapatkan?"
"Kamu malah melontarkan pertanyaan yang bahkan belum tentu benar sumber-sumber aslinya!"
"Huuuu! Kamu jahat Hen! Tega sekali kamu sekasar itu terhadapku!" Sembur Ayuma menangis sesenggukan.
Hendrik terdiam tanpa bereaksi apa-apa.
Bahkan mendekati Zahra sekedar menenangkan pun ogah.
Sebab kemarahannya yang amat besar, membunuh sisi respeknya kepada Zahra.
Zahra yang menyaksikan responnya demikian, terbengong sesaat dan tanpa berlama-lama memperbanyak sandiwaranya berharap agar Hendrik menanggapi aksinya.
"Huuu! Ibu Ayah! Sungguh kasihannya nasibku yang malang setelah kehilangan kalian. Tiada lagi tempatku berteduh dan mengadu. Kurasa semua harapan ayah ibu sirna semuanya ditelan dusta. Hikssss." Isaknya tersendat-sendat.
Hendrik berkenyut dan nafasnya mendengus, "berhentilah menangis. Tangisanmu takkan mampu memendam kenyataan bahwa aku akan membatalkan pertunangan kita secepatnya."
Duar!!!
Detak jantung Zahra meledak. Harapan dan mimpi indahnya bak tenggelam sia-sia.
Tanpa terasa, air mata pura-puranya tadi seketima jadi tangisan yang terisak-isak.
Ia menggerutu dan merengek, "tidak boleh!"
Mata Zahra memerah. Tubuhnya gemetar dan tangannya terkepal kuat seiras dengan hentakkan di hatinya yang sangat menyakitkan. Bak ditusuk-tusuk duri tajam. "Apa kamu sadar, tentang pernyataanmu barusan?!"
Zahra beranjak, "kau!!"
"Dasar lelaki tidak berperasaan!" Ia melampiaskan amarahnya yang tak terbendungkan dan spontan memukul-mukuli dada Hendrik sambil mengaku jika, "dia itu anakmu! Dia adalah darah dagingmu! Kamu jangan sesuka hati memustuskan hubungan kita tanpa sebab yang pasti. Apalagi bila tidak punya bukti!"
Deggg.
Hendrik termangu.
Selepasnya, bibir indahnya mengernyih. "Heh. Jangan mengada-ngada!"
Happppp.
Hendrik mendorong Zahra menjauh. "Kau butuh buktikan kan?" Lanjutnya merogoh saku jas dan sesudahnya mengeluarkan flashdisk lalu melemparkannya ke Zahra.
Tappppp.
"Jangan sembarangan menyebut darah daging orang lain sebagai anakku!!" Ketus Hendrik memancarkan hawa dingin dan menusuk.
Zahra termengap. Sekujur tubuhnya melemah tersengat, atas kenyataan menggemparkan yang akhirnya terungkap sesudah ditutupinya selama bertahun-tahun lamanya.
"Pokoknya mulai sekarang, kita putus! Ingat, kau bukan tunanganku lagi! Jangan berandai-andai soal pernikahan, sebab kau sendiri yang pada awalnya tidak menjadikanku pilihan." Hendrik membalikkan badannya dan menarik langkahnya pergi meninggalkan Zahra yang kini banjir air mata.
"Huwaaa! Hendrik! Kumohon jangan tinggalkan aku!"
"Aku bisa jelaskan kepadamu!"
"Hendrik! Tunggu!"
"Hendrik!!!" Teriak Zahra berharap kekasihnya berbalik ke dirinya.
Namun Hendrik lenyap berlalu tanpa sepatah katapun.
...****************...
...****************...
Di tempat lain.
Alexander Group.
Di dalam ruangannya yang besar, Bram tampak berbicara serius dengan seseorang di ujung telepon. Yakni Tetan temannya si ketua gangster.
"Bram! Gawat! Anak buahku yang bertugas mengawasi wanita itu, telah tewas!" Tetan mengawali obrolan yang langsung mencengangkan Bram.
"Apa katamu?!" Bram terheran-heran. "Ja... Jadi maksudmu, Ayuma yang menghabisi mereka berdua?"
