Bab 4: Identitas Penyamaran Diri

Di ruang inap rumah sakit, terdapat Adinda yang tengah terduduk di atas ranjangnya.

Dengan seluruh tubuh dan wajah terbalut perban. Dimana didekatnya, ada Yoga dan sang dokter bedah yang sekarang tengah membuka perlahan gulungan putih, yang menutup wajah Adinda.

Saat perban tersebut berhasil ditanggalkan, seketika kilatan cahaya dari wajah baru Adinda seolah memantul menyinari seluruh ruangan termasuk orang-orang yang ada dihadapannya.

Semuanya ternganga kecuali Adinda.

"Ka__kalian kenapa?" Adinda terheran-heran.

"Uhuk uhuk. Aduh maaf, saya agak terlena." Jawab sang dokter yang seketika memperlihatkan kaca, "ba__bagaimana hasil karya tangan saya? Indah bukan?"

Sang dokter sangat berbangga hati sebab kerja kerasnya terbayar oleh wajah cantik Adinda kini.

Adinda mengaca dan meraba-raba mukanya. Betapa terkejutnya dia, "in__ini wajah aku kan??"

"Hiks, iya nona. Akhirnya anda sudah enak dipandang, huuuu." Sahut Yoga terharu penuh rasa bahagia. Tidak sia-sia dia jungkat-jungkit, jungkir-balik, hingga guling-guling demi mendampingi perubahan Adinda, atas perintah tegas tuan muda.

Mata Adinda berkaca-kaca. Ia tiada henti mengagumi wajahnya. Usaha yang dilakukannya selama beberapa bulan, ternyata tidak mengkhianati hasil.

Dia yang dulu dijuluki si gemuk jelek sekarang bertransformasi jadi sesosok lain. Sangat cantik melebihi ratu yunani.

Ia seolah terlahir kembali. Dikarunai sepasang mata bulat indah nan berkilauan, bulu mata lentik bak landasan skateboard serta alis yang begitu rapi dan sempurna.

Tidak ketinggalan, kulit putih mulus yang dapat membuat seekor nyamuk terpeleset jatuh.

Huhuhuhuhu ibu, aku cantik.

Tangis haru Adinda pecah meramaikan keheningan. Bukannya menenangkan, orang-orang yang mengerumuni Adinda malah ikut-ikutan menangis. Terlebih-lebih Yoga, yang sedari awal menyaksikan betapa kerasnya perjuangan Adinda.

Beberapa jam sesudahnya___

Adinda yang bermukim di rumah sakit, bergumul dengan ponsel mencoba menghubungi seseorang. Tentunya ditemani Yoga,"bagaimana? Orangnya ngangkat telepon tidak?"

Adinda geleng-geleng bak kehilangan harapan, "gimana ini mas Yoga? Bisa bahaya kalau Pak Ernando tidak kunjung mengangkat teleponku. Entar semua harta yang kupunya bakal di alihkan ke Bram. Soalnya udah hampir dua bulan aku belum ada kabar."

Semangat Adinda pupus. Dan ketika perasaan itu menyelubung, tiba-tiba suara seorang pria mengalun di ujung telepon yang dalam sekejap mengagetkan sekaligus menyenangkan hatinya, "halo? Siapa ya? Maaf tadi saya ada urusan." Tutur Pak Ernando.

Adinda berlinang air mata,

"Pak Ernando, ini aku Adinda huwaaaaa."

"Astaga! Nyo__nyonya? Benarkah itu anda?"

"Umm. Iya, aku masih hidup pak. Bapak apa kabar? Huuu,"

"Hikss, saya baik. 𝘚𝘺𝘶𝘬𝘶𝘳𝘭𝘢𝘩 𝘯𝘺𝘰𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢𝘵. 𝘚𝘢𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘬𝘪𝘯 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘫𝘪𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘢𝘯𝘥𝘢 𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭, 𝘣𝘪𝘢𝘳𝘱𝘶𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘥𝘪𝘬𝘪𝘵 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘶𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘸𝘢-𝘣𝘢𝘸𝘢 𝘯𝘢𝘮𝘢 𝘢𝘯𝘥𝘢. 𝘏𝘶𝘶𝘶𝘶, 𝘕𝘺𝘰𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢? 𝘚𝘢𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳-𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘬𝘦𝘴𝘶𝘭𝘪𝘵𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘮𝘢𝘤𝘢𝘮 𝘮𝘢𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘯𝘥𝘪𝘸𝘢𝘳𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘦𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘣𝘢𝘳 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘯𝘥𝘢."

"Ceritanya panjang Pak. Saya akan menceritakannya nanti. Sementara, jangan berikan celah sedikitpun buat Mas Bram untuk mengontrol apalagi sampai mengambil kekuasaanku di perusahaan. Dialah dalang dibalik musibah yang menimpaku. Aku segera kembali kesana secepatnya pak."

Adinda mendatarkan wajah seraya memandang berkas-berkas identitas barunya, yang diberikan Yoga beberapa waktu silam, "𝘛𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘪𝘥𝘦𝘯𝘵𝘪𝘵𝘢𝘴 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘦𝘥𝘢. 𝘚𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘈𝘥𝘪𝘯𝘥𝘢 Alexander. M𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯 Ayuma Alexa Xavier, sepupu jauh Adinda yang akan mewarisi seluruh kekayaan Simsung Group."

"Berarti maksud nyonya, Pak Bram adalah penjahatnya dan anda mau menyamar jadi orang lain, guna mengelabui sekaligus membalaskan dendam kepada tuan Bram kah?"

"Exactly! Pak Ernando. Bertahanlah sebentar. I will comeback."

...****************...

...****************...

𝗣𝗲𝗻𝘁𝗵𝗼𝘂𝘀𝗲 𝗛𝗲𝗻𝗱𝗿𝗶𝗸.

Di dekat kolam renang, Hendrik yang tampak mengenakan celana pendek dengan tampilan bagian dada terbuka, bersantai di kursi panjang berpayung seraya menikmati segelas anggur merah.

Matanya menyipit menahan pantulan terik sinar mentari.

Kelihatannya ia habis berenang. Seluruh badannya licin kinclong karna basah kuyup. Tetapi itulah yang menjadi trending topik diantara para pelayan wanita, yang memantaunya dari jauh.

𝘒𝘺𝘢𝘢𝘢! 𝘊𝘰𝘣𝘢 𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘶𝘢𝘯 𝘏𝘦𝘯𝘥𝘳𝘪𝘬. 𝘚𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘵𝘢𝘮𝘱𝘢𝘯, 𝘨𝘢𝘨𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘸𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘢𝘯𝘪 𝘭𝘢𝘨𝘪. 𝘈𝘶𝘶𝘩𝘸𝘸~

𝘉𝘦𝘯𝘢𝘳. 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘪𝘩 𝘸𝘢𝘯𝘪𝘵𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘦𝘳𝘵𝘢𝘳𝘪𝘬 𝘣𝘪𝘭𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶?

𝘉𝘦𝘳𝘶𝘯𝘵𝘶𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘸𝘢𝘯𝘪𝘵𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘮𝘱𝘶 𝘮𝘦𝘭𝘶𝘭𝘶𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘵𝘪 𝘵𝘶𝘢𝘯 𝘏𝘦𝘯𝘥𝘳𝘪𝘬, 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘬𝘦𝘳𝘢𝘴 𝘣𝘢𝘵𝘶.

"𝘏𝘢𝘢𝘢𝘢𝘩, 𝘥𝘢𝘴𝘢𝘳 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯." Hendrik mendengus berat, mendengar bisik-bisik tetangga para pelayan.

Sementara batinnya, "wanita itu, entah bagaimana keadaannya."

𝗗𝗿𝗮𝗽... 𝗗𝗿𝗮𝗽... 𝗗𝗿𝗮𝗽, "Tuan!!"

Panjang umur. Baru saja namanya disebut, orangnya langsung nongol.

Hendrik terlonjak dan secepatnya beranjak memalingkan perhatian menyorot wanita bertubuh mungil yang berlari ke arahnya.

"Tuan!!"

𝗚𝗿𝗲𝗲𝗲𝗽𝗽𝗽.

Tanpa berpikir panjang, Adinda oh tidak maksudnya Ayuma Alexa Xavier memeluknya erat. Meluapkan rasa terimakasihnya yang teramat besar, "tuan terima kasih. Berkat saran dan dukungan anda, saya bisa seperti ini."

Ayuma menenggelamkan wajah.

Hendrik membelalakkan mata, mengangkat kedua tangan. Bingung mau memberikan reaksi yang bagaimana. Perlahan-lahan dia menurunkan tatapan, "ka__kau?"

Adinda mendongak memamerkan wajah cantiknya yang bersinar, " iya. Inilah saya, Adinda. Wanita malang yang anda selamatkan. Ke depan, mohon bantuannya tuan."

𝗗𝗲𝗴𝗴𝗴𝗴.

Hendrik tercengang. Jantungnya seakan berhenti berdetak sesaat.

𝗖𝗥𝗔𝗡𝗞𝗞𝗞𝗞.

Gelas yang berada ditangannya pun merosot jatuh berkeping-keping, saking terkejutnya dia akan perubahan drastis Ayuma.

"Tu__tuan? Anda tidak kenapa-kenapa kan?" Ayuma melongo heran.

Hendrik menggeleng, "ti__tidak."

"Ngomong-ngomong bisakah kau melepaskan pelukanmu?"

"Aku takut mati ditempat, meratapi wajahmu yang cantik jelita," pinta Hendrik menyamarkan nada bicara.

Ayuma seketima melerai perlakuan refleknya, "ah ma__maaf tuan. Aku tidak sengaja."

Ayuma dan Hendrik saling berpaling canggung.

"Ma__mana Yoga? Ehem." Hendrik berusaha memecahkan ketegangan. Pipinya merah merona, "sial. Mengapa tingkah lakuku mendadak begini? Ada apa denganku? Sadarlah Hendrik Xavier!"

"Ma_mas Yoga di teras tuan." Ayuma menggaruk-garuk tengkuk leher, salah tingkah.

"Ooh," ucap Hendrik singkat. Walau demikian, jantungnya tiada henti memompa cepat.

𝗗𝗮𝗴... 𝗗𝗶𝗴... 𝗗𝘂𝗴... 𝗚𝗲𝗱𝗲𝗯𝘂𝗴.

...****************...

...****************...

𝗦𝗲𝗸𝗶𝘁𝗮𝗿 𝗱𝘂𝗮 𝗵𝗮𝗿𝗶 𝘀𝗲𝘁𝗲𝗹𝗮𝗵𝗻𝘆𝗮__

Ayuma berada di ruangan yang berjejeran alat tinju, berbagai jenis senapan dan pistol serta senjata tajam.

Rasa takut dan penasaran, bersatu padu.

Ia dilalap beribu pertanyaan yang salah satunya, "kira-kira apa yang bakal kulakukan di tempat aneh seperti ini?"

Ayuma menganga heran.

𝗞𝗹𝗼𝘁𝗮𝗸... 𝗞𝗹𝗼𝘁𝗮𝗸... 𝗞𝗹𝗼𝘁𝗮𝗸. Tidak berselang lama Hendrik datang mengenakan pakaian olahraga serba ketat, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang kekar, "apa kau siap?"

"Memang kita mau ngapain tuan?" Ayuma polos bertanya.

"Menurutmu apa?" Lempar Hendrik mengangkat dagu Ayuma, sambil berfokus ke bibir indahnya lalu menelan air liurnya, menahan suatu gejolak. 𝗚𝗹𝘂𝗸.

"Aku kurang tau tuan," sambung Ayuma dengan lugunya, sehingga membuat Hendrik terkekeh geli.

"Hei, apa kau tau? Selain menggunakan wajah, kau juga wajib memanfaatkan otot serta otakmu untuk membalaskan dendammu."

"Dengan begitu semua akan terasa ringan dan gampang bagimu, memberantas sekelompok bajingan itu."

Tutur Hendrik yang membangkitkan semangat Ayuma, "benarkah tuan? Kalau begitu ayo kita latihan sekarang!"

Hendrik melebarkan senyumnya yang lega dan lekas memposisikan badannya ke belakang Ayuma, "oke! Mari kita lakukan."

𝗗𝗿𝗲𝗲𝗽𝗽𝗽. Hendrik menarik badan Ayuma melekat ke badannya. Ia lantas memberikan sebuah pistol ke tangan Ayuma, dan menuntunnya mengarahkan benda berbahaya tersebut ke titik patung sasaran, "kita mulai dari latihan menembak."

Perasaan Ayuma bercampur aduk. Antara tegang dan malu-malu. Dadanya berdegup, mendengar nafas berat Hendrik yang menderu. Ditambah badan kekar Hendrik yang menempelinya bak benalu.

Tapi Ayuma enggan komplain. Ia lebih memilih konsentrasi, kontrol diri dan fokus.

"Yok Ayuma bisa yok. Harus fokus! Konsentrasi! Tidak boleh oleng apalagi meleyot!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!