"Benar!!" Balas Tetan ikut-ikutan tidak menduga. "Bram bahaya! Dia bukan wanita biasa! Dia monster!"
"Sebab ketika aku menemukan mayat anak buahku, leher serta tubuh mereka terpotong-potong! Dan disana tertera catatan darah bertuliskan: Jangan macam-macam. Aku bisa membunuhmu dalam sekejap mata!" Sambung Tetan, agak gencar.
"Sialan! Tidak kusangka kalau Ayuma sekuat itu ternyata!"
Bram gelisah. Iapun meneruskan, "lalu bagaimana mengenai asal-usulnya?"
Tetan menghembuskan nafasnya berat, "sampai kini kami belum menemukan keterangan yang pasti. Informasi penting tentang dirinya benar-benar di privasi. Entah siapa wanita ini. Aku benar-benar penasaran, siapa yang berada dibelakang bayang-bayangnya hingga susah menerobos rahasia kehidupannya. Hanya riwayat pendidikan serta data-data dasarnya saja yang kami dapatkan."
Bram berdecak kesal dan memijit keningnya frustasi, "okey oke! Pokoknya mulai sekarang kalian harus waspada dan hati-hati! Pantau dia sedetail mungkin! Jangan sampai tertangkap lagi! Aku akan mentransfer sejumlah uang sehabis aku rapat nanti."
Tut.. Tut... Bram mematikan sambungan telepon.
"Haaaaahhh! Bertambah terus masalahnya!"
"Mau sampai kapan aku mentok di posisi wakil presdir, yang pekerjaannya membosankan begini?"
"Udah gitu, Susi tidak berhenti-henti mengeluh soal pernikahan dan uang shopping!"
"Arghhhh!! Bangsatlah!" Bram mengacak-acak rambutnya, diselimuti oleh kecemasan akan hidupnya yang segitu-gitu saja.
Tidak lama setelahnya batinnya bercenut, "Ayuma! Siapa kau sebenarnya? Selain auramu yang tampak tidak asing, kau juga kuat dan cerdik bagaikan si rubah licik! Seolah terkadang-kadang aku bisa melihat sisi orang lain yang pernah kukenali, dibalik rupa wajahmu yang sangat cantik."
Bram merenung dalam lamunan.
Dan dikala dia sibuk berargumentasi di pikirannya yang melayang-layang, salah seorang staffnya datang mengabari jikalau, "Pak. Nona Ayuma sudah tiba di ruang rapat."
Degggg!!
Bram terperangah dan perasaannya sedikit digerogoti ketidak enakkan, takut Ayuma mengetahui perbuatannya.
Namun yang dapat dilakukannya sekarang adalah berusaha tenang dan mengontrol dirinya, supaya tidak memperburuk keadaan dengan hal-hal yang mencurigakan.
Bram menarik langkahnya menuju ruang rapat.
Tak... Tak... Tak
Di Aula Rapat.
Semua petinggi dan jajaran Simsung Group termasuk Bram bersatu padu di satu ruangan yang dipimpin Ayuma.
Perlu diketahui bila setelah membantai komplotan Bram dan temannya Tetan, Ayuma lekas berganti pakaian sebelum kembali ke perusahaan tercinta.
Jadi dia yang tadinya acak-acakan, kini berpenampilan rapi dan modis dengan setumpuk kharisma tiada habis.
Ayuma yang berada di depan sekaligus ditengah-tengah para bawahannya itupun, terus diperhatikan oleh Bram. "Mengerikan. Bahkan sesudah membunuh orang pun, dia masih bisa setenang itu?!"
Ayuma menyeringai, menyadari sorot mata dan perhatian Bram."Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Dan sepintar-pintarnya kau menyembunyikan kejahatanmu yang banyak, suatu saat bakal terbongkar jua Bram!! Berhati-hatilah!"
Ayuma lantas menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Lalu diteruskannya dengan membuka pembicaraan sambil melebarkan senyum semangat, "good afternoon everyone."
"Selamat datang di rapat dan mohon maaf atas ketidakberadaan saya selama tiga hari belakangan."
Ayuma memicingkan mata dan ujung bibirnya mengerucut tajam!
Semua orang terdiam dan siap-siap memasang telinga atas apa yang hendak Ayuma sampaikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments